Mohon tunggu...
David Abdullah
David Abdullah Mohon Tunggu... Lainnya - —

Best in Opinion Kompasiana Awards 2021 | Kata, data, fakta

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Anosmia Empati, Raibnya Sensitivitas Pejabat di Tengah Pandemi

27 Juli 2021   10:57 Diperbarui: 27 Juli 2021   11:38 651
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Selama ini anosmia acap dikenal sebagai indikasi khas yang lazim dijumpai pada pasien Covid-19. Gejala tersebut ditandai oleh hilangnya fungsi indera penciuman yang bisa bertahan hingga tiga minggu.

Namun, anosmia bukan hanya diderita oleh pasien Covid-19, melainkan juga terjadi dalam kondisi lain. Gejala yang sama, tetapi dalam varian yang sedikit berbeda, belakangan ini juga dapat kita temukan pada sejumlah oknum pejabat.

Mereka diduga kuat tengah menderita "anosmia empati" yang sangat kronis. Bahkan, probabilitas kesembuhannya pun sangat diragukan. Saking akutnya!

Secara fisik, mungkin tak ada yang salah dengan mereka. Para pejabat masih bisa makan kenyang. Mereka juga masih bisa wara-wiri dengan mobil mewahnya. Pun, masih sanggup membelanjakan gajinya. Hanya saja, mereka acap kali kehilangan empatinya pada setiap momen genting. Sensitivitas mereka gugur ketika tengah dibutuhkan oleh publik.

Betapa tidak, banyak wakil rakyat kita terkesan apriori terhadap serangkaian penderitaan yang dialami masyarakat, yang hajat hidupnya mereka wakili.

Sejenak kita mundur ke balakang, saat anggota dewan menggelar sidang pada akhir bulan Maret 2020. Selain banyak menyisakan kursi kosong (yang sudah lama menjadi kebiasaan mereka) alih-alih membahas kebijakan penanganan pandemi Covid-19, mereka justru lebih sibuk mengobral isu-isu yang sejatinya kurang substansial pada masa krisis.

Mereka tak menjadikan perang melawan Covid-19 sebagai prioritas dengan tetap bersikukuh guna membahas RUU, meski saat itu Indonesia sudah memasuki fase krisis kesehatan (dan juga ekonomi).

Setiap keputusan serta kebijakan yang dipilih pada fase krisis, mencerminkan skala prioritas. Artinya, hal itulah yang jadi prioritas wakil rakyat kita. Mereka seakan mengambil kesempatan dalam kesempitan, untuk membahas hal-hal yang tak semestinya didiskusikan pada situasi genting dan mendesak.

Padahal, saat itu pemerintah juga sudah mengeluarkan Perppu No. 1 Tahun 2020 terkait stabilitas keuangan negara, yang bertujuan untuk mengalihkan anggaran APBN khusus penanggulangan pandemi. Sayangnya, para anggota dewan masih tetap melakukan sidang yang tentu saja berpotensi merugikan keuangan negara di tengah situasi krisis.

Anosmia empati yang akut juga diderita oleh salah satu Anggota DPR dari Fraksi PAN, Guspardi Gaus. Ia menolak untuk menjalani karantina setelah pulang dari luar negeri. Guspardi tetap menghadiri sidang Pansus RUU Otsus Papua secara fisik di Senayan belum lama ini.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun