Sesak, macet, banjir, polusi, dan "gelay", menjadi atribut yang menempel erat-erat pada ibu kota Negara Kesatuan Republik Indonesia, Jakarta.
Hiruk pikuk aktivitas manusia penghuni ibu kota bahkan sudah mulai terdengar sebelum matahari mulai manampakkan seringainya dari ufuk timur.
Dipenuhi oleh sekitar sepuluh juta warga yang mendiaminya, belum termasuk para pekerja rantau baik dari Jabodetabek dan lintas pulau, tidak terlalu mengherankan jika Jakarta diliputi atmosfer kejenuhan.
Atas dasar itu pemerintah mewacanakan megaproyek prestisius untuk memindah ibu kota. Meskipun telah didengungkan sedari era orde baru, belum ada satu pun wacana yang terlaksana.
Pada situasi normal, mungkin kebijakan tersebut merupakan hal wajar sepanjang dana negara mencukupi dan kepentingan masyarakat yang jauh lebih krusial sudah sepenuhnya terpenuhi.
Ironisnya, saat pandemi masih melanda, misi pembangunan ibu kota baru yang terletak di Penajam Paser Utara, Kaltim, itu akan tetap dimulai tahun ini. Lokasi presisi istana negara yang akan menjadi titik 0 juga telah dikantongi pemerintah.
Desainnya sendiri terinspirasi dari hutan yang berlokasi di Kalimantan. Sementara visualisasi gedung istana negara didesain dengan nuansa rumah adat Nusantara.
Namun, belum lama ini muncul desain istana negara yang terlihat sama sekali berbeda dengan visualisasi yang pernah dipubilikasikan sebelumnya.
Desain bangunan istana presiden versi terbaru yang sempat viral pada media sosial itu memantik banyak komentar dan kritik dari netizen plus enam dua.