Mohon tunggu...
David Abdullah
David Abdullah Mohon Tunggu... Lainnya - —

Best in Opinion Kompasiana Awards 2021 | Kata, data, fakta

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Artikel Utama

"Social Climber", Spesies yang Bertahan Hidup dengan Memanjat

28 Desember 2020   13:14 Diperbarui: 28 Desember 2020   15:07 926
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi social climber. | Alysse Asilo esquiremag.ph

Itulah yang menjadi alasan mereka tidak tertarik membangun relasi pertemanan yang tulus. Pasalnya, jika teman-teman di circle-nya memiliki status sosial yang lebih rendah, mereka tidak akan mampu memuaskan hasrat dan kebutuhannya.

Mereka merasa tidak nyaman, minder, dan khawatir tidak diterima jika tidak tampil glamor sehingga mereka akan melakukan berbagai cara agar terlihat mewah meski harus dipaksakan.

Tangkapan layar dari akun Twitter Cipa @kdyaddict
Tangkapan layar dari akun Twitter Cipa @kdyaddict
"Kalo temenan gausa mandang cantik apa gak nya, gausa mandang hitz ato gak nya. Lo mau temenan apa mau pansos?" Kicau Cipa melalui akun Twitter-nya.

Apa yang dirasakan oleh Cipa merupakan salah satu contoh fenomena pansos yang menjadi candu di ekosistem demokratis ala media sosial.

Ketika circle pertemanan hanya dianggap sebagai panggung untuk meningkatkan status sosial serta aktualisasi diri, bukan dilandaskan pada perasaan yang tulus.

Cipa tidak sendirian. Apa yang dirasakan olehnya juga kerap dirasakan oleh remaja lain seusianya, terutama apa yang dapat kita temukan di media sosial. Pesatnya kemajuan teknologi internet dan media sosial diikuti pula dengan meningkatnya gaya hidup pansos di kalangan remaja.

Kondisi tersebut dapat memicu retaknya relasi pertemanan dan akan melahirkan label "toxic friends" bagi siapa saja yang dianggap sudah melakukan pansos.

Fenomena pansos memiliki kemiripan dengan apa yang dinamakan oleh Erving Goffman sebagai teori Dramaturgi. Yang membedakan adalah konsep itu berlaku bukan hanya bagi pelaku pansos, tetapi juga berlaku untuk semua orang.

Goffman menganggap interaksi sosial manusia tak ubahnya drama teatrikal. Ia mendefinisikan kehidupan masyarakat sebagai sebuah panggung yang dimiliki oleh setiap individu dan mereka semua memainkan perannya masing-masing layaknya sebuah pertunjukan drama.

Dalam sistem Dramaturgi, terdapat dua esensi, yaitu konsep front stage dan back stage. Dalam sebuah interaksi, keduanya mempunyai kaitan satu sama lain, tetapi berada pada area panggung yang berbeda.

Front stage. Dalam berinteraksi dengan orang lain, kita akan menampilkan diri kita seperti apa yang kita inginkan yang meliputi sifat, penampilan, serta gaya bertingkah laku.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun