Mohon tunggu...
David Abdullah
David Abdullah Mohon Tunggu... Lainnya - —

Best in Opinion Kompasiana Awards 2021 | Kata, data, fakta

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Artikel Utama

"Thrifting Culture", Dilema Branded Low Budget Tapi Ilegal

28 November 2020   02:15 Diperbarui: 28 November 2020   11:49 3325
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi lapak pakaian branded bekas (preloved). | Seva.id

Kala itu mereka telah memiliki 49 gerai di seluruh wilayah AS. Pelanggan dapat melakukan transaksi jual-beli barang-barang bekas di sana.

Tren Grunge Look
Tahun 90-an merupakan era kejayaan Grunge Look. Kala itu Kurt Cobain menjadi kiblat fashion setiap remaja.

Kurt mempromosikan thrifting style dengan gaya yang terkesan urakan serta sangat identik dengan ripped jeans dan flanel shirt vintage.

Lantas untuk mewujudkan fashion style itu, para remaja akan memilih thrift shop untuk berburu pakaian langka yang sudah tidak dijual di pasaran agar terlihat seperti idolanya. Sejak saat itu thrifting culture mulai berkembang.

Thrifting Culture di Indonesia
Senada dengan Curt Cobain, kelahiran band bergaya retro era 90-an seperti Naif, Club Eighties, The Upstairs, dan The Changcuters juga turut mempromosikan Grunge Look di Tanah Air.

Sejak saat itu pakaian bekas mulai diburu oleh para kawula muda dan dengan cepat menjadi tren seiring meningkatnya harga barang branded baru.

Pecinta thrifting semakin dimanjakan dengan hadirnya barang branded preloved di pasar. Salah satunya Pasar Senen, Jakarta Pusat, yang dikenal sebagai surganya para pecinta pakaian branded impor bekas.

Setelahnya, industri pakaian bekas juga semakin berkembang di Indonesia yang ditandai dengan maraknya generasi milenial yang bangga menggunakan barang-barang second hand.

Dilema Bisnis Pakaian Bekas (Ilegal)
Pakaian bekas dapat diramu menjadi bisnis yang menjanjikan, mengingat tren fashion di seluruh dunia akan terus berputar.

Menurut laporan dari World Economic Forum, fast fashion merupakan salah satu penyumbang emisi karbon yang cukup besar di seluruh dunia.

Tak hanya itu, industri fashion juga memiliki dampak buruk bagi lingkungan seperti polusi udara dan air. Lebih dari 50% dari pakaian yang diperjualbelikan berakhir di tempat pembuangan akhir. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun