Hal itu tercermin dari kombinasi operan-operan horizontal cepat dan pergerakan para pemainnya yang sangat cair, luwes, serta dinamis.
Gaya permainan Tiki-taka ala Pep tak ubahnya Symphoni No.40 bagi Wolfgang Amadeus Mozart yang mengalun indah dan elegan. Berbeda halnya dengan Klopp yang keras dan meledak-ledak layaknya Enter Sandman bagi Metallica.
Kecintaan Pep kepada musik tidak hanya tercermin dari strategi yang ia terapkan. Dirinya juga sosok yang sangat menggilai musik dalam arti sebenarnya. Hal itu terbukti dari Viva la Vida karya Coldplay yang sering ia mainkan kala menangani Barcelona.
Pep merupakan penggemar berat band rock alternatif asal London tersebut. Ia selalu memutar lagu yang dibawakan Chris Martin itu menjelang berlaga.
Coldplay menjadi sumber inspirasi baginya selama berkarier di lapangan hijau. Lagu-lagu karya mereka dapat membuatnya lebih tenang setiap kali dirinya berada dalam tekanan.
Manajer kelahiran Spanyol itu bahkan meminta para pemainnya dalam skuat Barca untuk mendengarkan lagu tersebut guna mendongkrak semangat mereka menjelang pertandingan. Sejak saat itu Viva la Vida menjadi "dressing room anthem" bagi Xavi Hernandez dkk.
"Viva La Vida adalah sebuah karya orkestrasi megah yang memotivasi dan memberi kita keberuntungan." – Xavi Hernandez, eks Barcelona.
Pengakuan mantan penggawa timnas Negeri Matador itu kelak terbukti dengan gelimang gelar yang sukses diraih Barca. Musim 2008/09 merupakan puncaknya. Mereka tak hanya meraih seluruh gelar yang tersedia, tapi juga mendefinisikan ulang sepak bola lewat Tiki-taka.Â
Rutinitas mendengarkan lagu sebelum bertanding rupanya tak hanya dilakukan oleh Xavi saja. Banyak pesepak bola yang melakukan kebiasaan serupa. Bahkan ritus tersebut sudah menjadi budaya bagi pesepak bola di seluruh dunia.
Selera musik Ronaldo cukup beragam, mulai dari lagu era 80-an hingga musik elektronik. Lain halnya dengan Messi dan Neymar yang lebih menyukai lagu-lagu Amerika Latin. Sementara musik Reggae Bob Marley menjadi favorit Ibrahimovic.