Mohon tunggu...
Diajeng Bunga A
Diajeng Bunga A Mohon Tunggu... Administrasi - Mahasiswi

Innovations never dies

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Quo Vadis MOS

11 April 2017   15:35 Diperbarui: 11 April 2017   15:37 104
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Akhir-akhir ini Ujian Nasional telah berlangsung mulai dari SMA disusul dengan SMP dan SD sebagai syarat kelulusan. Berikutnya akan dilangsungkan penerimaan siswa-siswi baru untuk mengisi formasi kelas yang baru. Pada tahap selanjutnya tidak pernah ketinggalan diadakan kegiatan pengenalan lingkungan sekolah dengan istilah Masa Orientasi Sekolah (MOS). Meski di atas kertas MOS yang bernuansa perpeloncoan telah dilarang, namun di dunia nyata nuansa itu masih tetap kental terlihat. Mulai dari kostum ‘lucu’  atau rambut dikuncir sebanyak  mungkin dengan pita warna warni sampai tugas-tugas yang aneh. Permintaan itu wajib dipenuhi walau tidak termasuk dalam tata tertib sekolah.

Bila kita tarik benang merahnya, maka semua MOS punya ‘’misi’ yang sama yaitu ‘saat dihalalkannya mengerjai siswa baru’.dan parahnya itu dianggap sebagai hal biasa saja dan sudah menjadi tradisi turun temurun yang harus dilestarikan. Lebih parah lagi jika MOS itu  bermuara ke tindak kekerasan atau bullying sehingga siswa yg hendak masuk ke sekolah tersebut malah lebih banyak melamun dan akhirnya membuat  DEPRESI

Bullying sendiri tidak hanya terbatas pada tindakan fisik seperti pemukulan, namun juga secara psikologis seperti mengejek, mencela fisik dan penampilan atau ancaman.

Sejalan dengan itu belum lama ini Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) Indonesia Yohana Susana Yembise mengecam segala bentuk kekerasan terhadap anak atau pelajar. Termasuk dugaan kekerasan saat masa orientasi sekolah (MOS) yang menewaskan siswa sekolah menengah pertama (SMP) Flora, Bekasi, Jawa Barat, Evan Christoper Situmorang (12 tahun).

MOS bukanlah ajang untuk membalaskan dendam seorang senior yang dulu diperlakukan tidak semena-mena oleh seniornya yang terdahulu.  Apa arti Masa Orientasi Sekolah kalau hanya dimeriahkan dengan perlakuan semena-mena senior yang setelah itu hanya mentertawakan junior-junior dengan wajah sengsara mereka.  Selain itu boleh dikatakan bahwa MOS adalah cuma  kegiatan yang buat susah orang tua siswa dan buang-buang biaya untuk hal tidak penting. Untuk apa beli kain bekas terigu seharga 20rb masih + ongkos jahit dijadikan tas?! Toh selesai MOS sudah tidak terpakai lagi. Untuk apa tugas membawa tali rapia warna yang tidak lazim seperti warna putih kalau bukan hanya untuk ngerjain?

Menurut saya MOS adalah waktu dimana kita membuat pembiasaan atau pengertian yang baru akan sekolah yang baru kepada siswa-siswi yang baru saja lulus dan memasuki jenjang pendidikan yang lebih tinggi di sekolah yang berbeda daripada yang sebelumnya. Pembiasaan lebih kepada pengenalan akan tradisi dan seluk-beluk sekolah baru tersebut bukan kepada arah senioritas dan tindakan-tindakan lain yang melibatkan fisik seseorang. Jadi MOS harus bersifat edukatif. MOS harus fokus pada peningkatan pendidikan karakter. MOS juga harus menjamin membuat siswa lebih baik, misalnya sopan santun siswa meningkat, MOS berbau perpeloncoan senior terhadap junior itu sudah jadul dan kadaluwarsa...

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun