Mohon tunggu...
Ki Sugito Nuswantoro
Ki Sugito Nuswantoro Mohon Tunggu... Seniman - Happy itu Simple

i am, pengayuh sepeda

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Narkoba Masuk Desa Salah Siapa?

6 Juni 2019   22:25 Diperbarui: 6 Juni 2019   22:29 31
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Ketika kantong dompet dari rata-rata anak muda di desa terisi dengan THR. Maka uang yang seharusnya mereka gunakan untuk hal-hal yang berunsur positif tapi sayang di sayang larinya uang tersebut lari ke hal negatif. Ya lebaran moment dimana bisa dipastikan dari rata-rata anak muda mengantongi uang dari hasil jerih payah yang sudah mereka kumpulkan dengan susah payah untuk menuju lebaran.

Hajatan dan Budaya Minuman

Sudah menjadi tradisi orang Jawa khususnya di pesisir utara. Kita kita runut mulai dari Cirebon kemudian terus ke arah timur yaitu Cirebon dan berlanjut ke Brebes, Tegal, Pemalang dan Pekalongan. Karena penulis dalam keseharian lebih mengenal daerah tersebut maka penulis lebih mendekatkan kepada empat daerah tersebut. Khususnya tempat dimana penulis dilahirkan yaitu Pemalang. Sebuah kota kecil di Jawa Tengah.

Budaya hajatan baik itu khitanan ataupun nikahan sangat terasa di daerah ini. Begitu lebaran selesai maka sehari setelah lebaran mata kita akan banyak menjumpai tenda-tenda pelaminanyang terpasang. Janur kuning bisa dipastikan melengkung dimana-mana dan suara sound system berkumandang berdendang selama 24 jam nonstop.

Ya itulah nuansa kampung dimana penulis dilahirkan dan beberapa kecamatan tetangga di Kabupaten Pemalang yang nampaknya sama seperti demikian dalam hal punya hajat.

Nah karena budaya punya hajat yang demikian adanya, sehingga pada malam harinya di tempat ajang tersebutlah mulai awal terjadinya coba-coba minuman. Bahkan tak jarang si empunya hajat sengaja menyediakan minuman tersebut sebagai salah satu syarat supaya aura malam hari menjadi semakin wah.

Nah dari sini sebetulnya star minuman keras itu mulai beredar. Moment hajatan sepertinya menjadi wajar untuk ajang menikmati minuman yang beralkohol.

Seperti yang penulis lihat semalam di dekat rumah saudara penulis yang hari itu punya hajat menikahkan anaknya. Setelah proses bersandingnya pengantin di panggung yang berkisar antara pada malam hari berkisar dari pukul 20.00 wib - 22.00 wib. Setelah para tamu sudah undur diri dan berpamitan dengan bersalam-salaman dengan si pengantin dan si tuan rumah.

Makaitulah mulai anak-anak muda tetangga setempat mulai berkumpul. Pengantin juga undur diri dari dari kursi pelaminan maka saat itu pula botol-botol minuman mengandung alkohol mulai menampakkan diri. Ketika penulis melihat botol minuman itu mulai keluar dari kerdus maka penulis terbayang 35 tahun lalu.

Penulis masih dapat mengingat dengan jelas. Ingatanku masih tajam jaman dahulu ketika ada orang sedang punya hajat, rasanya mata ini sudah tidak asing lagi melihat pemandangan minuman yang beralkohol. Sehingga kesimpulan saya bahwa apakah tradisi tersebut udah ada sejak dari dulu

Penulis juga doyan juga minum-minuman yang mengandung alkohol, cuma penulis minum hanya dengan ukuran yang sangat kecil dan hanya sebagai penghangat diri saja. Sehingga selama ini penulis tidak pernah mengalami yang namanya mabok. Karena menurut penulis jika seseorang minum sampai mabok maka artinya sudah sangat over alias berlebihan. Bagi penulis jika kita melakukan sesuatu yang berlebihan maka efeknya itu tidak baik.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun