Mohon tunggu...
kisno
kisno Mohon Tunggu... Ilmuwan - Linguis, Penerjemah, Juru Bahasa, Penulis Buku dan Artikel Ilmiah, Kritikus Pendidikan

Linguis, Penerjemah, Juru Bahasa, Penulis Buku dan Artikel Ilmiah, Kritikus Pendidikan

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Nasionalisme dan Patriotisme di Era Revolusi Industri 4.0 di Kalangan Anak Sekolah Menengah

5 Agustus 2019   14:06 Diperbarui: 5 Agustus 2019   17:52 1787
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Logo HUT RI ke-74 Sekretariat MSN | kabar24.bisnis.com

Hari ini khususnya, dan beberapa minggu sebelum tulisan ini dihasilkan, penulis menikmati sebuah suguhan yang menarik tentang bagaimana sikap dan tindakan yang ditunjukkan oleh siswa-siswi sekolah menengah pada saat mengikuti upacara bendera. Satu hal yang cukup menarik perhatian penulis, yakni wujud nasionalisme dan patriotisme yang ditunjukkan oleh para siswa-siswi tersebut. Dari pengamatan penulis, sikap tersebut sudah mengalami degradasi di zaman yang kental dengan aroma penggunaan teknologi ini.

Kita yang hidup di tahun ini sepantasnya bersyukur dengan keadaan yang sudah tidak lagi mengalami penjajahan seperti keadaan Indonesia sebelum tahun 1945. Artinya, pada saat tulisan ini diterbitkan, sudah hampir 74 tahun kita merasakan kebebasan untuk menjadi bangsa Indonesia itu sendiri tanpa harus manut kepada keinginan atau instruksi dari penjajah. Kita sudah memiliki kedaulatan sendiri, kita bebas menentukan apa yang harus kita lakukan terhadap bangsa ini tanpa dibayang-bayangi oleh rasa takut kepada penjajah. Namun, penulis belum melihat wujud dari rasa syukur itu sendiri yang "sedikit" dapat diperlihatkan melalui sikap dan tindakan para siswa-siswi.

Mari kita merenung dan berpikir sejenak dengan membandingkan apa yang tidak diterapkan di negara Indonesia untuk mewujudkan bela negara:

  1. Dari 196 jumlah negara yang ada di planet bumi, 17% di antaranya menerapkan sistem wajib militer, dan daftar negara-negara tersebut nota benenya adalah tetangga dekat Indonesia seperti Singapura, Myanmar, dan Thailand.
  2. Negara asal aliran K-Pop (Korea Selatan) yang saat ini digandrungi oleh kebanyakan generasi muda juga ternyata menerapkan wajib militer. Jadi masih banyak generasi muda yang menurut penulis "kebablasan" dalam mengidolakan hasil karya mereka, hanya melihat satu sisi saja yakni drama, atau musik, namun tidak menyadari adanya suatu pesan atau makna mengenai bela negara. Bisa jadi para penggemar tahu, namun lebih memilih cuek kala ada adegan bela negara disajikan.

Coba saja bayangkan, andai di Indonesia diterapkan program Wajib Militer, apakah nasionalisme dan patriotisme yang sudah dipelajari mulai dari bangku sekolah dasar hingga perguruan tinggi dapat diterapkan? Sudah siapkah mental dan fisik para generasi muda untuk mengikuti program wajib militer? Dan pertanyaan yang sama penulis munculkan kembali dalam tulisan ini, apakah memang harus Indonesia dijajah kembali agar tahu rasanya menunjukkan nasionalisme dan patriotisme?

Untuk para siswa-siswi khususnya di sekolah menengah, marilah menyadari kembali apa hikmah di balik sebuh kegiatan yang dinamakan "upacara" yang mungkin dianggap sepele, hanya sekadar baris-berbaris, hormat bendera, menyanyikan lagu-lagu nasional, mendengarkan arahan pembina upacara, dan selesai. Upacara bendera yang dilakukan setiap hari Senin mengandung lebih dari sekadar "ritual" tersebut dan jauh di atas itu memiliki makna yang "sakral".

Coba tempatkan diri pada ruang dan waktu yang tepat, sebagai contoh apa kegiatan sehari-hari yang termasuk kegiatan yang sakral? Katakanlah, "beribadah atau sembahyang", coba lihat sendiri, apakah saat beribadah diperkenankan "cengengesan", apakah diperkenankan iseng dan usil kepada peserta ibadah yang lain? Tentu tidak, demikian pula dengan upacara bendera, kalau masih berdiri selama kurang lebih 40 menit saja tidak becus, terlambat datang ke sekolah, terlambat pula masuk ke barisan, masih suka tertawa di dalam barisan saat upacara, masih mengormat dengan sikap tangan yang tidak sesuai, masih usil saat doa dibacakan dan masih tidak mampu mengingat atribut dan perlengkapan upacara, apakah ini layak disebut nasionalis dan patriotis? Lantas, apa hikmah yang diserap dari belajar Pendidikan Kewarganegaraan dan Sejarah Kemerdekaan Indonesia? Apakah semua itu hanya tertinggal di dalam buku bacaan siswa-siswi saja atau hilang setelah ujian semester atau penilaian harian diberikan?

Lebih dari 74 tahun yang lalu, mengibarkan bendera Merah Putih butuh perjuangan dan rasa waswas. Lebih dari 74 tahun yang lalu pula tidak mudah bagi kaum muda untuk datang ke sekolah dan mengikuti pembelajaran seperti mudahnya bersekolah masa kini, dan tidak mudah pula menemukan atribut dan perlengkapan upacara. Bahkan, untuk upacara sendiri pun dilakukan secara sembunyi-sembunyi karena nyawa menjadi taruhan yang serius apabila ditangkap oleh penjajah. Nikmat dari hasil kemerdekaan mana lagi yang sanggup generasi muda dustakan?

Cobalah mensyukuri hasil kemerdekaan Indonesia ini dengan menunjukkan sikap dan tindakan yang pantas saat mengikuti upacara bendera, karena generasi muda saat ini tidak lagi hidup dalam rasa cemas dan takut akan adanya penjajah secara fisik, namun cemaslah akan penjajah yang meracuni mental dan pikiran sehingga menjadi cuek dan tidak peduli dengan hal-hal yang sepantasnya menjadi bagian yang penting dalam hal kecil seperti upacara bendera.

Kalau hal sederhana seperti upacara bendera saja sudah tidak dianggap menjadi sesuatu yang serius, bagaimana lagi mau mewujudkan SDM Unggul, Indonesia maju? Bukankah aspek "Sikap" juga menjadi salah satu aspek yang dinilai dalam kurikulum masa kini?

Sebagian masa depan bangsa ini ada pada generasi muda Indonesia yang penulis amati saat ini. Sebagai penutup, ini bukan hanya penulis tujukan untuk genrasi muda, namun bagi seluruh warga Indonesia. Bagaimana mau unggul dan maju apabila tidak dimulai dari diri sendiri terlebih dahulu? Renungkanlah, dan kemudian wujudkan dengan baik dan pantas.

Selamat menjelang Hari Ulang Tahun ke-74 Republik Indonesia.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun