Mohon tunggu...
Izzuddin Muhammad
Izzuddin Muhammad Mohon Tunggu... Freelancer - hamba Allah

penulis pemula

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Yang Salah Siapa; Manusia atau Bebek?

28 Maret 2017   09:49 Diperbarui: 28 Maret 2017   18:00 463
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Kamu suka makan bebek, nggak? Kalau suka, ya udah, makan aja sana! Tapi beli dulu! Jangan nyolong! Nyolong kan haram! Kalau makan yang haram nanti masuk neraka. Di neraka nggak ada bidadari, nggak ada yang enak-enak. Pokoknya serem! Kata ustadzku gitu. Makanya jangan nyolong!

Aku, sejak kelas 6 SD tidak pernah lagi makan bebek. Baik dagingnya ataupun telurnya. Padahal telur asin terkenal banget ya. Terkenal asin. Terkenal enak. Dan lebih mahal dari telur biasa. Cuma, kalau udah makan telur asin atau daging bebek, tubuhku tiba-tiba dipenuhi polkadot kemerahan. (Eh, emang ada ya polkadot tapi merah? – ah, udah, anggap saja ada! Biar tulisan ini bisa lanjut) istilah medisnya; alergi. Kalau pengacara Jessica menyebutnya; alerhi.

Tulisan kali ini memang sengaja aku bikin agak berbeda. Ini gara-gara Pidi Baiq effect.Udah tahu belum Pidi Baiq itu siapa? Dia penulis, dia ilustrator, dia musisi, dia suami dari seorang wanita, dia ayah dari beberapa anak, dan dia... manusia. Sama kayak aku, kamu, Obama, Messi, dan lain-lain. Dia orang Bandung. Bukunya lumayan banyak. Tapi selingkung, diksi, dan gaya bahasanya beda dari penulis-penulis lain.

Enggak salah kan aku mencoba niru beliau? Kalau kamu mau nyalahin aku, bisa jadi kamu belum memahami dengan baik metode ATM (Amati Tiru Modifikasi). Jadi dalam ranah tulis menulis nih ya, mengamati itu dilakukan dengan membaca. Nggak Cuma baca satu tulisan, tapi harus banyak. Harus sering. Juga nggak bisa tulisan dari penulis yang sama. Harus banyak dan beragam. Kemudian meniru kita lakukan dengan mulai menulis. Nggak cukup sekali, semalam, atau hanya sejam. Menulis itu layaknya berjuang; harus konsisten dan disiplin. Nah, tahap akhir;modifikasi akan kita lakukan dengan sendirinya. Lama kelamaan bakalan ketemu kok gaya menulis kita tu cem mane.

Kenapa aku bahas bebek? Bukan karena ngidam makan bebek kok. Atau ngidam selfie bareng bebek. Cuma tadi pagi, waktu lagi buka Instagram, aku nemuin memeyang lumayan menggelitik. Begini ilustrasinya :

Manusia bilang ; Jalan kosong, dia nggak nyebrang, pas kita ngebut pake motor dia nyebrang. Yang dimaksud BEBEK.

Eh, ternyata bebek nggak tinggal diam. Bebek bilang :kita nggak mau nyebrang dia ngga ada, giliran kita mau nyebrang dia ada. Yang dimaksud MANUSIA.

Aku ketawa. Ngakak. Tapi nggak sampai sakit perut sih. Dan suatu kelucuan tak perlu dijelaskan secara ilmiah faktor ontologi dan epistemologinya. Karena humor itu relatif. Masing-masing punya sense yang berbeda. Kadang ada orang yang gampang banget ketawa, ada juga yang sulit ketawa. Ada yang bisa ketawa karena lihat orang joget-joget nggak jelas. Ada juga yang merasa joget tersebut sama sekali nggak lucu. Jadi, humor itu untuk dinikmati, bukan diperdebatkan.

Dari meme sederhana ini kita bisa menarik banyak pelajaran. Tapi kalau aku tulis semua nanti kalian jenuh membaca. Untuk itulah, dengan berbagai pertimbangan, hanya sedikit yang akan ku uraikan. Satu aja cukup, kan? Satu itu kan termasuk sedikit. Jadi istri satu itu bukannya setia, Cuma sedikit. Hehe.

Dalam meme di atas ada dua tokoh utama; manusia dan bebek. Keduanya sama-sama punya bahasa yang hanya dimengerti oleh spesies masing-masing. Coba ngomong pake bahasa manusia ke bebek. Bebek mana paham. Kalau bahasa isyarat beda lagi. Atau bebek yang ngewek-wek ke manusia. Apa manusia paham? Mungkin Cuma Nabi Sulaiman a.s aja yang paham. Sayang, aku Izzuddin bukan Nabi Sulaiman. Kamu juga, kamu ya kamu, bukan nabi Sulaiman.

Manusia, dalam memedi atas menyalahkan bebek karena dianggap menjadi semacam penghambat kala mereka melintasi sebuah jalan. Kamu pernah liat bebek nyebrang jalan, kan? Nah, sebagai makhluk Tuhan yang beradab kan nggak mungkin kita egois mau pakai jalan sendiri. Bebek juga berhak lewat. Uniknya, kok ya waktu kita ngebut pakai motor gerombolan bebek berbondong-bondong nyebrang. Tapi waktu  jalanan kosong dia malah nggak nyebrang. Suatu kondisi yang cukup mengesalkan bagi beberapa orang.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun