Mohon tunggu...
Nuri_Nurzikri
Nuri_Nurzikri Mohon Tunggu... Jurnalis - travelers, Motorist, Penyuka Buku, penikmat Kopi

Aku sudah banyak merasakan kepahitan dalam hidupku. dan yang paling pahit adalah berharap kepada manusia-Ali bin abuThalib.ra

Selanjutnya

Tutup

Financial

Debt Collector-Kreditor-Nasabah Siapa yang Bermasalah?

22 Mei 2021   21:03 Diperbarui: 22 Mei 2021   21:11 289
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Finansial. Sumber ilustrasi: PEXELS/Stevepb

Fenomena mencuatnya berita kasus 10 orang debt collector yang ditangkap di jakarta belakangan ini membuktikan permasalahan yang ada dan lemahnya lembaga keuangan untuk bisa menata sistem yang menjamin pengembalian pinjaman oleh debitur

Rasio kredit berkaitan erat dengan sistem pengembalian pinjaman kredit yang tidak bisa hanya dibebankan pada hilir (Collection) saja. Saat inisiasi awal kredit sangat penting prosesnya dijalankan dengan mengikuti aturan Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Peraturan Menteri Keuangan (PMK), dan surat edaran bank Indonesia (BI). semisal peraturan OJK terkait perlindungan konsumen lembaga keuangan, penerapan aturan prinsip mengenal nasabah, atau program anti pencucian uang.

Terdapat adagium dalam proses kerja "Barbage in-garbage out" ini berlaku juga dalam proses kredit. jika diawal sudah ada upaya rekayasa data calon nasabah, kemudian saat survei petugas tidak menjalankan kaidah Survei yang benar minimal pemeriksaan character-capacity-capital-collateral-condition atau disingkat (prinsip "5C") lalu komite kredit-pun tidak memfilter berkas dengan baik maka kemungkinan besar fraud kredit terjadi

mahfum biasanya calon debitur yang ingin memanfaatkan fasilitas kredit dari lembaga keuangan selalu "dibisiki" oleh marketing agar menyiapkan "bensin" untuk surveyor walaupun hal itu tidak selalu merepresentasikan semua petugas surveyor mau menerimanya. Atau ada juga petugas surveyor mendapatkan "insentive" (gratifikasi) dari marketing atau dealer atas "jasa"nya meng-goalkan (acc) berkas aplikasi kredit walau kejadian ini belum tentu menggambarkan pengalaman surveyor dari banyak lembaga keuangan. Biasanya kejadian "uang" bensin dan "Insentive" cukup rapi tertutup rapat dari 'Radar" pengawasan manajerial lembaga keuangan dan jika pun diketahui oleh supervisor, biasanya tutup mata dan cukup sama-sama tahu. ironisnya justru  sekarang banyak lembaga keuangan memberikan incentive jor-joran kepada marketing dan dealer untuk menjaring calon nasabah yang sudah barang tentu menjadi "beban" apabila berkas calon itu ditolak karena kriteria 5C kurang bagus.

Industri jasa keuangan merupakan bisnis yang menuntut kemampuan manajemen dalam mengelola resiko. disadari ke-resiko-annya oleh para pemodal, investor dan pengambil kebijakan. jika masuk ke industri ini untuk coba-coba, atau pemain baru, jangan harap dalam perjalanan bisnisnya akan mulus dan tidak "berdarah-darah". Catatan OJK telah banyak mencabut izin usaha lembaga keuangan yang "nanggung" dan setengah hati dalam menjalankan operasionalnya.

 untuk diketahui saja terkait pengelolaan lembaga keuangan di Indonesia, kesalahan dalam menerapkan regulasi oleh manajemen dapat menggelincirkan manajerial, direksi bahkan komisaris dalam tuntutan tindak pidana perbankan. beberapa syarat untuk menjadi pejabat lembaga keuangan cukup ketat dan dituangkan syarat-syaratnya dalam peraturan OJK. sertifikasi rutin berkala menjadi filter bagi manajerial lembaga keuangan agar tidak salah pengelolaan dan selalu menjalankan aturan usaha sesuai kebijakan keuangan di Indonesia.

Untuk beberapa lembaga keuangan seperti bank mungkin berbeda (kualitas) sistemnya dan juga telah memiliki pengawasan karyawan yang lebih ketat. Bank semestinya sudah (memiliki) menerapkan standar etika usaha dan standar etika perilaku karyawannya yang berkesesuaian dengan peraturan BI juga POJK. 

Namun lagi-lagi catatan kasus terkait sepak terjang debt collector perbankan yang menyalahi aturan dan juga pelayanan oknum marketing perbankan menorehkan gambaran penyimpangan dan pelanggaran seperti penyimpangan eksposure kredit, rasio kredit, plafond kredit dan jumlah kepemilikan kartu kredit banyak terjadi. ujung-ujungnya, desk coll melepas pengelolaan account ke bucket kolektibilitas kurang lancar. selanjutnya diturunkan debt collector yang melakukan penagihan dengan metode presure, menekan mengancam dan memainkan psikologis debitur. 

gambaran sederhana tentang jenis lembaga keuangan di Indonesia dapat dibedakan menjadi tiga kategori yaitu lembaga bank, lembaga bukan bank dan lembaga pembiayaan. Untuk lembaga bank dapt dibagi lagi dengan kategori bank umum dan bank perkreditan rakyat (BPR). untuk lembaga keuangan bukan bank dapat dibagi menjadi asuransi, dana pensiun dan sekuritas. sementara itu lembaga pembiayaan daoat dikategorikan menjadi perusahaan pembiayaan (finance company) dan modal ventura. 

Lembaga-lembaga diatas yang erat kaitannya dengan tugas-tugas penagihan (collection) sehingga mengharuskan membentuk satu departemen khusus penagihan dalam institusinya adalah bank dan lembaga pembiayaan. ini sejalan dengan core bisnis lembaga tersebut yang memang memiliki izin untuk memasarkan pendanaan atau membuka keran penyaluran kredit bagi masyarakat seperti pembiayaan investasi, pembiayaan modal kerja atau pembiyaan multiguna baik itu konsumtif, maupun pembelian barang.

Dalam proses penyaluran kredit tersebut tentunya lembaga keuangan memiliki divisi pemasaran (marketing) yang pada prosesnya memiliki target-target yang ditetapkan secara keras dan ketat. ini tentu hal yang umum dan lumrah dalam industri kredit dan pembiayaan dimana setiap dana yang didapatkan baik itu melalui penghimpunan dari masyarakat atau chaneling dituntut agar bisa (kembali) diserap masyarakat dan kemudian menghasilkan margin. proses pemasaran inilah menjadi celah krisis dimana pembangunan fondasi terbentuk apakah kemampuan bayar debitur cukup baik sehingga mampu mengembalikan cicilan pinjaman ataukah menjadi debitur yang gagal bayar dan menjadi fraud. ingat adagium diatas : garbage in-garbage out.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Financial Selengkapnya
Lihat Financial Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun