Mohon tunggu...
Kiky Rifky
Kiky Rifky Mohon Tunggu... Freelancer - Writer

Menulis untuk hidup abadi.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Alunan Biola Kematian

19 September 2022   21:55 Diperbarui: 19 September 2022   22:07 134
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash


Rasanya baru kemarin Ramadhan pergi, padahal Syawal hampir habis dilahap air mata. Kepergian Ramadhan lahirkan tangis-tangis bagi jiwa yang sepi. Rasa kecewa terus datang dan enggan pergi. Dikecewakan, sudah menjadi hal biasa bagi manusia asal tak kecewa dengan ketentuan Tuhan; sepahit apapun, Dia punya rencana terbaik yang tak diketahui manusia.


Inikah rindu? Rasa yang menelanjangiku di sudut mimpi. Rasa ini kian liar saat Syawal lalu kau tak juga kembali ke negerimu. Tiba-tiba, menjelang Dzulqa'dah kudengar kabar kau akan pulang untuk lamaran dan segera menikah dengan pacarmu. Apa kau akan melangsungkan pernikahanmu tepat di hari ulang tahunku? Ah, menyakitkan.


Dengan tetap tersenyum, aku bertanya, "Mengapa kau begitu tega?" Aku bisa menikah kapan saja dan dengan perempuan mana saja dengan sekali tunjuk, tapi aku tak ingin mengecewakanmu. Mana mungkin aku tega mengecewakan orang yang begitu kusayangi? Tapi kau, berapa mendung dan hujan yang kau ciptakan di wajah-wajah manusia?

Teman-temanku mengatakan aku pintar, ingatannya kuat, maka bodoh orang yang tak menerimaku. Tapi tidak denganmu, kan, Laila? Bagimu, aku tak seperti teman-teman seangkatanku yang punya pondok pesantren, punya mobil, istrinya sholihah, dan apalah-apalah. Aku tetaplah bodoh dan lugu yang bisa kau permainkan perasaannya kapanpun kau mau. Aku jadi sandaran hatimu sesaat untuk melepas letih.


Kau tahu? Aku kembali menjadi anak kecil yang belajar menggambar, kugambar wajahmu digelas tempatku ngopi yang pahit sebagai penawar rindu yang semakin liar. Menggambar di gelas tak semudah menggambar di kertas. Aku juga suka menulis puisi.


Akulah rindu
Lebur digerus waktu
Fikirku kau tau
Ingin kumilikimu
Entah, apatah menyatu
Mungkin juga tiada
Ungkap rahasia
Seuntai doa
Yang ada
Adanya
Hanya
Ingkar
Dan
Ah
;


Kau masih ingat kecintaanku, kan? Aku begitu cinta dengan hitam. Kopi yang katamu sangat pahit itu aku sangat cinta, warna hitam untuk pakaian juga aku cinta. Sempat berfikir untuk meninggalkan kegelapan selepas kepergianmu. Aku berusaha mencintai teh sebagai ganti, tapi tak bisa. Aku lebih dulu mencintai kopi sebelum orang-orang ramai bicara kopi, sebelum aku mengagumimu, Laila. Aku sadar, aku cinta kegelapan dan aku butuh cahaya, kupilih kau menjadi cahaya, pelita jiwa; kopi dan Laila.

Kau tak mungkin tahu, ketika kau chatt dengan pacarmu, aku tetap diam menyembunyikan dukaku sendirian. Ketika kau saling komentar dengan teman-temanmu membahas pernikahanmu, aku bersembunyi di balik senyum palsu. Ketika kau bosan, aku tetap setia menghiburmu. Bahkan ketika aku tau betul siapa pacarmu, aku masih saja mengemis keajaiban pada Tuhanku. Aku kurang goblok pye?


Aku berteman dengan siapapun, ketika aku masih kuliah, aku berteman akrab dengan anak usia 13 tahun tanpa malu untuk membantu berjuang. Aku memilih memperjuangkanmu lewat perjuangan yang tak pernah ternilai di matamu. Aku kurang goblok pye?


Kau mungkin tau, aku pandai merangkai kata indah sebagai gombalan berkelas, tapi kau tahu sendiri ketika kau meneleponku, tak ada yang bisa kukatakan selain "nggeh" dan "mboten" saja, selebihnya seperti balita yang belajar bicara. Padahal, mungkin aku bisa nggombal yang lebih pantas. Aku kurang goblok pye?


Kau ingat perjuangan kita? Ya, kita. Bukan aku saja atau kau saja. Doaku terus mengalir sejak kau masih di pondok, terus mengalir ketika kau bekerja dengan menanggalkan hijab sebagai na'ib dari orang tuamu yang telah lama tiada, terus berdoa hingga kau berhijab kembali. Aku terus menyemangatimu, bahkan ketika aku terlihat iseng memintamu bercadar, sesungguhnya aku telah meminta hal itu kepada Allah hingga Dia membuka hatimu untuk bercadar. Mungkin kau lupa akan hal ini dan aku masih saja diam. Indah bukan? Aku kurang goblok pye?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun