Mohon tunggu...
Wahyu Barata
Wahyu Barata Mohon Tunggu... Penulis - Marketing Perbankan

Wahyu Barata.Lahir di Garut 21 Oktober 1973. Menulis puisi, cerita pendek,dan artikel. Tulisan-tulisannya pernah dimuat di Sari Kata, majalah Aksara , Media Bersama, Kompas, Harian On Line Kabar Indonesia, beberapa antologi bersama, dan lain-lain.Kini bekerja sebagai marketing perbankan tinggal di Bandung.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Sejarah Stasiun Cicalengka

1 Agustus 2021   07:19 Diperbarui: 1 Agustus 2021   07:32 1010
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Foto Dokumentasi Pribadi

Bagi pengguna jasa kereta api di Cicalengka, Stasiun Cicalengka berperan sangat penting, urat nadi kehidupan, terutama kereta api kelas ekonomi dari Cicalengka tujuan ke Bandung, Padalarang.

Stasiun Cicalengka dipadati penumpang yang berangkat ke Bandung dan ke arah barat lagi, ke Cimahi, ke Padalarang, setiap hari. Selalu tampak kesibukan masyarakat sederhana.

Banyak pelanggan lama maupun baru kereta api dari jalur Cicalengka-Bandung-Padalarang, menurut beberapa petugas di Stasiun Bandung, dari hari ke hari semakin banyak penumpang asal Cicalengka dan Rancaekek. Banyaknya para penumpang dari Timur mencari nafkah di Bandung, atau hanya sekadar jalan-jalan.

Meskipun stasiun kecil, Stasiun Cicalengka di tenggara kota Bandung itu, adalah saksi bisu sejarah dunia dan Perang Kemerdekaan antara tahun 1945-1949, tetapi di masa sekarang sejarahnya mungkin dilupakan orang, di sela-sela kesibukan masyarakat sehari-hari dan peran stasiun itu bagi perekonomian.

Di masa Perang Kemerdekaan Indonesia Stasiun Cicalengka sempat menjadi tempat aktivitas pasukan Belanda yang mencoba meredam perlawanan para pejuang kemerdekaan Indonesia. Pasukan Belanda banyak melakukan aksi pembersihan terhadap para pejuang Indonesia pada tahun 1948, pasca pendudukan melalui Agresi Militer I operasi produk dari tanggal 21 Juli-5 Agustus 1947.

"Laman 41 Zelfstanding Verkennings Eskadron DeZelfstandinge Verkenningseskadron menuliskan  pengalaman mantan  anggota resimen Hazaren van Borrel , Letnan Satu H. H. Prinsen. Ia bersama pasukannya berangkat dari Stasiun Besar Bandung ke Stasiun Cicalengka.Pasukannya diperintahkan berpatroli melalui jalur darat yang berdampingan dengan rel yang mengarah ke Cibatu, Garut." (Solihat : 2014).

Konon pada saat itu pasukan Belanda mengirimkan dua peleton, mencoba meredam perlawanan Tentara Nasional Indonesia (TNI) dan Laskar Darul Islam Jalur Cicalengka, Nagreg, dan lintasan ke Majalaya dikuasai TNI.

H. H. Prinsen mengatakan, di jalur itu sering terjadi baku tembak antara pasukan Belanda dan pasukan Indonesia.

 Pasukan Belanda saling serang dengan pasukan TNI, tetapi selanjutnya berhadapan dengan laskar Darul Islam.

Beberapa catatan dari Gahetna mengungkapkan kehadiran pasukan Belanda ke Cicalengka pada operasi produk bermaksud  menguasai kembali perkebunan-perkebunan di sekitar. Di Cicalengka terdapat dua unit perkebunan, Sindangwangi yang mengusahakan tanaman karet, dan Mandalawangi. 

Kedua perkebunan ini menghilang di tahun 1980-an. Tanaman terakhir yang diusahakan adalah cengkih. Sisa-sisa tanaman cengkih di areal Sindangwangi sekarang masih bisa kita lihat dari dua sisi jalan raya Cicalengka-Nagreg, Kabupaten Bandung. 

Semua perkebunan di Cicalengka, Nagreg, Cijapati...berakhir pada tahun 1980-an. Sehingga banyak lahan kritis yang luas di kawasan itu, dan alih fungsi lahan yang semakin mengancam kelestarian lingkungan dan menyebabkan banjir.

Di masa Perang Dunia II dari Stasiun Cicalengka pernah dibangun rel tujuan Majalaya oleh pasukan Jepang, dengan mempekerjakan tawanan perang Belanda asal Bandung dan Cimahi. Namun pembangunan jalur kereta api dihentikan sebab pasukan Jepang kalah oleh pasukan sekutu.

Pembangunan jalur kereta api Cicalengja-Majalaya di antaranya dituturkan mantan tawanan perang dari Belanda yang saat itu menjadi pekerja paksa jalur itu, H. A. M. Liesker, yang ditulis Crince le Roy dalam buku Jomgens in de Mannenkampen. Catatan itu banyak  dijadikan acuan oleh Belanda atas sejarah pembangunan jalur kereta api dari Stasiun Cicalengka ke Stasiun Majalaya.

Pembangunan jalur kereta api Cicalengka-Majalaya dikerjakan oleh 2.500-an tawanan orang Belanda dari tanggal 31 Juli 1945 dan dihentikan pada tanggal 19 Agustus 1945. 1.000 orang dikerahkan dari  kamp Cikudapateuh dan kamp Baros Cimahi, ditambah 300 tawanan orang Eropa di Majalaya.

Para romusha (pekerja paksa) pada pembangunan rel Cicalengka-Majalata itu masing-masing ditempatkan di  kamp utara (dari arah Cicalengka) yang menurut peta dari H. A. M. Liesker berada di tengah sawah. Dan kamp selatan (dari Majalaya) di sekitar arah dari srasiun kereta api Majalaya.

Pembangunan jalur kereta api Cicalengka-Majalaya dibuat dengan mencabuti rel dari rute Majalaya-Dayeuhkolot. Sekarang yang tersisa dari Dayeuhkolot ke Banjaran-Ciwidey atau Bandung, masih relatif utuh.

Jejak-jejak bekas luntasan  jalurbkereta api Cicalengka-Majalaya itu sudah hilang, kalaupun ada sulit dikenali.  Banyak warga dan petugas Stasiun Cicalengka meragukan kalau di masa Perang Dunia II pernah dibangun rel Cicalengka-Majalaya. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun