Mohon tunggu...
Wahyu Barata
Wahyu Barata Mohon Tunggu... Penulis - Marketing Perbankan

Wahyu Barata.Lahir di Garut 21 Oktober 1973. Menulis puisi, cerita pendek,dan artikel. Tulisan-tulisannya pernah dimuat di Sari Kata, majalah Aksara , Media Bersama, Kompas, Harian On Line Kabar Indonesia, beberapa antologi bersama, dan lain-lain.Kini bekerja sebagai marketing perbankan tinggal di Bandung.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Merenungkan Usia di Pergantian Tahun 2020

3 Januari 2020   16:47 Diperbarui: 3 Januari 2020   16:55 131
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Memasuki pergantian tahun 2020, setidaknya ada sesuatu pada diri saya  yang juga berganti, ke arah yang lebih baik. Entah itu kematangan emosi, kemapanan finansial, kedewasaan mental, atau perubahan  yang paling kasat mata, perubahan fisik. Tak perlu takut kepada perubahan, tak perlu juga selalu ingin berubah karena hakikat hidup adalah proses.  Prose yang dinamis, media pembelajaran, media pendewasaan, dan alat untuk memanusiakan diri sendiri agar dapat menjadi lebih manusiawi.

Banyak hal di masa lalu  yang memiliki ikatan kuat dengan kekinian sehingga terkadamg kita merasa sulit melepaskan kenangan dan selalu ingin kembali hidup dengan kenangan. Waspadalah! Hidup dengan kenangan itu terkadang melenakan dan membuat kita malas berjalan ke depan menyongsong hidup yang sesungguhnya.

Menyambut pergantian tahun 2020 saya coba renungkan faktor penting yang bisa membuat kita terpacu membagun semangat beribadah. Ketika meluangkan waktu memikirkan dan mentadaburi usia kita sampai detik ini berapa tahun?  Tidakkah kita waktu yang tersedia lebih sedikit dari sekian banyak kewajiban kita.

Konon rata-rata manusia sekarang antara 60-70 tahun, jarang yang dapat melampauinya. Dan kita dituntut berpacu dan berkompetisi, memproduksi sebanyak mungkin  amal kebajikan dalam kurun waktu yang sangat singkat. Sangat berbeda dengan umat-umat terdahulu  yang rata-rata hidup lebih lama, seperti Nabi Adam Alaihi Salam kurang lebih 1.000 tahun, Nabi Nuh Alaihi Salam kurang lebih 950 tahun.

Orang bilang hidup ini seperti naik taksi, saat kita masuk argo berputar sangat cepat.Tidak kita sadari usia berputar, berjalan sangat singkat. Di saat bersamaan amal shaleh  kita masih sangat sedikit, belum cukup untuk dibawa menghadap Allah.

Misalnya jika seseorang usianya sampai 60 tahun, tidak semua umurnya produktif. Umur kita terpotong waktu tidur, rata-rata manusia menghabiskan waktu tidur 8 jam per hari, berarti kita menghabiskan waktu 20 tahun untuk tidur, tidur dianggap tidak produktif karena tidak menghasilkan prestasi apa-apa. Sehingga tersisa waktu 40 tahun lagi. 

Terpotong lagi dengan usia akil baligh, 15 tahun, tersisa waktu 25 tahun. Terpotong saat ke kamar mandi, makan dan aktivitas lainnya yang dianggap tidak produktif. Kalau dihitung bisa menghabiskan waktu 5 tahun. Sehingga tersisa waktu 20 tahun. Bila waktu menjadi modal manusiauntuk digunakan beribadah sebanyak-banyaknya untuk dibawa menghadap Allah.

Rasulullah Muhammad SAW bersabda,"Tidak ada seorang pun yang masuk surga karena amalnya." Para sahabat bertanya, "Tidak juga engkau ya Rasulullah?" Rasulullah SAW menjawab,"Ya, tidak juga aku.Seandainya bukan karena rahmat dan karunia Allaj kepada kita." Seandainya waktu 20 tahun digunakan untuk beribadah, ibadah kita tidak menjamin kita masuk surga. Hanya karena rahmat dan kasih sayang Allah, memberkahi usia, ilmu, harta, melampaui nominalnya.

Misalnya, Imam An Nawawi, ulama besar, penulis Kitab Riyadhu ash Shalihin, Al Adzkar, Arba'in An Nawawiyah, yang meninggal saat berusia 43 tahun. Tetapi ilmunya seakan-akan memperpanjang umurnya, seperti ribuan tahun. Itulah berkah dari sisi Allah.

Kita harus sering-sering  menghitung usia kita, dan menghisab diri sendiri, sudah maksimalkah shalat kita? Ibadah kita?Jangan-jangan besok atau lusa hidup kita berakhir?

Bagaimana keadaan jiwa saat kita menjadi tua dan pikun, lalu menjadi lemah, jauh dari ketegaran masa muda, berpadu dengan tanda-tanda kematian?Bagaimana kita menghadapi  kedatangan malaikat maut yang siap mencabut nyawa kita setiap waktu? 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun