Mohon tunggu...
Kiki RizkiDwitami
Kiki RizkiDwitami Mohon Tunggu... Lainnya - Siswa

Bersekolah di SMAN 1 PADALARANG

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

Rumah untuk Mazaya

22 Februari 2021   07:59 Diperbarui: 22 Februari 2021   08:03 440
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Novel. Sumber ilustrasi: PEXELS/Fotografierende

Seperti labirin yang tak bisa dipecahkan.

.

OO. Cahaya yang redup

Mazaya jelas sangat jauh dari kata bahagia. Hidup dalam tekanan jelas bukanlah sesuatu yang mampu membuatnya tertawa lepas. Kebahagiaannya terenggut sejak Ia duduk di bangku kelas enam sekolah dasar. Dimana ia mengetahui fakta dibalik pernikahan kedua orang tuanya.

Seiring dengan waktu berjalan, kebohongan-kebohongan yang disusun dengan rapi akhirnya terbongkar sedikit demi sedikit. Hal yang mana membuatnya terjatuh di usia yang terbilang muda. Tak cukup dengan jatuh, Ia dihancurkan dengan paksa begitu kebohongan itu tidak lagi disembunyikan dan dengan terang-terangan diperlihatkan didepan matanya dirinya benar-benar hancur.

Dan ditengah kehancurannya ia berusaha bangkit sendirian. Tidak dalam rangkulan atau dorongan seseorang, Ia terbiasa sendiri dan tak ingin ditemani walaupun faktanya ia benci sepi.

Tidak mudah menyatukan kembali puing-puing reruntuhan yang berceceran tak tentu arah. Butuh waktu yang lama untuk kembali utuh meski tak sempurna meskipun akhirnya ia berhasil membangun kembali benteng pertahanannya, rasa sakit, kecewa yang melekat tak kunjung sirna. Menjadi bom waktu yang bisa kapan saja meledak dan meruntuhkan benteng yang susah payah ia bangun.

Disaat itu pula ia menjadi pribadi yang berbeda namun tidak berubah. ia hanya mencoba menyembunyikan lukanya dibalik senyuman. Senyuman yang tidak pernah dimengerti oleh siapapun.

Melemparkan jaket yang baru saja ia lepas ke wajah seseorang adalah kebar-baran nazelo yang pertama pada sosok asing didepannya. Kebar-barannya yang kedua adalah menendang kaki yang tertekuk di atas aspal itu dengan main-main yang mana membuat empunya dihantam rasa terkejut dua kali berturut-turut.

Gadis itu tengah duduk dibahu jalan jembatan layang, dengan kedua kaki yang ditekuk didepan dada juga netra yang menatap kosong jalanan. Suasana yang mendukung, juga masalah yang menghampiri membuat kewarasannya terenggut dan berakhir menumpahkan semuanya dalam isak tangis ditengah keheningan malam. Hanya beberapa kendaraan yang berlalu-lalang dijam-jam seperti ini seakan-akan membuat dirinya lebih leluasan untuk lebih jujur kepada semesta.

Dan mazaya tidak mengerti, mengapa garis takdir membawanya untuk bertemu dengan sosok asing ditengah isak tangisnya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
  12. 12
  13. 13
  14. 14
  15. 15
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun