Mohon tunggu...
Kiki RizkiDwitami
Kiki RizkiDwitami Mohon Tunggu... Lainnya - Siswa

Bersekolah di SMAN 1 PADALARANG

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

Rumah untuk Mazaya

22 Februari 2021   07:59 Diperbarui: 22 Februari 2021   08:03 440
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Novel. Sumber ilustrasi: PEXELS/Fotografierende

"Berhenti aja, Nana. Janji yang pernah Kamu buat, Aku lepas. Aku nggak mau ngelepasin Kamu tapi Aku juga nggak bisa egois terus meluk Kamu dengan rasa sakit. Kamu berhak bahagia, Nana." Air mata itu kian deras, membasahi hampir seluruh wajah ayu gadis itu. Dengan bibir bergetar, Ia kembali melanjutkan, "Sekarang Kamu nggak usah terbebani sama harapan dan tuntuatan untuk berjuang, kalau menyerah adalah pilihan Kamu, Aku bakal nerima itu dengan lapang dada. Kamu pantas bahagia, Nazelo."

Raut wajah yang tadinya mengernyit menahan sakit kini mengukir senyum tertulus yang pernah Mazaya lihat, terlihat begitu indah dan mampu membuat rasa sakit didalam hatinya semakin menggila, "Te-terima kasihh Ma-zaya. A-aku mau ke-temu sama sahabathku du-lu. Hidup berbahagia, Yaya. Nana nunggu Yaya sukses dari sana. Mari ber-temu di kehidupan beri-kutnya, Mazaya."

Bersamaan dengan pintu yang dibuka kencang yang menghadirkan Dokter Andi dan beberapa perawat, Karamel Mazaya mendapati Jelaga Malam yang setia menemaninya itu perlahan menutup dengan senyum tulus yang masih terukir di wajah pucatnya. Isak tangisnya semakin kencang dengan kedua bahu yang bergetar hebat, Mazaya luruh dengan luka basah yang menganga dihatinya begitu bunyi electrocardiogram mengudara dengan nyaring. Disusul teriakan Dokter Andi yang memberi perintah,

"Siapkan Defibrillator! Atur sebanyak 360 joule."

"Shoot!"

Ditemani guyuran hujan diluar sana, Mazaya hancur tidak bersisa.

.

Waktu tidak pernah berhenti meskipun Kita hanya berdiam diri ditempat.

Meski telah bertahun-tahun terlewati, luka dihatinya masihlah sama. Menganga lebar dan tak kunjung mengering.

Kepergian sosok bak malaikatnya itu telah berlalu bertahun-tahun lamanya. Bertahun-tahun itu pula, Mazaya tersiksa dalam rasa sakit tak berujung. Terjebak dalam kekosongan yang hampa. Meski begitu, langkah kakinya tidak pernah berhenti meskipun hanya melangkah secara perlahan. Berusaha bangkit dari keterpurukan bukanlah hal yang mudah. Kehilangan Nazelo adalah kehancuran Mazaya untuk kesekian kalinya.

Beberapa hal yang sudah dialaminya dulu meninggalkan beberapa pelajaran. Dari bahagia hingga sedih, dari tawa sampai tangis, Mazaya mengingat semuanya. Bagaimana Ia merasa ditopang ketika Nazelo menemukannya untuk pertama kali saat dirinya berusaha mengakhiri hidup, bagaimana Ia merasa dipukul ketika Nazelo menceritakan pengalamannya yang membuat pikirannya terbuka lebar. Tawa bahagia ketika menghabiskan waktu bersama Nazelo tanpa dibayang-bayangi kematian. Sebelum akhirnya berubah menjadi tangis dalam diam ketika Ia harus menelan fakta pahit mengenai sahabatnya itu, lalu disusul dengan kepergian Nazelo yang masih menyisakan luka dihatinya. Mazaya masih menyimpannya disudut hati terdalamnya, berusaha agar tidak mendominasi hati kecilnya namun juga tidak berusaha membuangnya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
  12. 12
  13. 13
  14. 14
  15. 15
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun