Mohon tunggu...
Mas
Mas Mohon Tunggu... Freelancer - yesterday afternoon a writer, working for my country, a writer, a reader, all views of my writing are personal
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

There is so much weariness and disappointment in travel that people have to open up – in railway trains, over a fire, on the decks of steamers, and in the palm courts of hotels on a rainy day. They have to pass the time somehow, and they can pass it only with themselves. Like the characters in Chekhov they have no reserves – you learn the most intimate secrets. You get an impression of a world peopled by eccentrics, of odd professions, almost incredible stupidities, and, to balance them, amazing endurances— Graham Greene, The Lawless Roads (1939)

Selanjutnya

Tutup

Bahasa Pilihan

Kadang Kemringgis, Kadang Lo-Gue, Apa Kabar, Seneng Lihat Sampeyan

13 Januari 2022   09:18 Diperbarui: 13 Januari 2022   09:25 558
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ISTIMEWA/Tangkap layar Instagram @overheardjkt

Bahasa tidak bisa hanya didefinisikan sebagai alat untuk menyampaikan makna sebagai bagian dari komunikasi manusia. Signifikansinya sebagai pengalih pengetahuan umum adalah bukti dari peran dasarnya dalam membentuk pikiran kita sehubungan dengan bagaimana kita memandang dunia. 

Juga tidak mengherankan bahwa di planet berpenduduk yang diperkirakan mencapai 7.854.965.732 jiwa atau sebesar 7,85 miliar jiwa ini, percaya diri mengidentifikasi diri mereka sebagai bilingual, hasil dari pembelajaran bahasa global. 

Fenomena ini, seperti kita ketahui bersama, meninggalkan beberapa tanda di mana bahasa-bahasa tertentu diurutkan menurut penggunaannya oleh masyarakat dalam waktu, tempat, dan suasana tertentu, misalnya dalam pendidikan, birokrasi dan pekerjaan profesional. 

Akibatnya, kecenderungan untuk belajar hanya satu atau dua bahasa yang diyakini anak muda dapat memberikan mobilitas sosial dan ekonomi untuk masa depan mereka semakin meningkat, meninggalkan bahasa lain, khususnya bahasa daerah, terpinggirkan dan membusuk.

Hidup di negara yang beragam seperti Indonesia memiliki tantangan tersendiri dalam hal penggunaan bahasa. Dengan tidak kurang dari total 718 bahasa di Indonesia yang aktif digunakan, Indonesia tidak diragukan lagi merupakan salah satu negara dengan multibahasa terbanyak di dunia, membuat masyarakatnya setidaknya bilingual pada usia yang sangat muda. Anak Indonesia bahkan berpotensi terpapar tiga bahasa secara bersamaan jika orang tuanya berbeda suku, misalnya bahasa Jawa dari ayahnya, bahasa Sunda dari ibunya, bahasa Indonesia plus bahasa asing-Inggris, Belanda, Perancis, Arab, China-dari lingkungannya.

Bagaimana keragaman bahasa selalu bekerja dan dipraktikkan di Indonesia yang merupakan warisan yang harus diperjuangkan oleh bangsa Indonesia untuk dilindungi? Untuk apa menyelamatkan bahasa? Apa masalahnya jika satu bahasa punah karena memang tak ada lagi yang merasa butuh dan menggunakannya? Mengapa tak dibiarkan saja punah? Bukankah lebih baik bagi umat manusia jika semuanya bicara bahasa yang sama? Bukankah bahasa yang begitu beragam kerap menjadi hambatan komunikasi?

Sesungguhnya, bilingual atau multibahasa bukanlah hal baru di Indonesia. Menurut Dosen di Departemen Pendidikan Bahasa Inggris, Universitas Negeri Yogyakarta, Rasman penggunaan pola bahasa yang mencampur antar satu bahasa dan bahasa lainnya sudah ada sebelum tahun 1945.

Rasman memaparkan hampir semua orang mungkin pernah mencampurkan bahasa saat bercengkrama dengan orang lain, entah itu secara sadar ataupun tidak sadar. Sebab, pencampuran berbagai macam bahasa dalam komunikasi sehari-hari sebenarnya merupakan sesuatu yang alamiah kita lakukan setiap hari. 

Akan tetapi, ia mengatakan, dengan adanya status yang berbeda untuk bahasa Indonesia, bahasa asing, dan bahasa daerah, beserta dengan hierarkinya, pencampuran bahasa ini seolah menjadi praktik yang tidak baik. "Terkadang komunikasi justru bisa lebih bermakna jika menggunakan semua jenis bahasa yang dikuasai baik oleh pihak-pihak yang sedang berkomunikasi, dibandingkan dengan hanya menggunakan salah satu (bahasa) saja," ucapnya.

Meskipun ada yang setuju dan kurang setuju mengenai bicara dengan bahasa campur ini, penting untuk diketahui bahwa hampir setiap individu pasti pernah melakukannya dan berlanjut hingga saat ini dan masa yang akan datang.

Namun tantangan besar yang dihadapi negara saat ini adalah bagaimana mempertahankan, dan lebih jauh lagi, berbicara bahasa daerah selain bahasa nasional, Bahasa Indonesia, sebagai upaya untuk mencegah punahnya bahasa-bahasa tersebut di masa depan. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bahasa Selengkapnya
Lihat Bahasa Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun