Mohon tunggu...
khusnul khotimah
khusnul khotimah Mohon Tunggu... Guru - mahasiswa

nasehat

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Pengaruh Sikap Guru terhadap Perkembangan Psikologi Anak

23 Oktober 2019   07:35 Diperbarui: 23 Oktober 2019   11:23 1518
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Guru merupakan salah satu agen pembaharu dalam bidang dunia pendidikan, kepiawaian serta kewibawaan guru sangat menentukan proses belajar mengajar serta keberhasilan proses kegiatan belajar dan mengajar baik disekolah maupun diluar sekolah. 

Sikap seorang guru sangat berpengaruh terhadap perkembangan pola pikir dan psikologi seorang anak, mengapa demikian? Karena anak lebih banyak menghabiskan waktu disekolah, anak lebih banyak beninteraksi kepada guru karena hal tersebut maka guru dapat dikatakan sebagai orangtua kedua seorang anak. 

Sikap guru disekolah dapat dicontoh oleh muridnya, untuk itu seorang guru dituntut untuk selalu bisa memberikan contoh sikap terbaik walaupun dunia pendidikan yang dicicipi seorang anak bersumber dari lingkungan keluarga. 

Namun seiring berkembangnya zaman lingkungan keluarga tidak dapat sepenuhnya memberikan pendidikan yang seutuhnya sehingga munculah istilah " Guru Sebagai OrangTua Dalam Sistem Pendidikan Modern". 

Maka dari itu, karena peran guru sangat dibutuhkan bahkan menjadi salah satu agen pembaharu seorang guru harus bisa memberikan contoh sikap, pola bepikir bahkan pengaturan emosi yang baik. 

Memiliki dampak yang besar bagi pertunbuhan serta perkembangan seorang anak maka apapun yang guru ucapkan juga memberikan dampak sangat luar biasa terhadap perkembangan psikologi dan cara berpikir seorang anak. Jangan sampai seorang guru mengeluarkan kata-kata yang dapat memberikan pengaruh negatif ke anak.

Jika seorang anak sudah terdoktrin dengan kata-kata yang sering guru ucapkan kepadanya maka ia merasa itulah jati dirinya, dalam dunia sosiologi hal semacam ini disebut Labeling, labeling adalah penyimpangan yang disebabkan oleh pemberian cap/ label dari masyarakat kepada seseorang yang kemudian cenderung akan melanjutkan penyimpangan tersebut. Mengapa hal tersebut dikatakan peyimpangan? 

Karena jika hal keluar dari mulut seorang guru itu adalah perkataan yang negatif maka seorang siswa akan terus melakukan hal tersebut dan akan berdampak untuk jangka waktu yang panjang. 

Maka dari itu seorang guru harus harus mengerti ilmu-ilmu yang berhubungan dengan dengan perkembanga seorang peserta didik, fase-fase perkembangan peserta didik, bahkan faktor-faktor yang mempengaruhi peserta didik. 

Hal tersebut bertujuan agar seorang guru dapat memberikan harapan yang realistis terhadap peserta didik. Ini adalah hal yang penting, karena jika terlalu banyak yang diharapkan pada peserta didik, peserta didik akan mengembangkan perasaan tidak mampu jiak ia tidak mencapai standart yang ditetapkan oleh guru bahkan orangtua. 

Dengan guru memahami perkembangan peserta didik memudahkan memberikan bantuan dan pendidikan yang tepat sesuai dengan pola-pola dan tingkatan-tingkatan perkembangan peserta didik. Lebih dari itu, pengetahun psikologi perkembangan peserta didik akan dapat menimbulkan kesadaran terhadap diri sendiri, sehingga dapat melaksanakan tugas-tugas perkembangan dengan baik.[1]

Istilah perkembangan (development) dalam psikologi merupakan sebuah konsep yang cukup kompleks. Didalamnya terkandung banyak dimensi. Oleh sebab itu,untuk dapat memahami konsep dasar perkembangan, perlu dipahami beberapa konsep lain yang terkandung didalamnya. Secara sederhana, seifert dan Hoffnung (1994) mendefenisikan perkembangan sebagai "long-term changes in a person's growth, feelings, pattrens of thinking, social relationship, and motor skills" sementara itu, Caplin (2002) mengartikan perkembangan sebagai:

1.perubahan yang berkesinambungan dan progresif dalam organisme, dari lahir sampai mati.

2.pertumbuhan

3.perubahan dalam bentuk dan dalam integrasi dari bagian-bagian jasmaniah kedalam bagian-bagian fungsional

4.kedewasaan atau kemunculan pola-pola asasi dari tingkah laku yang tidak dipelajari

Menurut Reni Akbar Hawadi (2001) " perkembangan secara luas menunjuk pada keseluruhan proses perubahan dari potensi yang dimiliki individu dan tampil dalam kualiatas kemampuan, sifat dan ciri-ciri yang baru. Didalam istilah perkembangan juga tercakup konsep usia, yang diawali dari saat pembuahan dan berkahir dengan kematian". Menurut F.J. Monks, dkk., (2001), pengertian perkembangan menunjuk pada " suatu proses ke arah yang lebih sempurna dan tidak begitu saja dapat diulang kembali. Perkembanga menunjuk pada perubahan sikap tetap dan tidak dapat diputar kembali". Perkembangan juga dapat diartikan sebagai proses yang kekal dan tetap yang menuju ke arah suatu organisasi pada tingkat intregasi yang lebih tinggi, berdasarkan pertumbuhan, pemakasan, dan belajar.

Santrock (1996), menjelaskan pengertain perkembangan sebagai berikut:

Development is the pattren of change that begins at conception and centinues through the life span. Most development involes growth, although it includes decay as in death and dying). The pattren of movement is complex because it is product of several processes. --biological, cognitive, and sociometional".[2]

Kesimpulan umum yang dapat ditarik dari beberapa pengertian diatas adalah bahwa perkembangan tidaklah terbatas pada pengertian pertumbuhan yang semakin membesar, melaiankan di dalamnya juga terkandung serangkaian perubahan yang berlangsung secara terus-menerus dan bersifat tetap dari fungsi-fungsi jasmaniah dan rohaniah yang dimiliki individu menuju ke tahap kematangan melalui pertumbuhan, pemakasan dan belajar. Menyimak dari kesimpulan diatas di atas bahwa perkembangan tidak terbatas oleh ruang dan waktu dan perubahan mungkin saja dapat terus terjadi selagi jasmaniah dan rohaniah masih terus berfungi. Banyak ciri-ciri serta faktor-faktor yang dapat dilihat berdasarkan Psikologis, yaitu:

1. fase anak awal: umur 0-3 tahun. Pada akhir fase ini terjadi trotz pertama, yang ditandai dengan anak serba membantah atau menentang oranglain. Hal ini disebabkan mulai timbulnya kesadaran atau kemampuanya untuk berkemauan, sehingga ia ingin menguji kemampuannya itu.

2. fase keserasin sekolah: umur 3-13 tahun. Pada akhir masa ini timbul sifat trotz kedua, dimana anak mulai serba membantah lagi, suka menentang kepada orang laian, terutama kepada orangtuanya. Gejala ini sebenarnya adalah gejala yang biasa, sebagai akibat kesadaran fisiknya, sifat berpikir yang dirasa lebih maju daripada oranglain, keyakinan yang dianggap benar dan sebagianya, tetapi yang dirasakan sebagai keguncangan.

3. fase kematangan: umur 13-21 tahun, yaitu mulai setelah berakhirnya gejala-gejala trotz kedua. Anak mulai menyadari kekurangan-kekurangan dan kelebihan-kelebihannya, yang dihadapi dengan sikap sewajarnya. Ia mulai dapat menghargai pendapat orang lain, dapat memberikan toleransi terhadap keyakinan orang lain, karena menyadari bahwa orang lain pun mempunyai hak yang sama. Masa inilah yang merupakan masa bangkitnya atau terbentuknya kepribadian menuju kemantapan.[3]

Dari tiga periodesasi diatas terbukti bahwa, peserta didik harus mendapatkan asupan sugesti yang positif setiap harinya. Mengapa demikian? Karena pada masa-masa tersebut peserta didik sedang berusaha mencari jati dirinya. Dan peran seorang guru adalah mengarahkan serta membimbing agar peserta didik dapat menemukan jati diri yang baik dengan melalui proses yang baik.

Jika peserta didik belum mampu menangkap pelajaran yang disampaikan oleh guru, tugas seorang guru adalah berusaha bagaimana peserat didik dapat mengkap dengan mudah materi apa yang disampaikan oleh guru. Dan seorang gurupun harus sering-sering memberi motifasi belajar kepada peserta didik. Jangan sampai keluar dari mulut seorang guru kata-kata yang dapat memberi pengaruh negatif kepada murid, contoh kata-kata negatif yang sering guru ucapkan adalah:

1. lama sekali kamu menangkap pelajaran/ materi ini

2. Dasar bodoh

3. Kamu tidak bisa mengikuti pelajaran dengan baik

Kata-kata diatas adalah sebagian kecil dari kata-kata yang sering diucapkan guru, yang mana jika kata-kata ini terus diulang dan akan terekam di otak peserta didik maka dampaknya akan terbawa hingga peserta didik tumbuh dewasa. Dampaknya adalah peserta didik tidak percaya diri dengan kemampuan yang ia miliki, perserta didik tidak mau berusaha karena ia merasa bahwa kata-kata ini sudah menjadi jati dirinya, peserta didik akan merasa terkucilkan dan terasingkan, peserta didik akan selalau berpikiran negative thinking tentang dirinya.

Keberhasilan memajemen kelas di pengaruhi beberapa faktor, yaitu bisa melalui faktor sekolah maupun faktor pribadi guru sendiri, jika seorang guru benar-benar memiliki kemampuan didalam memanajemen kelas dan benar-benar ingin melalukannya, maka keadaan kelas akan kondusif. Namun, jika seorang guru hanya terfokus pada kegiatan pengajaran kelas tanpa memperhatikan manajerial kelas maka keadaan kelas tidak akan berjalan maksimal. Selain itu faktor dari sekolah juga turut memegang peranan dalam penyediaan fasilitas pendidikan yang memadai.[4]

Perkembangan yang dipengaruhi oleh ingatan dan pikiran disebut dengan perkembangan kognitif hal ini dikemukakan oleh Piaget, berikut adalah konsep dan prinsip tentang sifat-sifat perkembangan kognitif anak, di antaranya

1. Anak menyesuaikan diri dengan lingkungan melalui proses asimilasi dan akomodasi. Dalam menggunakan dan mengadaptasi skema meraka, ada dua proses yang bertanggung jawab, yaitu assimilation dan accomodation. Asimilasi terjadi ketika seorang anak memasukkan pengetahuan baru ke dalam pengetahuan yang sudah ada, yakni anak mengasimilasikan lingkungan ke dalam suatu skema. Akomodasi terjadi ketika anak menyesuaikan diri pada informasi baru, yakni anak menyesuaikan skema mereka dengan lingkungannya.

2. Proses ekuilibrasi menunjukkan adanya peningkatan ke arah bentuk-bentuk pemikiran yang lebih kompleks. Menurut Piaget, melalui kedua proses penyesuaian-asimilasi dan akomodasi sistem kognisi seseorang berkembang dari satu tahap ketahap yang selanjutnya, sehingga kedang-kadang mencapai keadaan equilibrium, yakni keadaan seimbang antara sturktur kognisinya dan pengalamanya di lingkungan. Seseorang akan selalu berupaya agar keadaan seimbang tersebut selalu tercapai dengan keadaan dua proses di atas.

Piaget juga meyakini bahwa pemikiran seorang anak berkembang melalui serangkaian tahap pemikiran dari masa bayi hingga masa dewasa. Dalam hal ini Piaget membagi tahapan perkembangan tahapan kognitif manusia menjadi empat tahap, yaitu:

1. Tahap sensori-motorik (sejak lahir sampai usia 2 tahun)

2. Tahap pra-operasional (usia 2 tahun sampai 7 tahun)

3. Tahap konkret operasional (usia 7 sampai 11 tahun)

4. Tahap operasional formal (usia 11 tahun ke atas)

Jadi, dari seluruh penjabaran diatas dapat dapat disimpulkan bahwa peran seorang guru tidak hanya menjadi tenaga pendidik dengan memberikan seribu materi saja, namun seorang guru juga harus bisa memberikan contoh sikap bahkan ucapan yang baik kepada muridnya. Karena semua hal yang guru ucapkan atau yang lakukan di depan muridnya akan direkam oleh sang murid dan bisa menjadi karakter dari murid tersebut.

DAFTAR PUSTAKA

Desmita, psikologi perkembangan anak, Bandung, remaja rosdakarya 2011

Mursalin,dkk, peran guru dalam melaksankan manajemen kelas di gugus bungong seulangake kecamatan syiah kuala banda aceh, jurnal ilmiah pendidikan guru sekolah dasar. 2 (1):105-114

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun