Mohon tunggu...
Khusnul Zaini
Khusnul Zaini Mohon Tunggu... Pengacara - Libero Zona Mista

Menulis Semata Mencerahkan dan Melawan ....!!!

Selanjutnya

Tutup

Politik

Praktik Teori Konflik "Tiga King Maker" Menuju RI Satu 2024

14 Maret 2023   22:37 Diperbarui: 18 Maret 2023   16:17 1393
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Memasuki tahun politik menjelang pelaksanaan Pilleg-Pilpres 2024 menjadi hal biasa soal kasak-kusuk para aktor politikus-intelektual-pemodal-aktivis politik sebagai King Maker yang memainkan dan mengambil perannya masing-masing. Apapun dalih politik yang disuarakan para aktor itu, sandarannya semata demi "menjaga dan tegaknya hukum dan domokrasi di Indonesia" untuk menuju cita-cita "KEADILAN SOSOAL BAGI SELURUH RAKYAT INDONESIA".

Ralph Gustav Dahrendorf, seorang sosiolog, filsuf, ilmuwan politik, dan politikus liberal Jerman-Britania yang dengan kepakarannya mampu menjelaskan dan menganalisis pembagian kelas di masyarakat modern dan diakui sebagai "salah satu pemikir paling berpengaruh di masanya".

Menurut Ralf Dahrendorf, bahwa "konflik akan muncul melalui relasi-relasi sosial dalam sistem. Oleh sebab itu, konflik tidak mungkin melibatkan individu ataupun kelompok yang tidak terhubung dalam sistem". Tafsir dari simpulan pernyataan ini, bisa mewakili berbagai manuver politik Para King mewakili Parpol yang dikendalikan dalam upayanya memenangkan pemilu legislative maupun Pilkada/Pilpres memasuki tahun politik 2024.

Manuver-manuver politik pengorganisasian massa harus dilakukan para King Maker untuk meraih dukungan publik, karena berdasarkan paparan Teori Dahrendorf menyimpulkan bahwa "relasi-relasi di struktur sosial ditentukan oleh kekuasaan atas kontrol dan sanksi yang memungkinkan pemilik kekuasaan memberikan perintah dan meraih keuntungan dari mereka yang tidak berkuasa".

Konflik menjadi bagian dari gejala sosial yang selalu hadir dalam kehidupan manusia. Sifatnya inheren artinya konflik akan terus terjadi setiap ruang dan waktu, di mana saja dan kapan saja. Dalam pandangan ini, masyarakat menjadi arena atau tempat konflik atau pertentangan dan integrasi yang senantiasa berlangsung. Konflik dan integrasi sosial menjadi gejala yang selalu ada dalam setiap kehidupan sosial. Adapun hal-hal yang mempengaruhi munculnya konflik dan integrasi adalah adanya persamaan dan perbedaan kepentingan sosial.

Konflik kepentingan menjadi sesuatu yang tidak dapat terhindarkan dari relasi antara pemilik kekuasaan dan mereka yang tidak berkuasa. Dalam hal ini Dahrendorf juga tidak melihat masyarakat sebagai suatu hal yang statis, tetapi dapat berubah oleh adanya konflik sosial yang terjadi.

Pertanyaannya kemudian mengkrucut pada pertanyaan inti, siapa yang sebenarnya para King Maker dimaksud? Meski tidak mudah untuk membuktikan atau dibuktikan peran dan tindakan langsung yang dilakukan secara terperinci proses pembuktiannya seperti dalam penanganan peradilan kasus pidana, perdata dan tata usaha negara, tetapi public bisa mereka-reka siapa sosok sejatinya para King Maker yang dimaksudkan.

Kepentingan untuk mengamankan seluruh bisnis yang dikelolanya (tambang, perkebunan, Listrik, Media Massa, Property) sekaligus menjaga kredibilitas nama baik sehingga mampu membayar hutang tepat waktu, ataupun menjaga kasus Hambalang tidak dibuka lebih dalam lagi kasusnya, sebagaimana "pesan politis pemasangan Baliho" mantan Ketua Umum Partai Demokrat Anas Urbaningrum akan segera bebas setelah menjalani hukuman 8 tahun penjara setelah permohonan peninjauan kembali (PK) dikabulkan MA, yang sebelumnya putusan Majelis Hakim Kasasi yang dipimpin Artidjo Alkostar menjatuhkan vonis 14 tahun penjara.

Pertimbangan kepentingan ekonomi-politik itu yang harus melakukan manuver politik untuk membangun dukungan massa dengan menjual sosok Anies Baswedan sebagai simbol kemenangan politik identitas, maupun kemasan prestasinya sebagai Gubernur selama memimpin DKI Jakarta. Terlepas apakah kandidat yang akan diusung tidak bermasalah dan bersih dari dugaan tindak pidana yang sedang marak menjadi perdebatan publik saat ini.

Mencermati strategi pemenangan kontestasi Pilpres sebagaimana potret manuver politik King Maker beserta calon yang berstatus masih dijanjikan ini, secara politik King Maker telah membuat "pagar betis politis lewat mobilisasi dan dukungan massif rakyat" yang sejatinya tidak memahami situasi dan kondisi politik sebenarnya dari skenario para King Master ini.

Andaikata bakal calon yang masih dijanjikan akan diusung berhasil mendapat dukungan rakyat secara massif, tetapi kemudian gagal diusung karena kasus pidana yang harus dipertanggungjawabkan, maka tuduhan public atas kegagalan pengusungan itu akan mengarah pada pemerintah  yang melakukan kriminalisasi karena takut calon kontestan yang dikehendaki kalah dalam pemilihan nanti.

  

Disinyalir, dalam situasi saat ini, para King Maker telah memanfaatkan "stigmatisasi kelompok 9 Naga sebagai Oligark penentu dan pengendali Presiden terpilih 2024". Apakah benar dan bisa dibuktikan kebenaran stigma itu? atau justru ada upaya "mobilisasi pemikiran massa mengambang (Floating Mass)" dengan menempatkan kelompok 9 Naga sebagai korban "praktik politik kambing hitam" dari para pelaku sebenarnya?

Andai benar ada peran kelompok 9 Naga memainkan peran sentralnya, tentu posisi dan peran yang sedang dijalankan para King Maker saat ini diduga sebagai kepanjangan tangan kelompok 9 Naga, yang juga diduga selama ini para pelakunya sudah menjadi bagian dari para penguasa pemerintahan saat ini maupun pada masa-masa pemerintahan sebelumnya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun