Mohon tunggu...
Khusnul Zaini
Khusnul Zaini Mohon Tunggu... Pengacara - Libero Zona Mista

Menulis Semata Mencerahkan dan Melawan ....!!!

Selanjutnya

Tutup

Nature

Antisipasi Utopia "Jangka Benah Kebun Rakyat" Mengarah Oligarki

24 Oktober 2021   22:02 Diperbarui: 25 Oktober 2021   03:13 621
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Nature. Sumber ilustrasi: Unsplash

Memasukkan klausul soal "Jangka Benah Kebun Rakyat" itu, sejatinya untuk kepentingan siapa? Kalau demi ketahanan pangan nasional, sesungguhnya mewakili siapa? Dan kalau untuk mensejahterakan rakyat, apa dan mana pembanding sebagai buktinya?

"Gugatan secara intelektual, setidaknya patut ditujukan kepada para penggagas dan perumus PermenLHK.No.9/2021 tentang Pengelolaan Perhutanan Sosial ini. Mengapa? Karena esensi PermenLHK ini, ruhnya ada pada klausul BAB V, Pasal 177 ayat keseluruhan"

Judul PermenLHK.No.9/2021 "Pengelolaan Perhutanan Sosial" itu, diduga hanya kamuflase politis semata. Mengapa? Karena esensi keseluruhan materialnya tidak merubah beberapa aturan hukum sebelumnya, selain memasukkan klausula baru "Jangka Benah Kebun Rakyat".

Jastifikasi simpulan di atas, akan relevan dan argumentatif jika dibedah secara kritis makna klausul BAB XII, Ketentuan Penutup, Pasal 199 ayat keseluruhan. yang diawali dengan kalimat "Pada saat ..." dan diakhiri dengan kalimat "... dicabut dan dinyatakan tidak berlaku".

Penggunaan diksi kalimat "Jangka Benah Kebun Rakyat" seakan diyakini bisa dijadikan strategi dan solusi pembenahan kawasan hutan yang telah terlanjur dibuka masyarakat menjadi kebun, khususnya sawit untuk dikembalikan menjadi kawasan hutan kembali.

Keberadaan sebuah aturan hukum yang berisikan instruksi dan perintah ini, diduga tidak melalui konsultasi publik dengan melibatkan pelaku langsung petani sawit swadaya. Sehingga, rekomendasi para aktor yang merepresentasikan petani sawit swadaya menjadi kebablasan.

"Tidak ada hasil studi yang menyatakan secara tegas bahwa dampak sawit swadaya rakyat mengakibatkan rusaknya ekosistem, mengakibatkan bencana alam, merugikan perekonominian negara, hingga pemboikotan pedagangan CPO di pasar internasional"

Kesewadayaan rakyat menanam sawit, semata didasari pengetahuan dan pengalaman petani bertahun-tahun, dengan investasi modal sendiri, mengalami kerugian karena tertipu bibit yang salah, biaya pembelian pupuk tanpa ada subsidi dari pihak manapun.

Kalaupun ada pembinaan dan bantuan subsidi pemerintah, nilainya tidak signifikan dengan jumlah sesungguhnya. Petani sawit swadaya rela menjual dan menggadaikan apa saja miliknya, semata untuk berjudi selama 5 (lima) tahun sambil menunggu hasil kebun sawitnya.

Bagaimana dengan berbagai izin pembangunan PLTU, tambang Batubara, eksplorasi-eksploitasi tambang batubara, emas, gas bumi, dan pembangunan jalam di lokasi kawasan hutan produksi yang sudah dibebani IUPHHK-HA/HTI/RE dan hutan konservasi?

"Simpulannya, tidak ditemukan alasan pembenar skema "Jangka Benah Kebun Rakyat" bisa memulihkan kerusakan lingkungan, hingga mengembalikan kawasan hutan menjadi lebih baik. Keseluruhan argumen masih berbasis asumsi dan prediksi tanpa kalkulasi bukti empiris" 

Untuk meyakinkan rakyat, harus ada pembanding yang bisa dilihat langsung hasil dan manfaatnya. Selama ini, petani sawit swadaya meyakini dengan apa yang dilakukan, karena ada jaminan pasar/pembeli dengan harga memadai.

Mengapa rakyat secara masif mengganti pohon karet dengan kebun sawit? Karena mereka cerdas dan terlatih berdasar pengalaman bertahun-tahun berstrategi dan bertahan hidup, hingga paham terhadap apa yang harus dilakukan dan resiko yang akan dihadapi sendirian.

Memasukkan klausul soal "Jangka Benah Kebun Rakyat" ini, sejatinya untuk kepentingan siapa? Kalau demi ketahanan pangan nasional, sesungguhnya mewakili siapa? Dan kalau untuk mensejahterakan rakyat, apa dan mana pembanding sebagai buktinya?

"Jangan sampai ada produk aturan hukum sekedar bisnis anggaran negara bagi elite birokrat dengan dalih mengisi kekosongan aturan, semata simpulan representasi elite NGO pusat, dan akademisi yang mendapat pengakuan karena jam terbang mumpuni sebagai konsultan"

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun