Mohon tunggu...
Khusnul Zaini
Khusnul Zaini Mohon Tunggu... Pengacara - Libero Zona Mista

Menulis Semata Mencerahkan dan Melawan ....!!!

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Tarian Erotik Para Jenderal (Purna) di Panggung Sipil KLB Demokrat

12 Maret 2021   13:29 Diperbarui: 18 Maret 2021   17:45 943
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Konflik keluarga itu, diawali ketika sang ayah menyiapkan testament harta waris dengan cara kurang lazim. Menganak-emaskan salah satu ahli waris, sehingga membuat marah dan perlawanan istri dan anak-anak lainnya.

Akibatnya, ada anak yang kecewa lalu meninggalkan rumah. Sedangkan anak yang melawan diusir dari rumah. Istrinya yang juga kecewa dan marah, akhirnya manggugat cerai sepihak.

Analogi di atas, mungkin relevan dengan tragedi Partai Demokrat. Proses akhir soal siapa yang diakui dan disyahkan kemenkumham, menjadi jawaban analogi soal diterima atau ditolaknya gugatan cerai sang Istri, mewakili kubu Partai Demokrat hasil KLB Deli Serdang.

Suguhan hingar bingarnya berita kegaduhan Partai Demokrat, mestinya tidak dipahami hanya persoalan internal Partai Demokrat semata. Dibalik kasus ini, sejatinya ada pesan politik yang menjelaskan banyak hal menjelang gelaran suksesi 2024.

Ini menyangkut soal, siapa yang punya modal sumber daya lebih? siapa yang punya jaringan dan dukungan luas? siapa yang harus dikerdilkan peluangnya? siapa yang bisa mengorganisir massa? Massa seperti apa yang bisa dimobilisasi? dan siapa yang bisa diajak koalisi politik?

Kembali ke soal judul opini ini, sejatinya perseteruan tidak semata menyangkut dua figure Soesilo Bambang Yudhoyono (SBY) dan Moeldoko. Diduga ada keterlibatan aktor Jenderal purna lain dibelakangnya, yang bergabung dan mendukung kepada beliau berdua.

"Benih perseteruan ini, diduga berawal dari gelaran Kongres V Partai Demokrat di Jakarta 15 Maret 2020. Sepertinya SBY diduga "menerapkan cara Machiavelli" dan memaksakan AHY menjadi pengganti Ketua Umum Partai Demokrat periode 2020-2025"

Niccol Machiavelli, diplomat dan politikus Italia sekaligus filsuf, dalam bukunya "Il Principe atau Sang Pangeran" menguraikan suatu tindakan yang bisa/perlu dilakukan seseorang mencapai tujuan atau mempertahankan kekuasaan dengan menghalalkan segala cara.

Dalam teorinya, Machiavelli mengakui bahwa hukum yang baik dan tentara yang baik merupakan dasar suatu tatatan sistem politik yang baik. Namun karena paksaan dapat menciptakan legalitas, maka perhatiannya menitik-beratkan pada paksaan.

Oleh karena itu, Machiavelli menyimpulkan bahwa ketakutan selalu tepat digunakan, seperti halnya kekerasan yang secara efektif dapat mengontrol legalitas. Seseorang akan patuh hanya karena takut terhadap suatu konsekuensi, baik kehilangan kehidupan atau kepemilikan.

Implikasi penjabaran teori diatas, menjadi relevan jika ada fungsionaris partai yang melawan, karena melihat gelagat ada tokoh partai tertentu ingin menguasai dan memiliki partai, maka dengan terpaksa tunduk karena tekanan psykologis, atau kalah voting sesuai mekanisme persidangan dalam kongres.

"Analogi dalam memahami teori pemikiran Machiavelli, diduga SBY menerapkan strateginya dengan "pendekatan medis bukan etis" ketika situasi dan kondisi partai sedang menghadapi penggembosan loyalitas"

Oleh karenanya, jika ada kader partai yang berkhianat harus diamputasi sebelum menginfeksi kader partai lainnya. Setidaknya SBY melihat kegaduhan internal partai seperti kondisi medan perang yang harus ditaklukkan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun