Mohon tunggu...
Khusniyati Masykuroh
Khusniyati Masykuroh Mohon Tunggu... Dosen - Mother, Dreamer, Lecturer, Teacher, Trainer

Bertasbih dalam setiap hembusan nafas, Berbagi dalam setiap langkah

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Pengasuhan Ramah Otak Anak di Masa Pandemi

24 Juli 2021   23:47 Diperbarui: 25 Juli 2021   00:16 182
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Masa pandemi Covid-19 yang melanda Indonesia sejak bulan Februari 2021 belum berakhir hingga hari ini, bahkan  semakin meningkat tajam. Data yang dikeluarkan oleh Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 melalui situs informasi resmi htpps://covid19.go.id menunjukkan per hari Sabtu, 24 Juli 2021 total masyarakat Indonesia yang terlapor positif sejumlah 3.127.826 orang, sembuh 2.471.678 orang, dan meninggal duni 82.013 orang. Kondisi ini merubah seluruh tatanan kehidupan masyarakat, termasuk pendidikan dimana anak-anak tidak bisa lagi berangkat ke sekolah dan harus belajar serta bermain bersama orangtua di rumah.

Rumah idealnya adalah tempat yang paling nyaman bagi anak karena bisa berkumpul bersama keluarga dan melakukan segala aktivitas secara bersama. Namun fakta ternyata berbicara lain. Menurut catatan Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak pada 1 Januari sampai dengan 19 Juni 2020 terjadi 3.087 kasus kekerasan terhadap anak sangat tinggi yaitu 852 kekerasan fisik, 786 kekerasan psikis, dan 1.848 kasus kekerasan seksual. Sedangkan berdasarkan Laporan Kinerja Komisi Perlidungan Anak Indonesia (KPAI) Tahun 2020 tercatat KPAI menerima 6.519 pengaduan kasus  pelanggaran hak anak. Dari laporan tersebut, diperoleh data bahwa kasus kluster keluarga dan  pengasuhan alternatif menduduki tempat paling tinggi yaitu 1.622 kasus. Dari data tersebut, dapat disimpulkan bahwa  selama masa pandemi, angka kekerasan tertinggi disumbang oleh kluster keluarga yang artinya anak-anak tidak mendapatkan perlindungan di rumah akibat pola asuh yang tidak ramah sehingga beresiko tumbuh kembang anak menjadi terhambat.


Pengasuhan Ramah Otak Anak

Otak manusia diciptakan Allah untuk sebagai alat untuk berpikir. Berbeda dengan binatang, meskipun memiliki otak, namun tidak digunakak untuk berpikir. Pada masa usia dini otak anak berkembang sangat pesat. Lima tahun pertama kehidupan adalah masa kritis perkembangan otak anak (Elliot, 1999). Pada masa ini dendrit-dendrit otak tersambung dan diperkirakan mencapai 100 milliar sambungan (Miller & Cummings, 2007). Kondisi inilah yang dinamakan masa keemasan dimana  memungkinkan anak untuk beradaptasi dengan berbagai hal, mengenal bahasa, norma dan budaya, serta mengeksplorasi berbagai hal yang ada di sekitar anak.

Pola asuh orangtua  sangat mempengaruhi proses tumbuh kembang. Anak yang diasuh dengan kekerasan baik fisik, psikis, maupun seksual maka otaknya akan mengalami kesulitan untuk berkembang secara optimal. Pengasuhan dengan memberikan stimulasi positif sejak dini akan mempengaruhi perkembangan otak anak. Stimulasi akan menghasilkan hormon-horman, memperkuat, dan membentuk sambungan sel-sel syaraf baru.

Dalam situasi pandemi Covid-19 orangtua pasti juga mengalami tekanan akibat perubahan sistem kerja, penghasilan, bahkan tidak sedikit yang kehilangan pekerjaaan maupun mengalami masalah kesehatan. Stress yang dialami orangtua bila tidak segera diselesaikan akan berdampak pada model pengasuhan yang juga menekan anak, sehingga timbul berbagai bentuk kekerasan. Oleh karena itu orangtua harus segera melakukan penyesuaian diri terhadap segala kesulitan, dan menjalankan pola asuh yang ramah otak anak supaya tumbuh kembang anak bisa optimal.

Untuk mendukung perkembangan otak anak, orangtua harus mencukupi kebutuhan nutrisi dan gizi anak dan memberikan stimulasi ramah otak yang membuat anak bahagia. Rasa bahagia muncul saat dopamin, senyawa transmisi syaraf yang berperan menimbulkan perasaan senang dan nyaman melalui peristiwa baru  berproduksi dalam jumlah banyak (Vinayastri, 2015). Kekuatan psikologis, aktivasi opion pada otak, dan dopamin saling terhubung serta merupakan kombinasi antara kebahagiaan, kehangatan, dan gaya hidup (Sunderland, 2006). Oleh karena itu, penting bagi orangtua untuk memberikan pola asuh dengan penuh kehangatan, ketulusan, kasih sayang, dan kegembiraan walau dalam kondisi pandemi Covid-19 sehingga anak merasa bahagia.

Orang tua harus kreatif dalam menyiapkan aktivitas-aktivitas untuk mengatasi kejenuhan selama anak di rumah. Aktivitas dan media yang digunakan tidak harus mahal, namun bisa memanfatkan barang-barang yang ada di sekitar rumah. Ajak anak dalam menyusun aktivitas, libatkan anak dalam kegiatan di rumah, lakukan komunikasi positif, beri kesempatan anak untuk mengungkapkan ide dan gagasan, serta tidak lupa memberikan penghargaan atas perilaku baik. Saat anak merasa bahagia melalui pengasuhan yang ramah, maka sinaps-sinaps yang merupakan titik temu neuron akan terbentuk yang baru dan otak anak akan berfungsi secara optimal.

Referensi

Elliot, L. (1999). What’s going on in there? How the brain and mind develop in the first five years of life. New York: Bantam Books.

Miller, B., & Cummings, J. (2007). The human frontal lobes. New York: Guilford Press.

Sunderland, M. (2006). The science of Parenting, Practical guidance on sleep, crying, play and building emotinal wellbeing for life. United Kingdom: DK.

Vinayastri, A. (2015). Pengaruh Pola Asuh (Parenting) Orangtua terhadap Perkembangan Otak Anak Usia Dini. Jurnal Ilmiah Widya, 3(1).

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun