Khalifah Ali bin Abi Thalib adalah khulafaur rasyidin keempat yang dikenal sebagai orang yang taat, cerdas, dan bertakwa. Ia juga sepupu Nabi SAW (putra paman Nabi, Abu Thalib), menantu Nabi SAW, dan menjadi suami dari putri Nabi yaitu Fatima. Khalifah Ali bin Abi Thalib adalah orang pertama di antara anak-anaknya yang masuk Islam.
Ali mengalami berbagi pergolakan pada masa pemerintahannya, tidak ada kestabilan dalam pemerintahannya. Setelah menjadi khalifah, Ali memberhentikan gubernur khilafah yang diangkat oleh Ustman. Dia percaya kecerobohan mereka menyebabkan pemberontakan.Â
Selain itu, ia juga mengambil kembali tanah-tanah yang diberikan Ustman kepada rakyat dengan memberikan hasil pendapatannya kepada negara, menggunakan kembali sistem pembagian pajak tahunan di kalangan umat Islam. Seperti yang  digunakan oleh Khalifah Umar bin Khattab.
Setelah itu, dalam menanggapi berbagai kebijakan dan masalah yang dihadapi Ali, pemberontakan melanda pemerintahannya. Diantaranya adalah pemberontakan yang dipimpin oleh Muawiyah bin Abi Sufyan, yang merupakan keluarga Utsman sendiri, dengan alasan bahwa Ali harus bertanggung jawab atas pembunuhan Khalifah Utsman.Â
Namun, Ali tidak membalas dendam pada mereka. Semua pikirannya diarahkan pada tujuan damai. Dia tidak pernah bertengkar dengan mereka yang menuntut keadilan atas kematian Usman. Ali tahu bahwa hukuman sewenang-wenang akan menyebabkan pembunuhan baru dan tindakan balas dendam yang tak terhindarkan. Baginya, hanya mereka yang melakukan kejahatan yang perlu diadili.
Menghadapi situasi kompleks seperti itu, hal pertama yang harus dilakukan Ali secara serius adalah berusaha memulihkan, menata, dan menegaskan kembali posisinya sebagai khilafah, serta mengatasi segala gejolak yang muncul. Mereka kemudian melakukan penyelidikan atas pembunuhan Ustmann.Â
Namun, sejak diangkat menjadi khalifah, Ali tidak mengambil sikap tegas dalam menegakkan syariat Islam terhadap para pembunuh Ustman. Di sana Siti Aisyah bergabung dengan Tolhah sementara Zubair menggerakkan suku-suku Arab untuk membalas kematian Ustman.
Setelah dianggap sangat sakti, Siti Aisyah dan pasukannya memutuskan untuk menyerang pasukan Ali di Kufah, dan pasukan Ali justru menghadapi tantangan Muawiyah bin Abi Sufyan di Suriah. Sebenarnya Ali tidak ingin memulaik peperangan. Dia mengirim surat kepada Talhah dan Zubair untuk merundingkan penyelesaian damai atas insiden tersebut, tetapi ajakan itu ditolak. Ali sendiri berharap agar masalah ini dapat teratasi dengan negosiasi dan menghasilkan rekonsiliasi
Tak lama kemudian, pertempuran sengit pecah di antara keduanya, yang kemudian disebut "Perang Yamal". Peperangan itu dipimpin oleh Aisyah, Talhah dan Zubair. Pertempuran ini adalah yang pertama di antara umat Islam. Dan tentara Ali-lah yang memenangkan Perang Yamal. Pasukan Ali lebih berpengalaman daripada pasukan Aisyah.
Referensi
Zubaidah, Siti. 2016. Sejarah Peradaban Islam. Medan: Perdana Publishing