Agar rerumputan liar tidak lekas tumbuh lagi dalam semalam, pesan kami kepada Pak Kebun jelas, "Pangkas sampai seminim mungkin". Pak Kebun freelancer itu pun bekerja dengan giat. Ia membabat alas, lalu mengumpulkan rongsokan hijau itu ke dalam karung untuk kemudian dibuang.
Kinerja Pak Kebun layak dipuji. Sangat bagus, patuh pada pesan kami. Semua tumbuhan yang meliar itu dicukur rata. Seperti tukang cukur mobile yang kerap nangkring di bawah pohon mana pun. Pekarangan rumah kami serentak jadi resik dan asri. Cepak kayak model rambut militer. Â Termasuk dua rumpun anakan Keladi itu. Arrgghh! Huhuhu. Mereka lenyap entah ke mana.
Situasi cuaca masih betah menghadirkan hujan, menjadi berkah tersendiri. Dalam hitungan beberapa minggu setelahnya, eh anakan Keladi itu nongol lagi! Mula-mula rumpun sang adik. Kemudian disusul rumpun si kakaknya. Dan, terjadilah hal yang luar biasa mengejutkan. Di dekat sang kakak, tumbuh adik baru.
Ini  foto yang memperlihatkan sang kakak tertua tumbuh di dekat adik keduanya. Jaraknya teramat dekat dibandingkan adik pertama. Kelihatannya disebabkan karena sang kakak ingin memberikan perlindungan sebagai adik kandung. Sosuit kan, ya?
Pengalaman ini hanya menggaris-bawahi atau memperkuat kisah. Bahwa Keladi itu ibarat kucing yang selama ini dikenal sebagai hewan dengan banyak nyawa. Eh, atau sebaliknya ya. keluarga kucing-lah yang meniru Keladi yang tak lekang dibabat habis?
Saat jurnal ini dipublikasi di Kompasiana, tinggi tubuh anakan Keladi ini masih sekitar 10-an cm. Tumbuh baru setelah dibabat habis. Oya, ada yang pengin melihat penampakan adik kedua? Boleh, boleh. Nikmatilah kehijauannya.
Jadi, sudah pada paham, kan? Untuk tahun 2021 ini saya meyakini bahwa Keladi ini akan tetap bersinar. Ia akan meneruskan kharisma jayanya di tahun lalu. Sebab ia ingin memberi tahu manusia bahwa dalam hidup ini dibutuhkan elan vital, daya hidup, spirit juang yang pantang menyerah seperti dirinya. Agar kuat melewati masa sesulit apa pun.
Lihat, betapa siapa yang tidak akan jatuh cinta padanya? []