Mohon tunggu...
Ang Tek Khun
Ang Tek Khun Mohon Tunggu... Freelancer - Content Strategist

Sedang memburu senja dan menikmati bahagia di sini dan di IG @angtekkhun1

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Artikel Utama

Saya, Metode, dan "Telmi" Statistik

22 Maret 2019   02:22 Diperbarui: 22 Maret 2019   08:38 227
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Orang-orang ramai berbicara, berkenaan dengan paparan (hasil) survei. Gaungnya terkesan lebih kencang dibanding sebelumnya. Entah benar lebih membahana, atau dikencangkan oleh teknologi komunikasi (massal) dan media sosial (massif). Mungkin juga kondisinya memang demikian. Kedua berjalan seiring: Lantang dan dilantangkan.

Sejak kapan begini? Katakanlah, sejak dulu. Dalam konteks perbincangan hari ini, relatif belum lamalah. Artinya, sejak "alat" ini perkenalkan ke ranah publik luas dan berkenaan langsung dengan kepentingan tertentu, pada seseorang atau sekelompok orang.

Apa materi pokok yang diperbincangkan? Tentu saja soal hasil akhir. Bagi orang awam, ini yang penting. Bukan lainnya. Tidak perlu ditelusuri bagaimana proses menanam buah jeruk, yang penting pada yang tertungkup, didapati manis atau masam. Itu sudah cukup untuk memproduksi emosi.

Orang-orang bilang, ini zaman instan. Mungkin benar, tentu saja sebaiknya minus rujukan pada tipe atau kategori generasi tertentu berbasis tahun lahir. Orang-orang bilang, ini era di mana 24 jam sehari yang diberikan kepada kita, tak lagi memadai dengan kesibukan yang harus dihadapi. 

Dalam bahasa sederhana, mungkin benar, karena didapati pada generasi millenia matang yang membuka akun Twitter demi untuk mengikuti akun-akun yang memviralkan berita-berita media daring. Mereka membaca judul-judul berita yang lewat di linimasa Twitter dan puas. "Saya sudah tahu apa yang terjadi di Indonesia [bahkan dunia] hari ini!"

Tentang Saya yang O'on

Kembali tentang survei. Saya bukanlah orang yang berkecimpung di ekosistem ini dan tidak memiliki kompetensi dengan ilmu ini. Masa kuliah memang pernah memaksa saya mengikuti Matkul Metodologi Penelitian. Empat semester. Cukup melelahkan. 

Namun, ini tidak menjadikan saya pakar. Sebab, lebih diperuntukkan sebagai persiapan untuk penulisan skripsi di ujung masa kuliah. Lagi pula, saya tidak doyan Statistik atau hitung-menghitung yang jlimet. Otak ini rasanya tidak muat.

Namun demikian, ada juga sih yang membuat saya tertarik berkaitan dengan Metodologi Penelitian, yaitu membuat kisi-kisi dan menyusun narasi-narasi untuk dijadikan alat tes. Rasanya, ini sangat menantang. Namun, tetap saja saya dibuat limbung karena untuk membuat narasi-narasi tersebut layak tampil untuk dipanggungkan, harus melewati proses melakukan uji Validitas dan Reliabilitas. Arrghh!

Masa belajar itu, sudah lama lewat. Sudah beku berkarat. Namun, dalam lembar-lembar ingatan yang banyak gugur tentang kuliah Metodologi Penelitian, benak saya masih menyisakan ingatan rapuh tentang beberapa hal. 

Pertama, tentang tersedianya berbagai cara dalam pengambilan sampling. Random, Random Bertingkat, atau apalah. Dia ada di antara premis dan kelompok Subjek yang ingin ditarik datanya. Tentu saja harus ada pakar untuk menyiapkan alat tes ini.

Kedua, saya belajar memahami perbedaan Validitas dan Reliabilitas. Validitas berbicara tentang keakuratan, sementara Reliabilitas berkenaan dengan konsistensi alat. Sebagai contoh, alat timbang badan haruslah dapat mengukur beban 60 kilogram sebagai 60 kilogram. Validitas tidak bisa menerima alat yang mengukur seseorang dengan berat badan 60 kilogram tetapi yang dimunculkan adalah 59 kilogram.

Bagaimana dengan Reliabilitas? Ini lain lagi ceritanya. Artinya, alat tersebut konsisten dalam melakukan pengukuran, dari waktu ke waktu. Mengambil contoh yang sama, sebuah alat timbang badan tidaklah masuk akal menimbang orang yang sama tetapi mengeluarkan hasil yang berbeda setiap beberapa saat. Kecuali, yang bersangkutan berhasil menyantap lima porsi sarapan sebelum ditimbangkan pada jam berikutnya.

Hal lain yang krusial, adalah soal tingkat kepercayaan atau margin error. Alat tes tidak pernah menjanjikan kemutlakan pada dirinya. Selalu ada angka rentang ragu, yang membuat hasil akhir bisa bergeser maju atau mundur, naik atau turun. Itu sebabnya, narasi tentang sebuah hasil tes selayaknya tidak menggunakan kata-kata atau diksi yang bisa dimaknai sebagai kemutlakan.

Hal lain selain itu, saya agak mengerti bahwa bagian yang utama dalam paparan sebuah penelitian, sebenarnya bukanlah angka atau hasil akhir. Melainkan apa-apa yang terpapar di sekujur tubuhnya. Isi dari kisi-kisi yang dibuat, justru lebih menarik untuk ditelusuri. Ya, kan?

Hasil atau angka akhir hanya akan membuat yang membacanya tersenyum atau tersedak, mampu tidur pulas atau terdorong untuk mengayunkan tongkat. Namun, menelusuri sekujur tubuhnya akan membuat kita kian pandai. Lekak-lekuk yang mengungkap bagian-bagian tertentu, akan memperkaya kita. Bukankah begitu?

Mana Edukasinya?

Nah, akhirnya kita sampai di sini! Jadi, yang berkaitan dengan Metodologi Penelitian dan hasilnya, bukanlah perbincangan yang mudah. Itu sebabnya dalam sajian hasil penelitian, biasanya disebutkan hal-hal yang mendasar seperti yang masih tersisa dalam ingatan saya di atas. Namun, mencantum ini-itu tersebut, yang kerap diketikkan dengan huruf (teramat) kecil, sudah memadai?

Dari sekian banyak lembaga survei yang pernah menelurkan hasil penelitian, baik yang menghebohkan maupun yang dianggap abal-abal, berapa di antaranya, atau adakah pihak-pihak lain, yang pernah atau rajin berbagi pengetahuan dan memberikan edukasi terkait ke masyarakat awam? Saya ragu. Namun, bisa saja saya yang kurang baca sehingga tidak menjumpainya.

Jadi, apabila di periode krusial atau rentan harga diri muncul buih-buih cakap hasil survei yang tampak berlebihan, tidak salah juga sih apabila kita ikutan tertawa. Namun saya berpikir, jangan-jangan tertawaan itu juga tertuju pada diri kita sendiri. {}

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun