Mohon tunggu...
khumaediimam
khumaediimam Mohon Tunggu... Wiraswasta - Teruslah menebar kebaikan, karena kebaikan yang mana yang diridhai, tiada kita tahu

Menulis Atau Mati.....

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Susah Senangnya Jadi Guru Ngaji

30 Oktober 2020   19:39 Diperbarui: 30 Oktober 2020   19:45 914
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Anak-mengaji tiap sore dan malam hari. Dokpri

Menjadi seorang guru ngaji adalah pekerjaan yang mulia. Karena guru ngaji sesungguhnya mengajarkan kalam mulia, yakni kitab suci Al-Qur'an. Sampai-sampai Rosulullah SAW pernah bersabda, bahwa sebaik-baik diantara kamu adalah mereka yang mengajarkan Al-Qur'an dan mau belajar Al-Qur'an. 

Dalam kenyataannya, menjadi seorang guru ngaji, bukanlah sesuatu hal yang mudah, yang bisa dilakukan setiap orang. Karena seorang guru ngaji selain dituntut mumpuni tentang mengaji, baca tulis Al-Qur'an, ia juga harus "tlaten" dan "kober", terutama ketika menghadapi para murid yang beragam karakter dan latar belakang. 

Mengaji atau belajar Al-Qur'an merupakan kewajiban tiap muslim baik laki-laki maupun perempuan. Namun dalam proses serta hidayahnya terkadang berbeda-beda. Adakalanya mereka yang sejak kecil sudah mau dan harus belajar mengaji. Namun ada kalanya yang mau atau baru belajar mengaji, justru di usia senja. 

Secara penguasaan materi tiap orang pun berbeda-beda. Ada yang berproses cepat dalam belajar mengaji, ada pula yang biasa- biasa saja bahkan ada yang terbilang lambat dalam proses belajar mengajinya. Tiap anak, tiang orang memiliki daya serap yang berbeda, ditambah pula dengan kemauan seta tekad yang berbeda-beda. 

Pada kondisi inilah, seorang guru ngaji dituntut untuk tlaten, ngemong bermacam-macam karakter murid atau santrinya. Terkadang manusiawi, ada kalanya guru ngaji itu kurang sabar, sehingga terkesan keras. Padahal kerasnya sesungguhnya menunjukkan ketegasan pada santrinya agar bisa mengaji. 

Seperti halnya di zaman dahulu. Guru-guru ngaji kita terkesan begitu keras. Salah huruf, salah makhroj salah baca saja, tak jarang pukulan lidi mendarat di meja ngaji. Bentakan pun sering terlontar tatkala kita tidak fasih atau salah tajwid dalam mengaji Al-Qur'an. Namun semua itu baru kita rasakan manfaatnya sekarang ini. Betapa dahulu ustadz atau guru ngaji kita sayang kepada kita. Ketegasannya membuat kita bisa dan benar dalam mengaji.

Kini kita masuk di era zaman now. Dimana anak-anak sekarang terkesan manja, tidak tahan banting, kurang tekun dan ulet dalam belajar dan mengaji. Jangankan memukul, sekali membentak karena agar benar saja, mental anak sekarang langsung ciut. Bisa-bisa, esok harinya mereka tak mau ngaji lagi. 

Ustadz zaman now serba susah, serba salah. Dikerasin, dibilangnya ustadz galak, dikerasin santri tak mau ngaji lagi. Sebaliknya jika dibiarkan, menjadi kebiasaan salah, kurang tepat dalam mengaji. Padahal yang dibaca itu adalah kitab suci. 

Menjadi guru ngaji, selain harus tlaten juga harus kober, meluangkan waktu. Seperi pada umumnya guru ngaji harus meluangkan waktu-waktu tertentu untuk mengajari ngaji para santrinya. Ada yang tiap pagi, ada yang tiap siang, sore atau malam hari. Tentu hal ini bukanlah hal yang mudah. 

Padahal seorang guru ngaji juga manusia pada umumnya yang memiliki keluarga, juga kesibukan lainnya. Di sela-sela kesibukannya ia harus mampu secara konsisten meluangkan waktu demi mengajari ngaji. Kadang harus merelakan waktu untuk keluarga, bahkan merelakan waktu istirahatnya. Bagi seorang guru ngaji, hal itu sudah menjadi konsekuensi dan panggilan jiwa. 

Namun dibalik semua itu ada satu kebahagiaan yang tak terkira untuk seorang guru ngaji, yakni dengan mengajarkan ngaji kepada para muridnya akan menjadi ladang pahala di hari akhir kelak. Apalagi guru ngaji mengajarkan Al-Qur'an penuh keikhlasan, jauh dari kata honor atau insentif.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun