Mohon tunggu...
Kholil Rokhman
Kholil Rokhman Mohon Tunggu... Freelancer - IG di kholil.kutipan

Manata hati merawat diri

Selanjutnya

Tutup

Worklife Pilihan

Apesnya Pekerja Tengah Itu Saat "Diinjak" Sekaligus "Dijilat"

4 Maret 2020   14:00 Diperbarui: 4 Maret 2020   13:59 134
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Foto hanya ilustrasi, sumber: shutterstock

Tidak semuanya. Tapi sebagian cerita tentang tak enaknya orang yang berada di posisi tengah lumrah diketahui banyak orang. Yang dimaksud posisi tengah dalam tulisan ini  adalah posisi di level menengah dalam organisasi kerja. Sekali lagi tidak semuanya, tapi tak sedikit yang mengalami situasi tak mengenakkan ini.

Entah di organisasi pemerintah atau swasta, ketika tak mujur maka posisi tengah menjadi posisi yang serba sulit bila atasan dan bawahannya sama-sama bermasalah. Di posisi tengah, ketika bertemu dengan atasan yang bermasalah, maka cenderung terus 'diinjak'. Disuruh-suruh seperti kerbau yang membajak sawah.

Bukan hanya disuruh, tapi juga dibentak. Harga diri diturunkan sampai nempel ke tanah. Kalau perlu ke tanah yang paling kotor. Itulah tak enaknya orang tengahan di dunia kerja ketika bertemu dengan atasan yang tak manusiawi. Apalagi, jika atasannya tak bisa diajak bercanda. Tiap hari adanya cuma cemberut menagih pekerjaan.

Kalau sudah seperti itu, rasa perih itu kadang sampai di hati. Apalagi jika orang yang berada di level tengah ini sering membawa-bawa perasaan. Tiap hari adanya rasa bersalah. Berangkat kerja khawatir, sudah bingung lebih dahulu. Pokoknya tertekan sekali. Kalau sudah begitu, kenapa tak pindah kerja? Mau pindah di mana lagi, wong nyari kerja itu sulit.

Kalau sudah mendapatkan atasan yang mengerikan seperti itu, harusnya bisa diekspresikan dengan tangisan, dengan teriakan. Tapi, yang jadi masalah kalau juga mendapatkan bawahan yang suka 'menjilat'. Wah, susah sekali itu. Bawahan yang sukanya mendekati, mencari muka. Bawahan yang kalau berbuat baik supaya dapat cipratan dana proyek.

Bawahan yang rajin sekali sowan ke orang di level tengahan ini. Segala sesuatu berusaha diselesaikan di rumah, tidak di kantor. Sebab, di rumah bisa mengatur dan meminta jatah cipratan proyek. Di rumah lebih leluasan. Maka, bawahan seperti ini akan memaksimalkan segala upaya agar terus menjilat dan dapat untung.

Bayangkan saja, harusnya ketika bertemu dengan atasan yang bermasalah, bisa diekspresikan dengan marah atau tangisan. Tapi bagaimana mau marah atau menangis jika dari bawah selalu 'dijilat'. Dari atas diinjak, dari bawah dijilat. Bayangkan saja, orang yang berada di level tengah ini ekspresinya seperti.

Maka, 'tekanan' dan 'jilatan' yang maksimal itu hanya akan membuat orang tengahan tak berbentuk. Tak bisa bersikap dan berekspresi yang wajar. Imbasnya, semua elemen tubuhnya tak bisa digunakan dengan sewajarnya. Mulut yang harusnya untuk marah karena 'diinjak', malah tak bisa marah karena merasakan 'jilatan'. 'Jilatan' yang harusnya membuat mulut berdesah malah tak terjadi karena berbarengan dengan 'injakan'.

Kaki yang harusnya berontak dengan menendang karena sering 'diinjak', tak bisa melakukan apa apa karena di saat 'diinjak', juga 'dijilat'. Tangan, muka, badan, dan lainnya mengalami ambiguitas. Mengalami kebingungan berekspresi. 

Ketika berbicara dunia kerja, orang tengahan adalah orang yang paling berisiko. Saat pensiun pun mereka kebanyakan makin lupa bagaimana harus berekspresi wajar karena sudah sering diinjak dan dijilat. Ketika pensiun mereka lupa apa yang harusnya bisa membuat tertawa maksimal dan apa yang bisa membuat tangis maksimal.

Kebingungan-kebingungan itu akan menumpuk menjadi gumpalan masalah. Masalah yang tak bisa diatasi itu kemudian menjalar ke dalam tubuh dalam bentuk penyakit macam-macam. Saat jaya tak bisa berekspresi, gaji tak maksimal, dan setelah semua masa kerja selesai, tak dikenal orang. Tak ada lagi yang datang untuk mengatur proyek. Tak ada yang memarahi berulang-ulang seperti sang atasan dahulu.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Worklife Selengkapnya
Lihat Worklife Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun