Mohon tunggu...
Kholifa Dinda
Kholifa Dinda Mohon Tunggu... Mahasiswa - Blitar, Jawa Timur

Seorang mahasiswa yang masih belajar dalam hal menulis

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Konversi Lahan Pertanian sebagai Bentuk Perubahan Sosial Masyarakat Pertanian

8 Desember 2021   22:43 Diperbarui: 8 Desember 2021   23:21 810
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Indonesia sebagai negara agraris bertumpu pada sektor pertanian dalam memenuhi kebutuhan hidup masyarakat, dengan sebagian besar mata pencaharian penduduknya adalah sebagai petani. Kegiatan di sektor pertanian tidak lepas dari lahan pertanian itu sendiri. Lahan pertanian merupakan tempat kegiatan petani untuk menghasilkan produksi pertaniannya. Seiring berjalannya waktu, lahan pertanian semakin terkikis jumlahnya. Berkurangnya lahan pertanian menyebabkan ketersediaan air di permukaan tanah akan berkurang yang juga akan berdampak pada pengairan di lahan persawahan. Salah satu penyebab berkurangnya lahan pertanian di Kota Bekasi Provinsi Jawa Barat adalah adanya konversi lahan menjadi lahan non-pertanian, baik untuk usaha industri maupun perumahan.

Konversi lahan di Kota Bekasi merupakan salah satu bentuk dari perubahan sosial yang terjadi di bidang pertanian. Menurut pendapat beberapa para ahli yang tercantum dalam buku Sztompka (2017), perubahan sosial merupakan salah satu bentuk transformasi yang dilakukan oleh masyarakat dengan pola berpikir dan perilaku, serta hubungan sosial di waktu tertentu. Transformasi yang terjadi di wilayah Kota Bekasi diwujudkan dengan adanya pengalihfungsian lahan pertanian menjadi lahan non-pertanian.

Penggunaan lahan pertanian menjadi non-pertanian menyebabkan kemampuan lahan dalam melakukan pemenuhan kebutuhan pangan, sandang, maupun papan bagi penduduk akan semakin berkurang juga. Pengalihfungsian lahan sawah menjadi lahan non-pertanian merupakan pilihan rasional dari penduduk Kota Bekasi yang beberapa dari mereka bekerja sebagai petani. Pilihan tersebut merupakan pola pikir mereka yang didasari dengan pertimbangan akan banyak hal yang akan berdampak bagi kehidupan mereka sebagai petani.

Pertimbangan dalam mengambil langkah untuk menjual lahan sawah menjadi lahan non-pertanian adalah rendahnya pendapatan usahatani padi, pemilik lahan bekerja di sektor lain, harga lahan di beberapa wilayah yang cenderung mahal, kegiatan membuka usaha di sektor non-pertanian, dan adanya keinginan mengikuti perilaku lingkungan sekitar.

Pendapatan petani di Kota Bekasi dikatakan rendah disebabkan oleh beberapa hal, yaitu sistem penjualan secara tebasan yang umumnya dilakukan oleh petani melemahkan posisi petani dan sistem bagi hasil yang pembagiannya lebih sedikit untuk pemilik lahan. Selain itu, kegiatan permodalan mulai dari penyediaan bibit, pupuk, hingga obat yang dilakukan semaksimal mungkin tidak sebanding dengan harga jual produk hasil pertanian di pasaran yang sering mengalami fluktasi harga sehingga mengakibatkan produk tersebut tidak laku.

Penyebab alih fungsi lahan lainnya adalah untuk memenuhi kebutuhan primer ekonomi keluarga yang berupa kebutuhan sandang dan pangan. Sebagai akibat dari alih fungsi lahan, keluarga petani yang semula memiliki kebutuhan pangan yang cukup dari produksi pertanian miliknya sendiri menjadi berkurang. Terdapat beberapa cara yang menjadi penyebab alih fungsi lahan. Hal tersebut dapat terjadi karena adanya transaksi jual beli, lahan dihibahkan, dan transaksi lain seperti bagi hasil atau warisan. Pelepasan lahan atau alih fungsi lahan yang dilakukan memberikan dampak terhadap struktur kepemilikan lahan. Contohnya adalah semula seorang petani yang memiliki lahan pertanian berupa sawah atau ladang dengan luas berbeda-beda setelah pelepasan lahan, lahan yang dimiliki petani menjadi berkurang atau malah tidak memiliki lahan sama sekali.

Di tengah makin menyempitnya penguasaan lahan dan tidak memadainya hasil dari kegiatan usaha panen sawah dalam memenuhi kebutuhan. Hal yang sedang dipermasalahkan sekarang dalam proses alih fungsi lahan tersebut adalah harga yang diterima petani belum sepenuhnya mencerminkan nilai sebenarnya dari lahan sehingga jika terus dibiarkan, dikhawatirkan akan menghambat upaya optimalisasi pemanfaatan sumberdaya di suatu wilayah. Konversi lahan pertanian juga dipengaruhi oleh faktor eksternal, internal, dan kebijakan pemerintah. Faktor eksternal meliputi faktor dinamika pertumbuhan perkotaan, baik secara spasial, demografis, maupun ekonomi yang memacu atau mendorong terjadinya konversi lahan pertanian.

Faktor spasial merupakan faktor utama dalam bahasan dari dampak perkembangan dan pertumbuhan perkotaan. Dalam aspek spasial ini meliputi perubahan tata guna lahan dan luasannya pada daerah yang berada di pinggiran perkotaan. Perubahan tersebut menjadi patokan dari pertumbuhan kota dan dampak dari proses sosial di kawasan metropolitan.

Faktor demografi meliputi jumlah penduduk, pertumbuhan penduduk, kepadatan penduduk, kemerosotan penduduk, dan komposisi penduduk yang dilihat dari umur dan jenis kelamin. Pada kondisi ini, faktor demografi berproses melalui perubahan dari aspek kependudukan (demografi), seperti pertambahan penduduk pad suatu wilayah yang dapat mengakibatkan terjadinya perubahan sosial budaya di masyarakat, baik dari struktur sosial masyarakat hingga ideologi masyarakat.

Faktor ekonomi yang dimaksud adalah sistem yang dilakukan secara teratur tentang pengadaan maupun pemenuhan barang atau jasa yang dapat memenuhi kebutuhan masyarakat. Pengadaan barang atau jasa tersebut mengenai pemenuhan produksi pertanian yang nantinya akan memenuhi kebutuhan masyarakat juga.

Kesimpulan yang dapat diambil adalah beberapa faktor yang yang menjadi pendorong kegiatan alih fungsi lahan di Kota Bekasi maupun kota-kota besar lainnya adalah dari rendahnya pendapatan usahatani padi, pemilik lahan bekerja di sektor lain, harga lahan pertanian yang cenderung mahal, kegiatan membuka usaha di sektor non-pertanian, adanya keinginan mengikuti perilaku lingkungan sekitar, dan untuk memenuhi kebutuhan primer penduduk, serta adanya transaksi jual beli maupun kegiatan hibah lahan. Harga lahan sawah yang terus-menerus mengalami kenaikan perlu dilakukan penyesuaian oleh pemerintah tentang harga jual lahan. Strategi yang dapat digunakna untuk mengurangi alih fungsi lahan, yaitu dengan peran pemerintah dalam menerbitkan dan menerapkan peraturan perundang-undangan yang mengatur dalam mekanisme alih fungsi lahan, penataan ulang sistem dan peraturan jual beli lahan, serta perbaikan dalam pola penguasaan lahan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun