Mohon tunggu...
Khoiru Roja Insani
Khoiru Roja Insani Mohon Tunggu... Mahasiswa - Berusaha produktif dalam keterbatasan

Pemuda asal Yogyakarta yang gemar ke sana-ke mari. Ajak saja pergi, pasti langsung tancap gas! Senang berdiskusi mengenai berbagai hal, senang bepergian, dan senang mengabadikan momen melalui kamera untuk diunggah di akun instagram. Ajak saja nongkrong atau bermain, pasti bisa mengenal lebih dekat lagi!

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Pilihan

Potensi Bahaya Positive Thinking

17 Maret 2021   13:05 Diperbarui: 17 Maret 2021   14:17 881
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi Positive Thinking (sumber: lifehack.org)

Nasihat untuk positive thinking -- berpikir positif -- atau jangan berpikir negatif tidak jarang kita dengar dan sangat populer. Pernyataan jangan berpikir negatif memiliki makna berarti sebaiknya hanya memikirkan kemungkinan-kemungkinan yang positif atau terbaik saja daripada memikirkan hal-hal negatif  yang mungkin terjadi.

Anjuran untuk berpikir positif memang benar adanya, tidak sepenuhnya salah. Kita disarankan untuk memkirkan hal-hal yang positif saat atau akan melakukan sesuatu. Alih-alih berpikir negatif yang hanya akan menyebabkan overthinking, lebih baik kita berpikir positif saja. Akan tetapi, dalam tulisan ini akan membahas mengenai potensi permasalahan jika terus-menerus berpikir positif. Tulisan ini akan menjabarkan potensi bahaya jika terus-menerus berpikir positif disertai dengan solusinya.

Dalam artikel "The Problem with Positive Thinking" menunjukkan bahwa positive thinking seringkali menghambat kita. Tidak sedikit eksperimen yang menunjukkan bahwa orang-orang yang menerapkan positive thinking dalam usaha mencapai tujuannya acap kali memperoleh hasil yang tidak lebih baik daripada orang-orang yang tidak menerapkan positive thinking. Positive thinking sering kali menipu pikiran dan diri kita, kita dituntut untuk beranggapan seolah-olah kita "sudah" mencapai yang kita inginkan, sehingga melemahkan keuletan, kinerja, dan kesungguhan dalam berusaha. Positive thinking pun dapat menyebabkan sikap denial -- penyangkalan -- terhadap realitas. Akan tetapi, sekadar menuntut diri kita untuk berpikir realistis pun juga tidak memberikan hasil yang lebih baik.

Solusi dari permasalahan di atas adalah "mental contrasting", yaitu menggabungkan positive thinking (membayangkan hasil yang diharapkan telah tercapai), dengan memikirkan dan mempersiapkan hambatan-hambatan yang akan ditemui. Maksudnya adalah dalam menjalani atau akan melaksanakan sebuah goals -- tujuan -- bayangkan bahwa tujuan itu akan tercapai dan rasuki diri dengan rasa atau emosi bahagia saat berhasil mencapainya. Namun, tidak sampai di situ saja, pikirkan juga hambatan atau rintangan yang akan dilalui. Persiapkan juga dalam mengatasi hambatan atau rintangan yang tadi dipikirkan. Dengan demikian, Anda dapat menjalani sebuah proses dalam mencapai goals atau tujuan dengan siap dan penuh persiapan.

Di dalam artikel lain yang berjudul "The Tyranny of Positive Thinking Can Threaten Your Healt and Happines" (Tirani Berpikir Positif Dapat Mengancam Kesehatan dan Kebahagiaan Anda) dalam Filosofi Teras karya Henry Manampiring, menyebutkan bahwa orang-orang yang selalu menanamkan positive thinking dalam pikirannya menyebabkan sebagian orang gagal dan merasa depresi. Orang-orang yang gagal dan merasa depresi karena positive thinking disebabkan "menyalahkan" diri sendiri jika merasa tidak mampu dalam mencapai goals atau tujuan dan merasa tidak bahagia. Orang-orang seperti ini terlalu tinggi dengan ekspetasi yang ada di dalam pikirannya. Di saat realita tidak sesuai dengan ekspetasi, orang-orang yang telanjur selalu positive thinking akan "menyalahkan" dirinya sendiri atas kegagalannya.

Misalnya, kita sedang akan menghadapi ujian. Orang-orang yang menerapkan positive thinking akan selalu berpikir bahwa ujian akan dapat dilalui dan akan mendapatkan nilai yang memuaskan. Kemudian, ketika kenyataanya orang tersebut tersendat dalam melaksanakan ujian dan akhirnya nilai yang diterima tidak sesuai harapannya, orang-orang seperti ini cenderung akan menyalahkan dirinya sendiri. Maka dari itu, kita harus menerapkan mental contrasting, dalam menghadapi ujian tentunya kita harus berpikir bahwa akan lolos ujian dengan nilai yang memuaskan. Akan tetapi, patut untuk dipikirkan rintangan atau kendala yang akan dilalui dalam menghadapi ujian. Seperti, tiba-tiba lupa, tiba-tiba kebelet buang air, tiba-tiba mati listrik, dan hal tak terduga lainnya. Jika kita sudah memikirkan dan mempersiapkan kendala-kendala yang sekiranya akan dialami saat ujian, misalnya pun akan terjadi secara betulan, kita tidak akan terkejut dengan teramat sangat.

Dengan memikirkan hal-hal yang di luar rencana, dapat mengurangi kekhawatiran kita akan kegagalan. Selain itu, kita juga bisa mengantisipasi rintangan atau hambatan-hambatan tersebut sehingga tidak terjadi. Ditambah lagi, dengan memikirkan rintangan atau hambatan-hambatan yang akan dilalui menjadikan kita lebih berhati-hati dalam bersikap dan menjalani segalanya dengan penuh pertimbangan.

Di saat Anda sedang mengalami kesulitan akan suatu hal dan Anda memaksakan diri bahwa semua akan berjalan baik-baik saja. Di situlah poin yang tidak bisa dibenarkan. Sebuah kesalahan atau kegagalan harus dipahami adalah suatu hal yang wajar dan manusawi. Tidak ada manusia yang luput dari kesalahan dan kegagalan. Di sinilah pentingnya untuk kita berpikir realistis bahwa segala kesalahan pasti terjadi dan wajib bagi kita untuk mengevaluasinya. Jika sejak awal kita dapat menerapkan mental contrasting dan pada akhirnya mengalami kegagalan, kita tidak akan terlalu terkejut, karena hal-hal terburuk telah dipirkan dan dipersiapkan.

Jadilah realistis bahwa di dalam hidup tidak jarang berjalan seperti yang telah direncanakan. Sering kali positive thinking merusak pemahaman itu. Merasa semua akan berjalan baik-baik saja, merasa segala hal akan sesuai dengan rencana, padahal tidak. Kita sebagai manusia hanya bisa berusaha semaksimal kita bisa. Mengenai segala hal yang terjadi di luar kendali kita -- bencana, gawai rusak, kehilangan koneksi, mati listrik, dll. -- adalah di luar dari rencana dan di luar dari kendali kita.

Makin kita memaksakan diri untuk terus-menerus positive thinking, makin kita terjerumus ke dalam perangkap negative thinking. Sangat tidak realistis jika semua dibayangkan, dipikirkan, dan diperlakukan "layaknya" baik-baik saja. Ditambah lagi, tidak ada di dunia ini yang semuanya "will be ok." Tetap realistis bahwa kedala dan rintangan nyata adanya, dan pikirkan serta persiapkan segala kemungkinan terburuk yang akan terjadi. Dengan demikian, dalam melakukan segala sesuatu kita sudah bisa memprediksi dan tidak akan terkejut dengan sangat jika tidak sesuai dengan rencana.  

Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun