Mohon tunggu...
Khoiru Roja Insani
Khoiru Roja Insani Mohon Tunggu... Mahasiswa - Berusaha produktif dalam keterbatasan

Pemuda asal Yogyakarta yang gemar ke sana-ke mari. Ajak saja pergi, pasti langsung tancap gas! Senang berdiskusi mengenai berbagai hal, senang bepergian, dan senang mengabadikan momen melalui kamera untuk diunggah di akun instagram. Ajak saja nongkrong atau bermain, pasti bisa mengenal lebih dekat lagi!

Selanjutnya

Tutup

Filsafat Pilihan

Menghadapi Ghosting dengan Stoisisme

8 Maret 2021   08:14 Diperbarui: 8 Maret 2021   09:39 1012
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi dighosting. Sumber: Shutterstock via KOMPAS.COM

Kasus ghosting yang sedang hangat-hangatnya di masyarakat yaitu kasus ghosting yang dilakukan Kaesang Pangarep, putra Joko Widodo, dengan mantan pacarnya, Fellicia Tissue. Hubungan yang telah berjalan selama lima tahun kandas karena adanya orang ketiga.

Lebih parah dan panasnya lagi, ibunda Felllicia, Meilia Lau, menuliskan kekecewaannya di akun Instagram-nya. Dalam beberapa unggahannya, Meilia secara tak langsung menyebutkan bahwa kondisi mental putrinya hancur. Ia meminta putrinya kuat. Kemudian, Meilia menyindir kesuksesan laki-laki yang tidak terlepas dari peran seorang perempuan. "Sehebat-hebatnya laki-laki, tetap dilahirkan dari seorang wanita. Ingat itu. Terima kasih doa-doanya buat keluarga saya," tulisnya.

Hubungan Kaesang dan Felicia kandas setelah lima tahun berjalan karena Kaesang dikabarkan dekat dengan karyawannya, Nadya Arifta. Meilia mengaku kecewa dengan perilaku Kaesang yang tiba-tiba meghilang atau ghosting dengan putrinya. Berkat unggahan-unggahan Melicia, nama Kaesang, Fellicia, dan Nadya menjadi trending di Twitter. Opini warganet pun bermacam-macam menanggapi hal ini, tidak sedikit yang membela ibunda Felicia, tidak sedikit pula yang menanggapi Meilia sedang pansos atau panjat sosial.

Fellicia dan Kaesang (matamata.com)
Fellicia dan Kaesang (matamata.com)
Pada tulisan kali ini, akan membahas cara menyikapi atau menanggapi ghosting ataupun perilaku-perilaku tidak mengenakan, emosi negatif, atau perasaan yang menyakitkan dengan Stoisisme. Tulisan ini merujuk pada buku Filosofi Teras karya Henry Manampiring. Stoisisme sendiri adalah filsafat Yunani-Romawi kuno yang bisa membantu kita mengatasi emosi negatif dan menghasilkan mental yang tangguh dalam menghadapi lika-liku kehidupan. Stoisisme bisa juga disebut Stoa, dan orang-orang yang mempraktikan filsafat ini disebut praktisi Stoa.

Filsafat Stoa sering disebut sebagai aliran-aliran yang mengajarkan jalan hidup. Filsafat Stoa mengusung kebahagiaan yang tidak lazim. Kebahagiaan yang dimaksud adalah waktu di saat tenang dan damai. Bahagia adalah saat kita tidak terganggu oleh apa pun (nafsu, kecewa, amarah, rasa pahit, iri hati).

Filsafat Stoa mengajarkan untuk mencermati empat jenis emosi negatif yang menjauhkan dari kebahagiaan, yaitu iri hati, takut, rasa sesal atau pahit, dan kesenangan. Emosi negatif adalah opini dalam diri kita mengenai suatu objek tertentu. Opini itu yang akan mengakibatkan emosi negatif. Saat opini berkaitan dengan masa kini, yang muncul adalah rasa senang dan rasa sesal, sedangkan saat berkaitan dengan masa depan yang keluar adalah rasa iri dan takut.

Bagi Stoa, emosi negatif bukanlah hal di luar kendali kita, semuanya ada di dalam kendali kita. Kita sendirilah yang bisa mengatur, menyesuakian, dan mengendalikan itu semua. Dengan memahami bahwa emosi negatif adalah hal yang rasional atau di dalam kehendak kita, maka yang disebut dengan emosi negatif atau "perasaan liar"  bisa dipahami, dipilah, dan disikapi untuk kemudian dilatih menjadi emosi yang baik.

Epictetus: tokoh Stoisisme (thetyee.com)
Epictetus: tokoh Stoisisme (thetyee.com)
Kebahagiaan secara denotasi bukanlah tujuan utama dari Stoisisme. Filsuf stoa lebih menekankan untuk mengendalikan emosi negatif dan mengasah kebajikan/virtue/keutamaan. Atau dapat dikatakan, "hidup sebaik-baiknya sesuai dengan peruntukkan kita."

Stoisisme percaya bahwa hidup dengan kebajikan/virtue/keutamaan dapat dikejar oleh kita semua. Dengan kemampuan mengendalikan emosi negatif, maka hidup yang tenteram, damai, dan tangguh akan hadir dengan sendirinya sebagai akibat.

Tujuan utama dari Stoisisme adalah hidup dengan emosi negatif yang terkendali dan hidup dengan kebajikan/virtue/keutamaan --- atau hidup sebaik-baiknya seperti layaknya menjadi manusia. Sebab, stoisisme meyakini, damai dan tenteram kokoh ada di dalam diri kita karena berakar dan datang dalam diri kita, bukan dari hal-hal eksternal yang bisa berubah, hancur, atau direnggut oleh kita.

Stosisme mengajarkan pada kita untuk menggunakan nalar dan rasionalitas pikiran. Nalar dan rasiolah yang membedakan kita sebagai manusia dengan binatang. Perbedaan di sini tidak hanya terletaka ada dan tidaknya otak, tetapi mengedepankan pikiran yang jernih berlandaskan nalar/rasio dan tidak hanya mengikuti hawa nafsu. Maksudnya di sini adalah sebisa mungkin, di mana pun, kapan pun kita tidak kehilangan nalar dan berlaku seperti binatang yang akhirnya berujung pada ketidakbahagiaan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun