Mohon tunggu...
Khoirul Ibad
Khoirul Ibad Mohon Tunggu... -

Selanjutnya

Tutup

Kurma

Refleksi Ramadhan, Kapitalisme Nafsu, Perut, dan Rasa

8 Mei 2019   11:35 Diperbarui: 8 Mei 2019   11:42 19
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

-Musuh Kita bukan lagi Penjajahan, Kapitalisme Negara, Atau Masalah Asing dan Aseng. Musuh kita adalah Kerakusan Individual Manusia-

Perjalan ku menuju rumah teman ku kemarin, memberikan ku siraman warna Ramadhan yang sedikit berbeda dari Ramadhan-ramadhan sebelumnya.

Bermula dari perjumpaan ku dengan seorang laki-laki. Pada saat ku berjalan di Trotoar yang biasa ku lalui menuju rumah Sahabat ku ini. Aku ternyuh melihat seorang laki-laki berparas tua, kurus, pucat, dan ia kesakitan memegang perut nya, duduk di samping jajaran toko yang tutup karena sudah malam.

Rasa sayu ku pun muncul, lantas ku beranikan diri untuk bertanya ke lelaki tua itu. "Pak! Bapak terlihat pucat, apa yang terjadi? dan kenapa bapak memegangi perut bapak?" tanya ku.
"Saya belum makan dek, sejak dua hari yang lalu" jawab nya.

"Lailahailllah!" sahutku dalam hati. Tak berpikir panjang, ku langsung mencari warung terdekat,  dan membelikan roti untuk nya, serta memberikan beberpa uang yang ada disaku ku, dan ku bantu semampu ku.

Ku lanjutkan perjalanan ku ke rumah teman ku. Tujuan ku kali ini ke rumah teman ku, Nabil. Seperti kebiasan tahun-tahun sebelumnya yang ku lakukan dengan teman-teman, berkumpul menyambut kedatangan bulan suci Ramdhan, makan bersama, Dll. Mungkin kalau di istilah kalangan orang sunda lebih di kenal dengan istilah "cucurak".

Lantas dengan kejadian itu, aku agak sedikit telat menghadiri acara di rumah teman ku. Teman ku yang satu ini termasuk orang yang cukup berada, oleh karena itu dia mengundangku untuk mengadakan cucurak di rumah nya.

Sesampainya ku di rumah teman ku. Aku terkejut, melihat temanku berbaring kesakitan di kasur nya, dia memegangi perutnya. Tampak rasa sakit yang ia rasakan sama dengan laki-laki tua yang ku temui di jalan. Pucat mukanya pun sama.

"Bil! Apa yang terjadi? Kenapa dengan kamu?" ujar ku, dengan penuh iba.

"Perut ku sakit, nto" jawabnya sambil meringuh kesakitan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kurma Selengkapnya
Lihat Kurma Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun