Mohon tunggu...
Khoeri Abdul Muid
Khoeri Abdul Muid Mohon Tunggu... Administrasi - Infobesia

REKTOR sanggar literasi CSP [Cah Sor Pring]. E-mail: bagusabdi68@yahoo.co.id atau khoeriabdul2006@gmail.com HP (maaf WA doeloe): 081326649770

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Bahagia di Usia Senja

1 November 2024   17:50 Diperbarui: 1 November 2024   17:57 59
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

OLEH: Khoeri Abdul Muid

Di usianya yang sudah tak muda lagi, Prof. Ratna masih berdedikasi tinggi. Dia adalah dosen yang disegani, enerjik, dan senang berbagi ilmu. Namun, di balik senyum dan semangatnya, ada satu hal yang mengusik hatinya: semakin banyak rekan-rekan sejawatnya yang memutuskan pensiun atau memilih jalur karier yang lebih ringan, sementara Prof. Ratna merasa belum siap melepas dunia akademik yang begitu ia cintai.

Hari itu, Prof. Ratna baru saja selesai menghadiri rapat yang melelahkan ketika ia bertemu Diana, mahasiswi yang baru saja lulus. "Prof, terima kasih atas bimbingannya. Saya jadi seperti sekarang berkat ibu," ucap Diana dengan mata berbinar. Prof. Ratna tersenyum, merasakan kebanggaan yang menepis rasa lelahnya. Tetapi setelah Diana pergi, dia termenung. Ia menyadari bahwa semakin jarang dirinya mendapat kesempatan mendampingi mahasiswa-mahasiswi seperti dulu. Dengan usianya yang semakin tua, perlahan tanggung jawab utamanya mulai dialihkan kepada dosen-dosen yang lebih muda.

Malam harinya, Prof. Ratna menerima pesan dari sahabatnya, Lina. "Ratna, kamu datang kan ke acara ulang tahun Mona nanti malam?" tanya Lina. Ratna ragu. Sebelumnya, dia memang tidak diundang, dan entah mengapa perasaan tersisih itu mengusik hatinya. Mona adalah sahabat baiknya sejak lama, tetapi belakangan ini, ia merasa hubungan mereka mulai renggang. Bahkan dalam berbagai acara, Ratna sering merasa seperti menjadi tamu yang tak lagi diharapkan hadir.

Setelah berpikir sejenak, ia pun memutuskan untuk hadir. "Baiklah, Lina, aku datang," jawabnya. Sesampainya di restoran, Ratna terkejut melihat Mona dan teman-temannya tertawa-tawa riang. Mona tersenyum cerah, namun tatapan matanya menyiratkan rasa canggung. "Hai, Ratna! Selamat datang," sapa Mona singkat. Ratna balas tersenyum, meski di hatinya ada perasaan asing. Saat makan malam, Prof. Ratna merasa tersisih. Obrolan sahabat-sahabatnya seakan berpusat pada kehidupan pensiun mereka yang semakin santai, sementara dia masih disibukkan dengan bimbingan, penelitian, dan berbagai tanggung jawab kampus.

"Ratna, kapan pensiun?" tiba-tiba Mona bertanya dengan nada bercanda, tetapi bagi Ratna, pertanyaan itu terasa seperti duri. Ia tak tahu harus menjawab apa. Baginya, dunia akademik adalah panggilannya, dan ia merasa belum siap mengakhirinya.

Setelah pesta, Mona memberikan hadiah kecil kepada setiap tamu, termasuk Ratna. Ia menghargai pemberian itu, namun di perjalanan pulang, ia merasakan kehampaan. Sepanjang perjalanan, ia mengingat ucapan Mona, "Kapan pensiun?" Pertanyaan itu berputar-putar di pikirannya, seolah memaksa dia mengakui bahwa usianya sudah tak lagi muda. Sesampainya di rumah, ia terduduk lama, memikirkan tentang makna kehidupannya kini.

Di pagi hari, ia teringat sosok Prof. Wulan, koleganya yang produktif dan penuh semangat meski usia sudah lanjut. Prof. Wulan selalu menanamkan padanya bahwa usia bukanlah batasan untuk berkarya. Prof. Ratna tersenyum tipis, menyadari bahwa pilihan untuk terus aktif adalah haknya, bukan hak orang lain untuk menentukannya.

Dengan semangat baru, Ratna kembali ke kampus. Ia menemukan Diana dan beberapa mahasiswa lainnya sedang menunggu di ruang bimbingan. Di tengah diskusi itu, Ratna merasa hidupnya kembali penuh warna. Ia pun menyadari, apapun ucapan orang, jalur ini adalah panggilan hatinya.

"Terima kasih, Tuhan, atas jalan ini. Aku akan terus berbuat kebaikan, di mana pun Engkau tempatkan aku," batinnya penuh syukur. Ia menyadari bahwa kebahagiaan di usia senja adalah tentang memilih jalan hidup sendiri dan menikmati setiap momen tanpa perlu merasa tersisih atau terbebani oleh harapan orang lain.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun