Mohon tunggu...
khiya alien
khiya alien Mohon Tunggu... -

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Manusia Makhluk Mulia

27 Mei 2017   17:12 Diperbarui: 27 Mei 2017   17:27 623
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Manusia diciptakan dengan segala kemampuannya yang membuat dirinya disebut-sebut sebagai makhluk Tuhan paling sempurna di muka bumi ini. Memang terkadang beberapa manusia telah tebentuk dewasa menjadi menyerupai hewan yang tak berakal sehat. Maka di sinilah perbedaan manusia dan hewan serta yang lainnya. Manusia dikaruniai kesadaran oleh Tuhan yang semata-mata dipergunakan untuk keberlangsungan hidup segala sesuatu di dunia yang serba mungkin ini. Pemikiran bahwa manusia merupakan makhluk yang unik dan baik juga tak lain tak bukan merupakan hasil dari pemikiran manusia sendiri. Bukan tumbuhan yang tunduk pada manusia dengan berkata “Kau hebat wahai manusia.” Bukan hewan yang menyeru-nyerukan kekagumannya terhadap manusia. Itu semua berakar tunggang pada sebuah pemikiran manusia yang kita sebut sebagai humanisme.

            Betapa mulianya manusia dengan segala kelebihan dan keistimewaan yang dimilikinya. Namun, apakah benar hanya dengan akalnya saja manusia sudah bisa dikatakan mulia. Memang mungkin manusia telah menganggap dirinya mulia tetapi apakah setelah mengetahui hal tersebut manusia masih bisa menjaga kemuliaannya? Pada dasarnya, hanya dengan memiliki akal yang belum tentu sehat tidaklah bisa dijadikan patokan bahwa seorang manusia adalah makhluk yang mulia. Di sinilah kuncinya, akal sehat. Apalah arti akal manusia yang berasal dari kasih sayang Tuhannya apabila digunakan tidak untuk memenuhi perintah Sang Pemberi.

            Kenyataannya, seringkali akal manusia yang disebut-sebut sebagai karunia spesial tersebut justru dipergunakan untuk menundukkan komponen alam selain mereka. Eksploitasi alam berlebihan adalah salah satu contohnya. Kemuliaan seorang manusia telah tercoret di sini. Seorang yang mulia tidak akan menindas mereka yang tidak mulia, begitu kurang lebih. Belum lagi ketika kita ulur dampak dari hal ini. Alam yang maha kaya ini memang terlihat sangat agung di mata manusia-manusia rakus. Namun, coba bayangkan apabila bumi yang fana ini terus menerus digerus oleh sifat tamak manusia. Segalanya akan terus menerus berkurang hingga akan tiba masanya dimana manusia sendirilah yang akan merasa kehilanga. Masa dimana tiada lagi yang bisa dijadikan sebagai pegangan. Masa dimana manusia baru menyadari ketidakmuliaannya.

            Albert Einstein, bapak fisika, adalah salah seorang yang percaya akan humanisme. Einstein sendiri pernah berkata “Sains tanpa agama adalah lumpuh, agama tanpa sains adalah buta.” Dari sini kita bisa lihat bahkan seorang jenius setingkat Albert Einstein yang juga percaya akan kemuliaan manusia saja masih menjunjung tinggi agama yang nantinya berujung pada iman kepada Tuhannya. Patutlah kita bercontoh pada sosoknya yang senantiasa tidak melupakan bahwa kemuliaan yang dimiliki manusia tidaklah datang begitu saja tanpa alasan tanpa pemberi dan tanpa tujuan. Manusia mulia karena Tuhan. Manusia mulia untuk memuliakan apa-apa yang dilakukannya. Manusia mulia untuk menjadi jalan terbaik kembali pada Tuhannya kelak.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun