Tahun 2019 merupakan ajang politik besar-besaran di Indonesia, yaitu tahun pemilihan calon persiden dan wakil persiden. Namun, di tahun 2018 ini cukup menggambarkan tingginya aura politik di Indonesia apalagi telah terpilihnya capres dan cawapres di masing-masing kubu. Dengan demikian, sikap dan opini masyarakat mulai terbentuk, ada yang kritis, mengikuti alur, dan ada juga acuh tak acuh.
Dari berbagai sikap dan opini masyarakat, timbul beberapa gagasan ataupun suara seperti, tagar #2019gantipersiden, #2019jokowi2periode atau #2019tetapjokowi, dan #2019tetappancasila. Salah satu tagar tersebut diidentifikasi menimbulkan polemik di tengah-tengah masyarakat; dari isu penghadangan, pembubaran hingga persekusi. Hal ini menandakan bahwa tingginya aura politik sekarang telah menjadikan beberapa orang sentimen terhadap isu-isu yang berkembang.
Belum lagi, berita di media cetak atau online yang terus berkembang. Mulai dari larangan berdakwah berbau politik di mimbar, demo mahasiswa, hingga persoalan istilah "Ditunggani HTI". Polemik pro dan kontra akan terus bermuculan seiring berjalannya waktu karena cara pandang yang berbeda. Tetapi, masyarakat juga harus pintar menyikapi itu semua. Tidak terbawa arus.
Untuk itu, sikap yang patut kita tanamkan yaitu, moderat. Dalam bahasa arab disebut dengan wasathii yang artinya pertengahan. Sikap ini mengajarkan kita untuk at-Tawaajun atau balance dalam menyikapi berbagai perbedaan. Artinya, tidak menerima begitu saja dan tidak menolak mentah-mentah. Jika ada perbedaan pendapat, sikapi dengan lapang dada. Karena perbedaan adalah sunnatullah. Jika ada kekeliruan, bantahlah dengan cara yang baik, bukan membenci.