Mohon tunggu...
Khasbi Abdul Malik
Khasbi Abdul Malik Mohon Tunggu... Guru - Gabut Kata.

Panikmat Karya dalam Ribuan Tumpukan Kertas.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Bersikap Moderat Memahami HTI

17 September 2018   19:22 Diperbarui: 17 September 2018   19:37 304
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Wacana Pemerintah menerbitkan Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) yang dikenal dengan mendeklarasi khalifah Islamiyah mendatangkan kontroversi. Menurut Dr. Zuly Qodir dalam bukunya Sosiologi Agama, HTI diidentikkan berusaha mengkudetakan pemerintahan resmi yang dianggap "tidak islami". Itu usaha HTI yang radikal di negara dengan keinginan berusaha mengganti sistem pemerintahan dengan sistem "islami" walaupun dalam versi HTI.

Selain itu, lanjutnya HTI memiliki tiga tahapan; pertama, marhalah taqsif (tahap pembinaan) dengan pembentukan kader-kader partai. Kedua, marhalah tafa'ulma'a al ummah (tahapan interaksi dengan masyarakat) dengan terjun langsung di masyarkat untuk dapat menjawab masalah-masalah dalam Islam seperti, ekonomi Islam, politik Islam, dan partai Islam. Ketiga, marhalah istilam al-hukm (pengambilalihan kekuasaan) dengan doktrin-doktrin gagasan yang diambil Taqiyuddin Nabhan dari Jordan pendiri HTI.

HTI tidak jauh berbeda dengan gerakan terbiyah yang membangung partai politik, Partai Keadilan Sosial (PKS), sebagai transmisi Ikhwanul Muslimin yang didirikan oleh Hasan Albana. Keduanya memang sudah mengkampanyekan, bahwa antara politik dan Islam tidak boleh dipisahkan.

Bahkan antara dakwah dengan politik tidak bisa dipisahkan. Memisahkan dakwah dan politik dianggap sebagai melakukan sekularisasi, seperti di negara-negara Barat dan Eropa. Tetapi ujungnya pun tetap pada politik kekuasaan.

 Menyikapi hal tersebut, khususnya HTI, masyarakat Indonesia harus memiliki sikap 'moderat' yaitu tidak mudah menerima atau menolak begitu saja. Tetapi, anggap saja HTI atau pun semisalnya sebagai tawaran dalam dagang, pembeli memiliki hak untuk membeli, sebagai kebutuhan, dan tidak membelinya, karena tidak membutuhkan.

Ini sebagai cerminan toleransi di Negara Indonesia dalam menyikapi pluralitas; suku, budaya, dan agama. Tanpa harus membanding-bandingkan hal yang tidak sebanding.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun