Mohon tunggu...
Khasbi Abdul Malik
Khasbi Abdul Malik Mohon Tunggu... Guru - Gabut Kata.

Panikmat Karya dalam Ribuan Tumpukan Kertas.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Terlanjur Candu Merokok

16 November 2017   19:10 Diperbarui: 16 November 2017   19:21 441
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi: Shutterstock

Mengingat Kemiskinan di Indonesi antara pertengahan tahun 1960-an sampai tahun 1996, di bawah kepemimpinan Pemerintahan Orde Baru Suharto, tingkat kemiskinan menurun drastis - baik di desa maupun di kota - karena pertumbuhan ekonomi yang kuat dan adanya program-program penanggulangan kemiskinan yang efisien. Selama pemerintahan Suharto, angka penduduk Indonesia yang hidup di bawah garis kemiskinan menurun drastis, dari awalnya sekitar setengah dari jumlah keseluruhan populasi penduduk Indonesia, sampai hanya sekitar 11 persen saja.

Namun, ketika pada akhir tahun 1990-an Krisis Finansial Asia terjadi, tingkat kemiskinan di Indonesia melejit tinggi, dari 11 persen menjadi 19.9 persen di akhir tahun 1998, yang berarti prestasi yang sudah diraih Orde Baru hancur seketika. Sedangkan, di tahun 2016 pemerintah Indonesia mendefinisikan garis kemiskinan dengan perdapatan per bulannya (per kapita) sebanyak Rp. 354,386 (atau sekitar USD $25) yang dengan demikian berarti standar hidup yang sangat rendah.

Dapat diseimpulkan bahwa dalam beberapa tahun belakangan ini angka kemiskinan di Indonesia memperlihatkan penurunan yang signifikan. Meskipun demikian, tetap saja tingkat perokok dari rumah tangga miskin pun meningkat. Organisasi Kesehatan Dunia, WHO, mengatakan lebih dari 4 juta orang meninggal setiap tahunnya disebabkan oleh rokok dan kebiasaan menghisap rokok. Anehnya, jumlah perokok pun terus meningkat setiap tahunnya. Ini sebagai cerminan nyata sekarang. 

Hal ini disebabkan karena rokok mengandung nikotin, yang merupakan zat yang sangat adiktif atau bisa menyebabkan ketergantungan. Demikian dapat mempengaruhi keseimbangan kimia pada otak, khususnya dopamine dan norepinephrine, cairan kimia otak yang mengendalikan rasa bahagia dan rileks. Ketika efek nikotin mulai bekerja, maka level mood dan konsentrasi pun akan berubah.

Selain itu, cairan kimiawi pada rokok (anti-nikotin) ini membuat seseorang merasa depresi, mood menurun, dan tidak tenang ketika tidak merokok. Keadaan ini menyebabkan seseorang ingin menhisap rokok untuk kembali meningkatkan mood dan menjadi rileks kembali. Dan ini terjadi pada perkok berumahtangga miskin. 

Akibatnya, perokok  ini sudah terlanjur candu pada hal yang tabu dan membahayakan. Mereka sadar bahwa pendapatannya tidak memenuhi kebutuhan sehari-hari seperti, makan, sekolah, baju dan lainnya. Tetapi, tetap saja menyempatkan untuk membeli rokok karena anti-nikotinnya sudah terdapat pada tubuh. Dan inilah tidak banyak diketahui oleh para perokok, khusunya perokok berumah tangga miskin. 

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun