Mohon tunggu...
Khasbi Abdul Malik
Khasbi Abdul Malik Mohon Tunggu... Guru - Gabut Kata.

Panikmat Karya dalam Ribuan Tumpukan Kertas.

Selanjutnya

Tutup

Politik

Peran Pesantren di Indonesia

14 November 2017   08:49 Diperbarui: 13 April 2018   21:40 4479
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Perkembangan pondok pesantren di Indonesia semakin pesat, karena daya tarik masyarakat semakin tinggi terhadap pondok pesantren (PONPES) terutama pesantren modern. Di balik Perkembangan pondok pesantren berabad-abad lamanya, dari perut pesantrenlah lahir tokoh-tokoh penting yang memainkan peranan penting dalam khazanah intelektual Islam bahkan kontrubusi tokoh di pesantren telah membawa kemerdekaan bangsa Indonesia.

Saat ini, tercatat jumlah santri di seluruh Indonesia mencapai sembilan juta orang. Jumlah yang sangat signifikan tersebut menandakan pesatnya perkembangan pondok pesantren sehingga muncul pertimbangan mentri khusus pondok pesantren. Nantinya, akan mengurusi pesantren dalam kabinetnya serta juga memperketat pendirian pesantren. Karena ada indikasi bahwa pesantren adalah bibit-bibit tumbuhnya Islam Radikal.

Wacana mentri khusus ponpes menjadi pertimbangan Bapak Joko Widodo kemudian ditanggapi oleh Kementrian Agama (KEMENAG), Lukman Hakim Saifuddin, menyatakan perlunya perhatian lebih terhap ponpes untuk pendidikan generasi bangsa. Sebelumnya, usulan perlunya mentri ponpes dari salah satu pimpinan dan pengasuh Pondok Pesantren Al-Karimiyah sekaligus Bupati Sumenep Madura, Busyro Karim, pada acara silaturahmi bapak persiden di ponpes.

Sementara, Wakil Ketua Komisi VIII DPR, Noor Ahmad, belum memikirkan sama sekali terkait usulan Kementrian Pesantren. Usulnya kepada kemenag agar Ditjen Pendidikan Islam dipecah menjadi  3 ditjen, yaitu Ditjen Pendidikan Tinggi Islam, Ditjet Pesantren, dan Ditjen Madrasah. Sebenarnya, cukup memaksimalkan tiga ditjen untuk memberi perhatian besar terhadap pendidikan Islam terutama ponpes di Indonesia, hanya saja terkait mentri baru perlu ada pengkajian terlebih dahulu.

Selain itu, Prof KH Ma'ruf Amin menanggapi usulan ini masih terlalu jauh untuk membentuk Kementrian Pesantren. Tapi, perhatian besar terhadap ponpes perlu dilakukan sebagai lembaga yang memiliki peran penting terhadap bangsa. Maka, wacana ini belum ada kesepakatan dari lembaga-lembaga penting pemerintahan atau pun perwakilan dari lembaga pesantren Indonesia.

Menyikapi wacana tersebut, mau tidak mau setiap ponpes akan dituntut menaati ketentuan pemerintah yang sudah ditetapkan untuk ponpes, entah itu bersifat kurikulum atau non-kurikulum. Artinya, ponpes digurui pemerintah terkait pendidikan Islam, padahal ponpes sudah memiliki kurikulum baku hasil Ijtihad pada pendirinya atau kiai-kiai. Hasil dari Ijtihad kurikulum di ponpes membawakan hasil yang benar-benar membangun bangsa dalam bidang Agama, Politik, Ekonomi, dan Budaya.

Walaupun ponpes selalu diidentikkan dengan lembaga pendidikan Islam saja yang di dalamnya hanya mengajarkan mengaji dan sarungan, tapi hakikatnya banyak kalangan kaum santri sebagaimana sering kita saksikan di berbagai tempat dan kesempatan, justru tampil menjadi lokomotif pertautan keislaman dan keindonesiaan.

Sebutlah misalnya, Nurcholish Madjid, Fachry Ali, Azyumardi Azra, Komaruddin Hidayat, Bahtiar Effendy, M Din Syamsuddin, Mukti Ali, Djohan Effendi, Simuh, Musa Asy'arie, M Amin Abdullah, Abdul Munir Mulkhan. Nama-nama yang sempat menjadi fenomenal di dunia pemikiran Islam kontemporer, telah mengalami tranformasi gagasan secara amat mencengangkan di Tanah Air (Hasbi Indra, 2003).

Dalam perkembangannya, lulusan pesantren mampu bersaing tidak hanya di nusantara saja, melainkan mampu bersaing di ranah International. Kermampuan lulusan pesantren,dari  hasil dinamika kehidupan semasa di ponpes. Kini, saatnya perhatian pemerintah kita terhadap ponpes harus lebih besar untuk tetap menjaga stabilitas pendidikan berkarakter bangsa yang sudah tertanam berabad-adab lamanya.

Telah dilakukan pengkajian tentang jaringan Intelektualisme Pesantren yang sebelumnya dikenal sepenuhnya tradisional dan akhirnya beralih pada "Tokoh Bersarung" tapi intelektualitasnya sangat kaliber bertaraf international bahkan menjadi guru besar di pusat Islam, Haramayn (Makkah-Madinah). Sebutlah, Syekh Nawawi Al-Bantani, Syekh Mahfudz Al-Tirmasi, Syekh Yasin Al-Fadani, dan sebaginya.

Mereka yang biasa disebut dengan "Bapak Pesantren" ini tidak hanya diakui kualitas intelektualnya di nusantara, namuan juga di manca Negara. Bahkah, terkhusus Syekh Nawawi Al-Bantani, namanya diabadikan sebagai salah satu dari dua tokoh Indonesia, bersama Soekarno, di dalam kamus Al-Munjid yang ketokohannya dan kepolulerannya setaraf dengan tokoh-tokoh dunia lainnya. (Khamami Zada dkk, 2004)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun