Mohon tunggu...
kharisma salsa
kharisma salsa Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

halo! aku kharisma. mahasiswa baru di universitas pendidikan indonesia. aku suka menulis. semoga kompasiana selalu bisa menjadi tempat untuk aku selalu nulis

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Sebenarnya Apa Tujuan Kita Sekolah?

8 Desember 2022   07:22 Diperbarui: 8 Desember 2022   07:25 568
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Pendidikan merupakan suatu upaya yang dilakukan untuk membantu jiwa dan raga peserta didik agar lebih baik. Macam-macam pendidikan di antaranya adalah normal, non formal, dan informal. Pendidikan bukan hanya tentang matematika dan IPA, tetapi pendidikan membahas bahasan yang luas yang fungsinya untuk mendidik kita. 

Tujuan dari pendidikan sendiri adalah untuk melakukan pemberian dan pengupayaan dalam segala hal yang bentuknya materi maupun moral. Pada dasarnya, pendidikan bertujuan untuk menjadi pedoman untuk menyiapkan manusia agar siap untuk menjalani hidupnya. Salah satu bentuk upaya pendidikan adalah dengan diadakannya sekolah. Lalu sebenarnya apa tujuan dari sekolah?

Sekolah menjadi wadah untuk peserta didik mendapatkan pengetahuan, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan untuk hidup mandiri. Namun sayangnya banyak keresahan masyarakat yang muncul akibat sekolah yang tidak berjalan sesuai fungsi dan tujuannya. Banyak sekolah yang lebih memfokuskan dan menghargai anak yang mendapat nilai tinggi di kelas. 

Dengan sistem pendidikan yang seperti itu, alih-alih belajar untuk menambah wawasan diri sendiri, tapi kenyataannya malah menjadi banyak sekali peserta didik yang mau belajar hanya untuk mendapat nilai yang bagus,

Masalah pendidikan di Indonesia sendiri banyak disadari oleh tokoh masyarakat atau bahkan masyarakat awamnya itu sendiri pun menyadari bahwa pendidikan berjalan dengan keluar dari jalurnya. Mulai dari nilai sebagai tolak ukur kepintaran peserta didik. Peserta didik berlomba-lomba untuk mendapatkan nilai bagus. 

Untuk mencapai nilai yang bagus terkadang dapat menjadi hal yang positif karena secara tidak langsung akan memotivasi peserta didik untuk terus mau belajar. Nilai yang bagus sebenarnya tidak menjamin peserta didik tersebut akan mendapatkan kehidupan yang bagus pula setelahnya. 

Pendidikan lewat sekolah seharusnya dapat membantu manusia untuk memiliki skill dalam menjalani hidup. Maka dari itu, untuk apa kita bersusah payah meraih nilai tertinggi di kelas, jika dalam hidup saja itu tidak ada nilainya dan kita masih perlu untuk berjuang kembali. Maka dari itu, perlu ditekankan bagi para pendidik untuk tidak menjadikan nilai sebagai acuan pintar atau tidaknya, baik atau tidaknya, sesuai atau tidaknya peserta didik dengan pembelajaran yang sedang dipelajari.

Kemudian, permasalahan pendidikan yang kedua yang kerap ditemukan adalah banyak sekolah yang mengajarkan mata pelajaran hanya sekadar teorinya tanpa tahu kenapa peserta didik harus mempelajari mata pelajaran tersebut. Pendapat ini didukung oleh Elon Musk yang berpendapat bahwa sekolah itu hanya mengajarkan "apa" bukan "kenapa". 

Maksud dari kata tersebut adalah banyak peserta didik yang mengerti apa yang dipelajarinya di sekolah, tetapi mereka sendiri tidak tahu untuk apa dan kenapa mereka mempelajari pelajaran tersebut. Padahal, seharusnya peserta didik dapat memahami bagaimana urgensi mata pelajaran yang dipelajari tersebut untuk realita kehidupan setelah sekolah nanti. 

Saya sendiri juga kadang di dalam suka berpikir kenapa saya harus belajar trigonometei, contohnya. Saya tahu trigonometri itu membahas tentang sinus, cosinus, tangen atau yang lebih sering disebut sin cos tan. Tapi saya mempelajari itupun hanya sekadar mempelajari untuk memenuhi kewajiban di kelas. Setelah pulang dan mendapat tugas, saya berpikir kembali, apa pentingnya saya mempelajari ini, toh tidak berguna juga dalam kehidupan. 

Nah, dari pengalaman yang saya rasakan saya yakin bahwa banyak peserta didik yang merasa seperti ini juga. Belajar ya belajar, tapi untuk apanya ya kami tidak tahu. Contoh lain dari peserta didik yang tidak memahami urgensi belajar, contohnya jika misalnya suatu hari di suatu kelas sedang mempelajari tentang perkalian, kemudian para peserta didik hanya fokus memperhatikan dan mengerjakan hanya untuk mencapai tujuan nilai, maka mereka tidak akan dapat hikmah atau manfaat dari mempelajari perkalian itu sebenarnya. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun