Mohon tunggu...
Kharisma RahmatikaIrfani
Kharisma RahmatikaIrfani Mohon Tunggu... Mahasiswa - International Relation Student

Universitas Muhammadiyah Yogyakarta

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Upaya PM Jepang, Shinzo Abe, dalam Persaingan Ekonomi dengan China

7 Mei 2021   16:30 Diperbarui: 7 Mei 2021   16:30 428
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bendera Negara Jepang dan China (04/04/2018) jpninfo.com

Belajar mengenai dinamika Asia Timur tidak terlepas dari pencapaian perekonomian Jepang di kawasan, bahkan tingkat pembangunan ekonomi yang dapat disejajarkan dengan Amerika Serikat. Pencapaian tersebut mulai terjadi setelah kekalahan Jepang dalam Perang Dunia II tepatnya hanya dalam waktu 2 dekade, Jepang mampu membangkitkan kembali pertumbuhan ekonomi negaranya. 

Bahkan dengan prestasi tersebut, Jepang mendapatkan julukan sebagai Asian Miracle yang turut memberikan pengaruh pembangunan ekonomi terutama pada kawasan Asia Timur. Selain itu, peran krusial Jepang sebagai negara pemberi pinjaman terbesar di dunia dan juga sebagai negara investor terbesar di dunia peringkat ketiga (DetikFinance, 2013). Namun, adanya kejayaan tersebut membuat Pemerintahan Jepang lalai dalam memprediksi perubahan sistem ekonomi global yang mulai mengikis eksistensi Developmental State sebagai kebijakan pembangunan ekonomi Jepang.

Posisi ekonomi Jepang yang telah dipertahankan selama 5 dekade (1968 – 2010) sebagai negara dengan GDP tertinggi kedua di dunia mulai tergeserkan oleh China yang merangkak naik menyeimbangi Jepang. Krisis ekonomi domestik sudah dialami Jepang sejak tahun 1990-an yang menandakan penurunan kinerja ekonomi sehingga memberikan peluang bagi China untuk mengupayakan pembangunan ekonomi yang lebih unggul. 

Hal itu dibuktikan dengan GDP China yang mencapai 5.879 trilliun USD pada tahun 2010 dibandingkan Jepang yang hanya 5.474 trilliun USD (P3DI Setjen DPR RI, 2013). Tahun demi tahun pertumbuhan ekonomi China mulai meningkat dan stabil walaupun sempat terjadi krisis ekonomi global tetapi China masih memiliki GDP yang besar yaitu 6% dibandingkan dengan negara-negara lain. Adanya prediksi di tahun 2030 yang memperkirakan GDP China dapat mencapai 64 trilliun USD bahkan nilai tersebut 2 kali lipat dari prediksi ekonomi Amerika Serikat menunjukkan bahwa China memang layak menjadi negara dengan pembangunan ekonomi terkuat di Asia bahkan menjadi kekuatan ekonomi global.

Melalui fakta-fakta tersebut Jepang sebagai negara yang dahulunya dapat mempertahankan keunggulan pembangunan ekonomi selama 5 dekade, merasa perlu mencapai kepentingannya dalam merebut kembali posisi ekonomi dari China. Oleh karena itu, terpilihnya kembali Shinzo Abe sebagai Perdana Menteri Jepang pada tahun 2012 menandakan tekad kuatnya untuk menerapkan kebijakan yang agresif terhadap persaingan ekonomi Jepang dengan China.

Lalu apa saja kebijakan yang diterapkan oleh Pemerintahan Jepang pada masa PM Shinzo Abe?

1. Pelonggaran Nilai Tukar Yen

Kekalahan ekonomi yang dialami Jepang terhadap China terjadi karena daya beli konsumen yang menurun yang dibarengi dengan menguatnya mata uang yen. Selain itu, adanya deflasi, perlambatan permintaan domestik, dan tekanan utang luar negeri Jepang yang mencapai 235 milliar USD. Oleh karena itu seperti yang sudah dijelaskan sebelumnya, Abe bersikap lebih tegas untuk mengejar ketertinggalan ekonomi Jepang terhadap China dengan penerapan kebijakan salah satunya melemahkan nilai tukar yen. 

Hal itu dilakukan melihat data bahwa kurs yen yang mengalami apresiasi (penguatan) hingga 40% terhadap dolar AS sehingga akan menyulitkan korporasi Jepang dalam melakukan daya saing produk terutama manufaktur. Pelemahan nilai tukar yen dianggap menjadi pilihan yang tepat untuk mendorong pertumbuhan ekonomi Jepang bahkan juga akan mendukung perekonomian global dikarenakan posisi GDP Jepang yang mencapai 10% dari total GDP global.

Namun, pada implementasinya pemerintahan Jepang mendapatkan kritik dari negera-negara Barat yang menyatakan ketidaksetujuan atas kebijakan tersebut karena dapat mendorong negara lain untuk berlomba-lomba melemahkan nilai tukarnya guna meningkatkan ekspor mereka. Dari Pihak Jepang menegaskan bahwa tujuan pelemahan nilai tukat yen digunakan sebagai alat untuk keluar dari kelesuan ekonomi dengan cara menargetkan inflasi baru sebesar 2% dan pembelian aset guna mengucurkan dana pada perekonomian nasional. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun