Mohon tunggu...
Khanza Lolita Astya
Khanza Lolita Astya Mohon Tunggu... Relawan - Freelancer

One must imagine Sisyphus happy -Camus

Selanjutnya

Tutup

Money

Investasi Berbasis ESG Pasca Pandemi di Indonesia, Apakah Masih Perlu?

22 Februari 2021   21:00 Diperbarui: 7 Maret 2021   17:34 2217
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Merujuk pada Paris Agreement yang telah ditandatangani pada 22 Januari 2016, Indonesia telah berkomitmen untuk mereduksi emisi gas karbon dioksida yang mulai berlaku pada tahun 2020. Adanya kriteria ESG menjadikan investor asing yang akan berinvestasi di Indonesia lebih berhati-hati dalam memilih investasi mereka karena sejatinya permasalahan perubahan iklim adalah permasalahan skala besar yang mendasari perubahan pola pikir, perusahaan, model bisnis, penggunaan produk, dan pelayanan.

Apa itu ESG?

ESG adalah sebuah standar perusahaan dalam praktik investasinya yang terdiri dari tiga konsep atau kriteria: Environmental (Lingkungan), Social (Sosial), dan Governance (Tata Kelola Perusahaan).

esg-7-6033bd19d541df78ea36c142.jpg
esg-7-6033bd19d541df78ea36c142.jpg
Investasi Hijau Ala ESG

Kehadiran ESG dalam dunia investasi membuat perusahaan berlomba-lomba untuk mencapai kriteria dari ESG itu sendiri. ESG merupakan salah satu bagian dari green revolution sehingga menjadikannya bukti konkrit bahwa permasalahan perubahan iklim dapat mempengaruhi pergerakan ekonomi dunia. Hal tersebut tidaklah berbeda pada saat dunia menggandang-gandangkan revolusi industri pada tahun 1750. Tidak sedikit masyarakat yang mulai terbuka akan perubahan besar awal dari green revolution. Dampak positif dari ESG dapat dilihat dari naiknya investor dalam menerapkan ESG dalam bidang investasi pada tahun 2020. Bahkan perusahaan-perusahaan di negara barat, ESG mendorong mereka untuk menekankan emisi gas buangan yang dihasilkan dan berkomitmen untuk menerapkan energi terbarukan lebih banyak. Contohnya adalah perusahaan berbasis teknologi yang erat hubungannya dalam kerusakan lingkungan seperti Microsoft menyatakan bahwa pada tahun 2030 perusahaan mereka akan bebas dari gas karbon dioksida atau carbon negative. Keseriusan perusahaan-perusahaan luar negeri untuk menggantikan energi berbahan bakar fossil menjadi energi terbarukan patut menjadi perhatian besar yang berarti dimana para pelaku ekonomi tersebut siap untuk mengganti keseluruhan total sumber energi mereka ke energi terbarukan. Pergantian energi yang tidak dapat diperbarui termasuk minyak, gas alam, batu bara, dan lainnya ini masih menjadi perdebatan panjang terutama di negara berkembang seperti Indonesia karena pergantian tersebut memerlukan biaya yang cukup banyak dan perlu adanya andil dari pemerintahan.

Penerapan ESG di Indonesia

Namun Indonesia harus memahami konsep dasar dari permasalahan perubahan iklim dimana dalam kenyataannya suatu perusahaan tidak akan pernah benar-benar tidak menghasilkan gas buangan seperti kampanye zero emission yang selama ini digadang-gadang menjadi solusi terbaik permasalahan perubahan iklim. Menurut hasil studi menyatakan bahwa apabila selama suatu industri atau perusahaan masih menggunakan bahan bakar fossil pada pengoperasiannya maka industri atau perusahaan tersebut dapat dikatakan masih menghasilkan emisi gas buangan yang menyebabkan gas rumah kaca sehingga tidak tercapai zero emission. Dengan kata lain bagaimanapun cara industri mengatasi emisi gas buangan tetapi jika masih menggunakan bahan bakar ­non-renewable adalah sia-sia. Tidak ada yang bisa benar-benar memecahkan masalah dengan cepat terlebih permasalahan perubahan iklim merupakan permasalahan skala besar yang menyangkut kehidupan umat manusia di masa depan.

Pergantian energi bahan bakar fossil menjadi energi terbarukan seperti memulai semuanya dari nol. Mengganti bisnis yang telah berjalan tentu bukanlah perkara mudah tetapi langkah kecil mulai dari kebijakan pemerintah sangatlah dibutuhkan dalam penerapan energi terbarukan pada tiap perusahaan. Faktanya perusahaan yang berkaitan dengan industri pengolahan di Indonesia cenderung lebih siap dalam menggunakan energi terbarukan sebagai bentuk praktek ESG karena dapat langsung menggantikan bahan bakar yang mereka gunakan. Lain halnya dengan industri-industri lainnya yang bergantung pada kelistrikan. Sejatinya energi dari bahan bakar akan dikonversikan menjadi energi listrik yang siap didistribusikan dalam perusahaan-perusahaan. Yang menjadikan halangan adalah tidak semua aspek yang ada di perusahaan-perusahaan saat ini dapat digerakkan menggunakan listrik. Aspek mekanikal berpengaruh dalam pembaruan alat-alat setelah semua energi yang kita gunakan berasal dari energi terbarukan demi mewujudkan ESG secara utuh pada perindustrian di Indonesia.

Kesiapan Indonesia dalam ESG

Menurut survey yang diadakan pada tahun 2019 sebanyak 86,6% masyarakat Indonesia setuju bahwa penerapan ESG merupakan faktor krusial untuk mendukung keberlangsungan organisasi.

esg-2-png-6033bd708ede484ed2000112.png
esg-2-png-6033bd708ede484ed2000112.png
Dalam penerapan ESG sendiri pada perusahaan-perusahaan di Indonesia menyatakan bahwa hanya sebesar 18,7% yang menyatakan organisasinya sudah menerapkan kebijakan direksi terhadap pengelolaan lingkungan pada proses bisnis dan operasional organisasi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun