Mohon tunggu...
Khairunnisa Musari
Khairunnisa Musari Mohon Tunggu... lainnya -

"Satu peluru hanya bisa menembus satu kepala, tapi satu telunjuk (tulisan) mampu menembus jutaan kepala" - Sayyid Quthb. Untuk artikel 'serius', sila mampir ke khairunnisamusari.blogspot.com dan/atau http://www.scribd.com/Khairunnisa%20Musari...

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Benarkah Tidak Ada Pria di Balik Wanita Sukses?

17 November 2012   15:24 Diperbarui: 24 Juni 2015   21:10 1271
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption id="attachment_224160" align="alignleft" width="300" caption="Sumber: rahmatbjm.blogspot.com"][/caption] Pertanyaan itu bergelayut di kepala saya sejak Rabu siang lalu. Gara-gara hari Kamis libur dan Jumat cuti bersama, saya bisa pastikan kepulangan saya dari Surabaya ke Lumajang bakal sulit memperoleh bis karena long weekend. Beberapa kali pengalaman harus menunggu bis dalam waktu yang cukup lama dan kemudian berdesak-desakan mencari tempat duduk dan berakhir dengan berdiri sepanjang Bungurasih hingga Probolinggo, membuat saya tidak menampik tawaran suami untuk ikut mobil rombongan dari Pejabat Dekanat di tempat suami mengabdi di Jember. Selama dua hari, mereka ada kegiatan dinas di Universitas Airlangga (Unair) dan agenda pulang hari Rabu bersamaan dengan rencana saya pulang ke Lumajang.

“Wah, ada Mbak Iis, pasti ramai nih,” kata Bu Rini, Sang Spesialis Patologi Klinik yang menjabat Pembantu Dekan II.

Saya hanya tersenyum sambil membatin, “Masak sih Iis ini orangnya ramai”.

Sambil ngalor-ngidul, arah pembicaraan kami di mobil kemudian mengarah pada tugas paper para Pejabat Dekanat yang kebetulan di mobil tersebut sedang studi S3 di Unair. Saya bertanya bagaimana strategi Bu Rini dan Bu Enny, Sang Dekan, mengatur pengerjaan 8 paper dalam waktu seminggu.

[caption id="attachment_224162" align="alignright" width="300" caption="Sumber: bayumukti.com"]

13531653461620046485
13531653461620046485
[/caption] “Iya itu Mbak Iis, baju yang belum disetrika sampai numpuk. Saya lebih tertarik menyetrika daripada disuruh mengerjakan paper. Belum lagi yang bantu-bantu di rumah lagi pulang kampung sebulan. Aduh, bener-bener deh....,” cerita Bu Enny.

“Kalau Pak Hai gimana, Mbak Iis? Kok kayaknya tenang-tenang aja. Gak tahunya waktu masuk kelas, lho kok sudah siap papernya!” tanya Bu Rini tentang suami saya.

“Iya Bu Rini, saya bantu ngerjakan. Jumat lalu, habis mimpin rapat, saya langsung nonstop ngerjakan tugasnya suami sampai Sabtu dini hari. Suami pesan, “gak usah bagus-bagus Is, cukup 4 lembar saja”. Terus saya bilang, “mana ada paper S3 hanya 4 lembar!”. Saya sampai gak tidur semalaman lho Bu Rini. Saya bilang ke suami,’ ya, masih awal-awal, masih adaptasi dulu, pokoknya jangan kebiasaan ngerjakan tugas dengan Sistem Kebut Semalam. Tepar semuanya jadinya. Harus jauh-jauh hari menyicil’. Akhirnya sekarang kami bagi-bagi tugas, kalo ada paper, saya kebagian browsing dan cari bahan sambil buat draft-nya.” cerita saya.

Wah, Pak Hai.... Pantesan tenang-tenang saja wong istrinya yang Kandidat Doktor yang dijadikan asisten. Kalau Pak Hai nanti lulus duluan, kita sih ya gak heran ya Bu Enny, wong ada Mbak Iis yang bantu ngerjakan,” seru Bu Rini.

“Iya Pak, kalo laki-laki sukses, mesti yang jadi pertanyaan ‘siapa wanita di belakang pria itu?’,” tambah Bu Enny.

[caption id="attachment_224163" align="alignleft" width="300" caption="Sumber: sofie05.wordpress.com"]

1353165563272138580
1353165563272138580
[/caption] “Iya Pak, perempuan itu multitasking. Kalau laki-laki bisa sukses, maka pasti harus dipertanyakan siapa perempuan di belakangnya. Tapi kalau perempuan sukses, gak ada yang nanyain ‘siapa pria di belakang wanita itu’. Itu ya karena... kalau perempuan sukses karena usaha perempuan itu sendiri.” urai Bu Rini sambil tertawa.

Saya tahu, Bu Rini dan Bu Enny hanya bermaksud menggoda suami saya. Meskipun ditambahi dengan tawa dan tampak tak serius dengan kata-kata mereka, tapi percakapan siang jelang sore itu membekas di hati saya.

Benarkah tidak ada pria di balik wanita sukses?

Benarkah wanita sukses itu karena daya upaya perempuan itu sendiri?

Pria sukses itu yang seperti bagaimana?

Wanita sukses itu yang seperti apa?

Bagi kebanyakan orang, mungkin mengukur pria sukses itu setidaknya dengan indikator: (1) Karir yang menanjak pada pekerjaannya; (2) Harmonis dengan istri dan memiliki anak berprestasi; (3) Memiliki  aset fisik yang menjadi simbol kemapanan, seperti rumah, mobil, dan properti lainnya.

Bagi kebanyakan orang, mungkin mengukur wanita sukses itu setidaknya dengan indikator yang hampir serupa dengan pria sukses di atas. Entahlah. Saya tidak sepenuhnya sepakat jika sukses selalu diukur dengan segala sesuatu berbau materi. Tapi, masing-masing orang tentu memiliki kriteria dan parameter. Masing-masing orang tentu memiliki intelektualnya sendiri-sendiri hingga memiliki mindset yang berbeda sehingga tak bisa satu dalam menjabarkan ‘sukses’, ‘pria sukses’, dan ‘wanita sukses’. Masing-masing orang juga tentu memiliki latar belakang dan keyakinannya sendiri-sendiri sehingga memiliki tujuan dan pandangan hidup yang mungkin tak sejalan.

Bagi saya?

[caption id="attachment_224164" align="alignright" width="300" caption="Sumber: phemonh.blogspot.com"]

1353165347950172079
1353165347950172079
[/caption] Bagi saya, kesuksesan itu tidak pernah akan dicapai tanpa bantuan orang lain. Wong kadang kala Allah mengabulkan doa kita saja belum tentu karena doa kita sendiri, tapi bisa jadi karena doa orang-orang yang mencintai kita dengan tulus. Seperti halnya saya. Saya tidak mungkin bisa bersekolah dengan tenang jika tidak ada bapak ibu yang bersedia menjaga anak-anak saya. Saya tidak mungkin bisa survive secara finansial menyelesaikan sekolah jika tidak dibantu oleh suami. Begitu pula dengan suami saya. Si Abi tidak mungkin bisa tenang menyelesaikan pekerjaannya jika anak-anak tidak terkondisikan dengan baik. Si Abi tidak mungkin bisa menjalani dua profesinya dari pagi hingga malam jika tidak ada abah umminya yang membantu mengurus tetek bengek kesehariannya. Ya, saya dan suami berbeda rumah. Saya di Lumajang bersama anak-anak dan orang tua saya. Sedangkan suami di Jember bersama orangtuanya. Kami benar-benar bergantung kepada orangtua kami masing-masing untuk mengurus banyak urusan rumah tangga kami. Banyak pertimbangan yang membuat kami belum bisa menempati rumah yang kami bangun di kota Jember.

Seperti Rabu malam lalu, suami saya meminta saya untuk turun di Jember bersamanya. Tapi saya sudah berjanji kepada anak-anak untuk pulang ke Lumajang. Jadilah malam itu saya turun di Terminal Wonorejo dan kemudian melanjutkan pulang ke rumah dengan ojek. Sedangkan suami saya melanjutkan perjalanan ke Jember bersama para pejabat dekanat lainnya.

Hmffffhhhh....

Lalu, wanita sukses itu seperti apa?

[caption id="attachment_224165" align="alignleft" width="300" caption="Sumber: imamfadloli.blogspot.com"]

13531657701890930643
13531657701890930643
[/caption] Saya masih bersikukuh untuk mengukur kesuksesan wanita itu yang utama adalah dengan melihat bagaimana ia terhadap anak-anaknya. Sebuah pepatah mengatakan, “Seorang ibu ibarat madrasah, apabila ia disiapkan dengan baik, berarti ia menyiapkan satu bangsa yang harum namanya.” Dalam beberapa tulisan di koran, saya sering kali mengungkap “Satu Perempuan Satu Generasi”. Dengan keunikan yang dimilikinya, saya percaya mendidik satu perempuan ibarat mendidik satu generasi. Itu karena perempuan memiliki kemampuan multitasking dan dapat menjadi pendidik bagi orang banyak lintas generasi. Dan saya percaya, itu semua bermula dari bagaimana seorang wanita menjalankan pekerjaan utamanya sebagai ibu rumah tangga, terutama dalam menjalankan pekerjaannya sebagai seorang ibu. Profesi ibu rumah tangga kerap dicibir oleh kaum perempuan sendiri. Bagi saya, mereka yang mencibir profesi ibu rumah tangga sesungguhnya belum dapat memaknai dengan baik tentang betapa mulia dan beratnya seorang ibu. Menjadi ibu kerap dipahami sekedar mengandung, melahirkan, dan menyekolahkan. Bagi saya, menjadi seorang ibu adalah membangun karakter, mencetak generasi, dan mewariskan perjuangan untuk meraih cita-cita.

Hmfffffhhhh.... Judul tulisan ini padahal mempertanyakan tentang keberadaan pria di balik suksesnya wanita, tapi kok ujung-ujungnya jadi ke soal ibu dan anak?

Oke, kembali ke topik awal. Intinya, saya percaya selalu ada orang lain di balik kesuksesan seseorang. Seperti halnya pria sukses, di balik wanita sukses juga ada seorang pria.... dan juga mungkin wanita. Buat saya, kesuksesan seseorang tidak bisa hanya dikorelasikan dengan pasangannya. Karena dalam setiap kehidupan seseorang, selalu ada orangtua yang tak pernah berhenti mendoakan anak-anaknya. Dalam kehidupan seseorang, juga ada anak-anak yang selalu mendoakan kedua orangtuanya. Dalam kehidupan seseorang, kerap kali bukan hanya pasangan kita yang rajin dan tak henti mendoakan kita. Bahkan, tak mustahil ada orang lain yang bukan pasangan kita yang lebih rajin mendoakan kita. Saya percaya, ada banyak pertolongan dan doa-doa tulus yang diberikan orang lain di balik kesuksesan kita. Kesuksesan yang kita peroleh sesungguhnya bukan dari daya upaya dan kerja keras kita seorang, selalu ada orang lain yang punya andil mewujudkannya. Wallahua’lam...

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun