Mohon tunggu...
Khairunnisa lilaika azzahra
Khairunnisa lilaika azzahra Mohon Tunggu... mahasiswa 23107030079 UIN Sunan Kalijaga

hobi saya adalah bernyanyi dan menonton film

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Museum Aroma: Merawat Jejak Bau Yang Hampir Lenyap

16 Mei 2025   10:30 Diperbarui: 16 Mei 2025   10:38 53
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Filsafat. Sumber ilustrasi: PEXELS/Wirestock

Kebanyakan museum di dunia berfungsi sebagai tempat penyimpanan benda-benda bersejarah, mulai dari lukisan, fosil, artefak kuno, hingga dokumen langka. Namun, di sebuah kota kecil di wilayah utara Eropa, berdiri sebuah institusi yang melawan pakem itu: Museum of Smells. Sesuai namanya, museum ini tidak mengoleksi benda, melainkan sesuatu yang tak terlihat — bau. Bukan aroma parfum mewah atau produk industri modern, melainkan bau-bau otentik dari masa lalu: aroma roti gandum yang dibakar saat Perang Dunia II, bau lemari kayu tua milik nenek, hingga wangi tanah selepas hujan pertama.

Museum ini seolah membuktikan bahwa bau adalah bentuk sejarah yang belum banyak dihargai. Ia menyimpan kenangan kolektif manusia yang selama ini hanya hidup dalam ingatan samar. Aroma bisa membuka kembali pintu-pintu waktu yang telah lama tertutup — bukan melalui mata atau telinga, melainkan lewat hidung, indra yang selama ini paling diabaikan dalam pelestarian sejarah.

Mengapa Bau Perlu Diabadikan?
Penciuman adalah salah satu indra paling unik yang dimiliki manusia. Tidak seperti penglihatan atau pendengaran yang langsung diproses secara sadar, bau bekerja secara instingtif, langsung terhubung dengan bagian otak yang mengatur emosi dan memori: sistem limbik. Itu sebabnya, hanya dengan mencium aroma tertentu, kita bisa tiba-tiba teringat pada masa kecil, rumah lama, atau seseorang yang sudah tiada.

Namun, dalam dunia sejarah dan budaya, bau nyaris tak memiliki tempat. Museum-museum umumnya berfokus pada artefak visual dan tekstual. Penciuman dianggap terlalu subjektif dan sulit diarsipkan. Gagasan untuk mengoleksi dan merawat bau muncul dari keresahan pribadi seorang antropolog bernama Ingrid Varn. Setelah ibunya meninggal, satu-satunya ingatan yang paling membekas bukanlah foto atau suara, tetapi aroma: perpaduan antara parfum bunga kamboja dan minyak kayu putih yang digunakan ibunya setiap hari.

Dari kehilangan itulah muncul pertanyaan: bisakah bau disimpan layaknya foto atau lukisan? Bisakah kita suatu hari nanti mencium kembali bau masa lalu?

Teknik Menangkap dan Menyimpan Bau
Tentu saja, menyimpan bau tidak semudah membingkai gambar. Bau tidak bisa dilihat, disentuh, atau disimpan dalam kotak kaca biasa. Untuk itu, para kurator museum bekerja sama dengan ahli kimia, ahli parfum, dan teknolog sensorik untuk mereplikasi aroma autentik dari masa lalu. Mereka menggunakan teknik seperti mikro-distilasi, kapsul aroma, dan pengawetan molekul aroma, yang memungkinkan reproduksi bau dengan presisi tinggi.

Bau-bau ini kemudian disimpan dalam wadah kedap udara dan hanya dapat dinikmati melalui alat khusus semacam inhaler seni. Prosesnya serupa dengan mencium parfum, tetapi yang dihirup adalah sejarah.

Beberapa koleksi yang tersedia di museum ini termasuk:

Petrichor: aroma tanah yang baru tersentuh hujan pertama.
Aroma surat kabar tahun 1920: wangi tinta cetak di atas kertas kasar.
Bau mesin uap: aroma logam panas dan arang yang terbakar di kereta api klasik.
Wangi ruang kelas tahun 1950: perpaduan kapur tulis, kayu bangku, dan udara lembap.
Bau pelabuhan tua sebelum reklamasi: bau asin laut, tali rami, dan kayu lapuk.
Respons Emosional dari Pengunjung
Museum ini bukan sekadar tempat untuk belajar sejarah — tetapi juga ruang untuk merasakan kembali masa lalu secara emosional. Banyak pengunjung mengaku menangis atau merasa haru ketika menghirup aroma tertentu. Beberapa bahkan tidak tahu mengapa mereka tersentuh, hingga menyadari bahwa bau yang mereka hirup membangkitkan kenangan yang telah lama terkubur.

Seorang pengunjung menceritakan bahwa aroma "kelas tahun 1950" mengingatkannya pada sekolah lamanya di desa, saat ia masih duduk di bangku SD bersama teman-teman yang kini telah berpencar entah ke mana. “Museum ini bukan soal hidung, tapi soal hati,” katanya sambil tersenyum.

Aroma yang Kian Terancam Hilang
Dalam dunia yang terus berubah, banyak aroma yang kini mulai hilang. Modernisasi, perubahan iklim, dan kebiasaan baru membuat beberapa bau menjadi langka atau bahkan punah. Di antaranya:

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun