Ini adalah benar-benar tulisan saya dan tidak melakukan plagiasi terhadap karya orang lain, dan saya siap bertanggung jawab sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
Efek domino ditetapkan tersangka Gubernur Papua, Lukas Enembe oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menjadi bola liar. Kini berbagai tokoh agama di Papua mendesak tegas KPK agar mengusut secara tuntas kasus mega korupsi lebih dari setengah triliun itu.
Sekretaris Umum Sinode Kemah Injil Gereja Masehi Indonesia (KIMI), Pendeta Yones Wenda. Wenda mengajak masyarakat Papua agar tidak membela orang yang diduga kuat menyalahgunakan APBD Papua. "Masyarakat seluruh Papua, jangan ikut terlibat dukung mendukung orang yang sudah jadi tersangka dugaan penyalahgunaan dana APBD," imbuhnya seperti dikutip jpnn.com
Hal senada juga disampaikan oleh tokoh agama Papua, Albert Yoku menyarankan Enembe dan kuasa hukum proaktif mentaati panggilan KPK. Dia mengatakan bahwa Enembe harus berani memberikan klarifikasi apabila tidak terlibat dalam kasus korupsi yang menjeratnya.
"Saya menyarankan tetap ada kerja sama yang kuat antara Gubernur (Enembe) dengan pihak KPK, baik kepolisian, baik kuasa hukum supaya mengerjakan ranah-ranah proses hukum ini dengan profesional sesuai dengan kode etik dari tugas masing-masing. Sehingga tidak ada memprovokasi atau bahasa-bahasa yang bisa memancing yang membuat pandangan-pandangan kontradiktif," ujar Albert seperti dikutip Kompas.com, (23/9).
Pandangan serupa disampaikan oleh Ketua Forum Komunikasi Muslim Pegunungan Tengah, Ustadz Ismail Asso menyuarakan agar Gubernur Papua mengikuti seluruh proses hukum yang dilakukan KPK. "Sebagai tokoh agama, saya tetap konsisten dan menghimbau jika memang kepala suku besar, Gubernur Papua Bapak Lukas Enembe segera menyerahkan diri untuk mempertanggungjawabkan di depan hukum," kata Ismail Asso seperti dikutip tribunnews.com (20/9/2022).
Tokoh yang juga pengasuh Pondok Pesantren Al-Hidayah Firdaus Koya Jayapura itu mendesak Enembe agar bersikap gentleman patuh pada aturan yang berlaku. Menurutnya dengan Enembe menyerahkan diri, akan menjamin keberlangsungan keamanan dan kondusivitas Papua.
Mencermati reaksi sejumlah tokoh agama di atas seolah mengisyaratkan bahwa Gubernur Papua, Lukas Enembe secara terorganisir menghindar dari pemeriksaan KPK di satu sisi. Sedangkan di sisi lain, dia mencoba memobilisasi massa Papua agar melakukan unjuk rasa seolah-olah masyarakat Papua cinta dan melindunginya.
Sikap Enembe yang tidak kooperatif dan malah sengaja memobilisasi masyarakat Papua, akan menjadi "bom waktu" yang sewaktu-waktu meledak dahsyat memporak-porandakan kohesi sosial di Papua. Justru akan jauh lebih baik, Enembe mau mendengar saran dan masukan dari sejumlah tokoh agama Papua tersebut. Mereka 24 jam hidup di tengah masyarakat dan mengetahui potensi letupan-letupan yang akan terjadi.
Apalagi jika dilihat dari realitas sosial masyarakat Papua, selama Enembe memerintah Provinsi Papua, dia gagal mengangkat Papua secara signifikan dari garis kemiskinan yang melekat di Papua. Sebaliknya yang terjadi jauh api dari panggang. Padahal dana otonomi khusus (otsus) dari tahun ke tahun angkanya naik tapi tidak menghasilkan apa-apa. Angkanya saja yang bermilyar-milyar bahkan bertriliun-triliun, namun masyarakat akar rumput yang hidup di pegunungan dan pesisi, tidak merasakan pembangunan di Papua.
Pandangan Ismail Asso benar adanya. Situasi politik dan sosial membutuhkan kepastian hukum. Dengan demikian kepastian politik dan tertib pelayanan pemerintahan Provinsi Papua akan tetap berjalan baik, aman, dan damai. Siapapun pejabat jika terbukti korupsi apalagi kalau sudah ditetapkan tersangka, tetap harus diproses hukum dan sama di hadapan hukum (equality before the law).