Mohon tunggu...
khairul fuad
khairul fuad Mohon Tunggu... Jurnalis - Sitorusisme

Manusia adalah kalimat yang belum usai perjalanannya

Selanjutnya

Tutup

Politik

Kegagalan Mahasiswa

19 November 2019   20:58 Diperbarui: 19 November 2019   21:19 141
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Oleh: Khairul Fuad

Berbicara tentang polemik hal apa saja yang menggelisahkan tidak akan pernah selesai jika yang dibahas hanya panorama luarnya saja, bahkan justru akan menimbulkan efek buruk yang kian melebar kemana-mana, karena masyarakat akan terpancing dari satu sisi ke sisi lain yang berbeda. Hal semacam ini yang mesti kita fahami.

Maka dari itu ketika kita berbicara tentang Mahasiswa, negara tidak akan bisa melepas seluruh kekuasaannya dari Mahasiswa, sebab mahasiswa memiliki peranan besar  dalam sistem negara. Kita tahu Soekarno itu berawal dari seorang aktivis mahasiswa yang  kemudian dengan sigapnya yang kuat akhirnya mengantarkannya sebagai seorang Presiden yang dikenang sepanjang sejarah. Begitu juga dengan para aktivis mahasiswa 98, banyak di antara mereka yang sekarang adalah pejabat-pejabat besar negara. Meminjam tokoh dunia dari India, Mahatma Gandhi, adalah seorang mahasiswa hukum yang bertugas di Inggris. Akhirnya namanya dikenang sepanjang masa karena kepahlawanannya membebaskan India dari penjajahan Inggris.

Nah, era sekarang ini, kita tidak melihat kontribusi mahasiswa untuk negeri ini. Jangan anda fikir demo anda itu adalah kontribusi besar anda kepada negara, oh tidak! Anda salah besar! Sudahlah, jangan bertele-tele, mahasiswa itu taunya menuntut hak tetapi tidak menjalankan kewajibannya. Sukanya nongkrong, di kelas tidur, nitip absen, gak pernah baca buku. Saat tindakan pemerintah terlihat salah, mahasiswa langsung marah, demo, bakar ban, lempar batu, "Presiden gak becus," Salahin diri sendiri dong, anda yang gak mau belajar, sukanya nongkrong gak jelas, negara kacau yang disalahin pemerintah, anda yang benerin!

Sudahlah, kawan! Kita ini generasi selangkah dekatnya dari negara, kontribusi kita adalah pertimbangan dari pengelolaan sistem negara. Transisi yang di gaungkan reformasi kok sepertinya tidak ada perubahan sama sekali bahkan secara fundamental. Saatnya lah sekarang kita bangkit dari tidur yang panjang. Saatnya sekarang kita diskusi, bicara dari akal ke akal dan dari hati ke hati. Saatnya sekarang kita berbicara substansi, kita berbicara tentang sistem, berbicara tentang metode, berbicara tentang program, teorinya bagaimana? cara kerjanya seperti apa? Ini yang mesti kita diskusikan. Sehingga kita tidak lagi berbicara apa yang terlihat dari wajah luarnya saja tanpa mencoba untuk masuk lebih jauh ke dalam.

Mahasiswa itu falsafahnya kampus, dosen itu washilah, kampus adalah wadahnya, di dalam sosial mahasiswa adalah washilah bagi masyarakat, mereka yang menyampaikan keresahan masyarakat kepada negara, juga sebaliknya, itulah sebabnya mahasiswa mesti faham seluruh program-program negara. Mahasiswa itu gelombang yang memiliki potensi arus yang mampu mengantarkan kapasitas pengetahuan kita melangkah lebih jauh, itulah gunanya liberalisasi fikiran. Tubuh manusia itu semua sama tetapi dengan kemampuan yang berbeda, ada semacam remot berjalan di tubuh manusia ketika stabilitas keadaan tidak lagi berjalan semestinya, berarti ada kejanggalan yang mungkin tidak terlihat, sehingga melahirkan konsep-konsep yang tidak repsentatif.

Kita mesti bisa membedakan setiap ruang yang memiliki potensial, mana res publica dan mana yang res private, bisa mengkonsdolisasi aspek-aspek tertentu yang saling berkaitan. Sebab apa? Mahasiswa adalah penanggung jawab sosial, untuk turun daripada itu kita mesti faham falsafah sosiologisnya, sistem kebudayaannya seperti apa. Sebenarnya, sistem negara dan kampus itu sama, negara memiliki komponen-komponen birokrasi, makanya ada lembaga ekskutif, legislatif dan yudikatif. Kampus juga demikian, ia punya parlemen, mahkamah, dll. Artinya apa, sistem pengelolaan negara itu sama dengan kampus, konsepnya sama, mungkin dari segi metode dan programnya yang agak sedikit berbeda karena raupan negara cukup luas. Secara de jure begitulah, namun secara de facto keadaan disaat sekarang ini esensialis dari komponen itu tidak dapat dirasakan oleh kebanyakan rakyat, sepertinya ada yang salah dalam sistem negara ini, wajar saja kalau kita katakan negara ini failed states, dan itu sah-sah saja bukan? Terlepas daripada kita sudah reformasi sejak 21 tahun yang lalu, namun hasil transisi itu tidak membuktikan bahwa negara no failed states. Buktinya apa? Lihat saja pasar kita berantakan, civil society masih banyak yang tidak terurus. Nah, inilah tanggung  jawab moral mahasiswa di dalam format sosial, mahasiswa mesti membuat mekanisme-mekanisme yang baru di mana implementasinya tidak lagi oligarki, hegemoni. Dalam skenario yang dekoratif, perubahan ini mesti berlangsung turun-temurun yang deliberatif, tidak berdampak memperTuhankan kekuatan kekuasaan.

Interpretasi pergerakan yang difahami mahasiswa selama ini salah! Mereka tidak mengerti substansinya, sehingga pergerakan di artikan secara spesifik yaitu demonstrasi, dan mereka tidak punya landasan yang besar untuk itu, maka ijinkan saya untuk mengatakan hal yang sama failed students ". Saya tidak yakin mahasiswa sekarang faham apa itu konsep "agent of change, agent of control, iron stock." Bagaimana kita tahu sementara realitas publik sebenarnya kita tidak tahu, politik, dll, karena kita tidak lagi ingin tahu tentang itu, sebab yang kita tahu hanyalah pergerakan-pergerakan yang sifatnya Gantung & Rancu. Sudahlah jangan jauh-jauh! Presiden Mahasiswa (PRESMA) sekarang pun banyak yang tidak mengerti itu, dia juga tidak tau arah dan gelombang internal kampus. Seorang Presma harus mengerti filsafat kampus, ia harus mengerti konotasi psikis rakyat kampusnya, ia mesti faham bahasa abstraksi, bahasa ilmiah, ribuan kosa-kata ia harus faham, sehingga ketika kampus mengadakan seminar di mana orasi narasumbernya menggunakan bahasa-bahasa ilmiah, maka dalam waktu tersebut ketika seorang presiden mengutarakan kata sambutan ia wajib mengimbanginya, jangan plongok-plongok, kalimat yang disampaikan juga tidak beraturan, bahasanya juga pasaran, maka saat itu juga integritas anda akan rendah sedemikian rupa, ini yang sering terjadi di kampus-kampus. Integritas kampus itu juga tergantung pada seorang Presidennya, jika presiden terlihat plongo maka orang akan mudah menilai bahwa kampus tersebut tidak menjanjikan intelektualitas yang baik. Kita tahulah inikan kursi jabatan sebenarnya hanya sensasi saja, biar presiden itu terlihat bijaksana, biar namanya tercatat dalam urutan presiden mahasiswa di kampus. Sejatinya, secara statistik psikologi ataupun yang lainnya bahwa 85% jabatan itu di gandrungi oleh Sensasi dan Obsesi, sementara 15% nya adalah murni dari hati untuk sebuah pengabdian.

Organisasi

Kita semakin bingung melihat organisasi-organisasi mahasiswa saat ini apalagi organisasi daerah. Konsepnya kok bisa semuanya serupa? Seolah-olah puluhan tahun organisasi tersebut berdiri tidak ada pengalaman dan pelajaran yang bisa diambil. Kita tidak melihat satu saja ada organisasi yang menohok yang kinerjanya itu bisa diperhitungkan, yang anehnya lagi ternyata semakin banyak peminatnya. Apalagi organisasi daerah, mereka hanya taunya kumpul-kumpul, tidak ada gerakan sama sekali. Padahal jika mereka mau befikir banyak ide-ide yang bisa dituangkan dan kemudian menjadi implementasi yang inklusif, banyak pemikiran-pemikiran yang bercampur-baur disana. Formatnya nanti mesti kita bicarakan di lain waktu, karena teori organisasi juga sangat banyak, pernah saya ingin mmbrikan ide utk sebuah organisasi ttpi sblm sy utarakan pimpinan organisasi tersebut sdh mnyinggung dluan "kita bkn organisasi social aplgi politik, ini hnya organisasi kluarga", maka dalam hal ini ijinkan sy utk mngtkan lgi "organisasi gagal dan tdk akan pernah maju".

Lagi-lagi ini adalah ketidakfahaman mahasiswa, banyak celah yang sebenarnya bisa di jejali bahkan di tindih atau diambil alih. Namun, mahasiswa tidak punya peluang sebab celah itu mereka biarkan lewat begitu saja, sehingga di ambil alih oleh oknum yang jauh lebih bodoh, atau barangkali mahasiswa tidak mengerti bahwa itu adalah emas, ada peta disana yang bisa merangkup sejarah ratusan tahun ke depan. Alih-alih mahasiswa masih sibuk dengan foya-foya yang membahayakan banyak pihak. Kita mesti faham, ketika kita melakukan sebuah pergerakan yang sarkas akan banyak sistem yang rusak, jika kita berbuat semena-mena akan banyak mesin negara yang terhenti, apa yang mesti kita fahami? Yaitu, konsekuensitas.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun