Mohon tunggu...
Khaila Ayu Maharani
Khaila Ayu Maharani Mohon Tunggu... Lainnya - SMAN 28 Jakarta-XI MIPA 2

🦋🦋🦋

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cerpen: Ibu, Tolong Percaya Padaku

24 November 2020   16:18 Diperbarui: 24 November 2020   19:50 284
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

                                                                                                                                     sumber: freepik.com

“Kadang ibu berharap, anak yang ibu lahirkan bukanlah kamu,” suara itu keluar dari mulut ibuku.

Ya, kau tidak salah dengar. Manusia yang sudah melahirkanku. Namun, sudah biasa aku mendengar kata-kata kejam yang keluar dari mulut ibuku.

Salam kenal, namaku Leona, aku memang tidak seperti kebanyakan perampuan yang bersikap anggun dan pandai dalam bidang akademik. Entah kenapa, aku lebih menyukai hal-hal yang berbau non-akademik, seperti olahraga. Dan seperti yang sudah kau lihat, ibuku tidak menyukai sifatku yang tidak seperti anak perempuan lain. Padahal, aku suka sekali bermain basket. Dan aku juga tidak bisa bohong, bermain basket bisa membuatku lupa akan realita kejam dunia. Dimana anak perempuan dituntut untuk bersikap anggun, berpakaian anggun, dan juga pandai dalam bidang akademik. Omong kosong macam apa itu.

“Ranking 15?! sampai kapan kamu ingin terus seperti ini?! mengecewakan ibu saja kamu! ibu tidak mau tahu, kamu harus masuk SMA favorit melalui jalur akademik! Ibu sudah cukup menjadi bahan omongan orang - orang. Keluarga kita terkenal dengan prestasi akademiknya yang hebat!  tapi itu semua harus terhenti di kamu. Ibu tidak mau itu! “ kata ibu, melakukan rutinitas hariannya yaitu memarahiku.

“Tapi bu, untuk memasuki SMA favorit, tidak hanya menggunakan jalur akademik bu. Aku bisa masuk SMA favorit melalui jalur prestasi jika ibu mengizinkanku berlatih basket lebih dalam!“ kataku, menjawab omelan ibu.

“Sekali lagi kamu menyebut kata itu, tidak ada jam main sepulang sekolah! Sekarang, masuk ke kamarmu!“ perintah ibu.

Sedari dulu, aku selalu ingin bersekolah di sekolah khusus olahraga. Namun, dengan pola pikir ibu yang sangat berbeda denganku, hal itu tidak mungkin terjadi. Aku tidak pernah setuju dengan pola pikir Ibu. Menurutnya satu – satunya jalan yang bisa ditempuh untuk mencapai kesuksesan adalah akademik. Aku setuju semua orang diwajibkan untuk menuntut ilmu, namun tidak pada bagian dimana semua anak dipaksa menjadi hebat dalam hal tersebut. Setiap anak memiliki kelebihan dan kekurangan masing – masing. Jujur saja, aku memang tidak pandai dalam bidang akademik. Namun, dalam bidang non-akademik, aku bisa dibilang hebat.

“Kompetisi bola basket 2019,” ucapku yang sedang membaca mading sekolah.

“Kesempatanmu itu le untuk mendapat prestasi yang bisa digunakan untuk mendaftar SMA nanti,“ kata Qonita, salah satu temanku di sekolah.

Ada benarnya kata Qonita. Aku bisa membuktikan kepada ibuku kalau aku bisa memasuki SMA favorit lewat caraku sendiri.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun