Mohon tunggu...
Khaidir Asmuni
Khaidir Asmuni Mohon Tunggu... Penulis - Penulis lepas

Alumnus filsafat UGM

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Dicari, Capres 2024 yang Mampu Kawal dan Lanjutkan Recovery Ekonomi

24 November 2021   13:09 Diperbarui: 24 November 2021   13:25 350
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pemerintahan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Pada tulisan sebelumnya "Membongkar Supremasi 3 Besar Survey Capres 2024" (Kompasiana 22 November 2021) dijelaskan mengenai munculnya segmentasi baru terkait dengan mindset pilihan masyarakat terhadap capres 2024. 

Mindset ini mengkritisi munculnya adanya 3 besar capres hasil survei yang selalu nenunjukkan tiga nama: Ganjar Pranowo, Prabowo Subianto dan Anies Baswedan. Padahal ada hipotesis spekulatif lain yang menyebut bahwa munculnya 3 nama ini dipengaruhi peta segmentasi masyarakat pada pilpres 2019. Hal ini saatnya dibongkar. Sebab, segmentasi itu muncul sebelum pandemi mendera.  Pandemi mulai hadir pada tahun 2020 di Indonesia. Tentunya, dengan menggunakan hipotesis ini, segmentasi yang terjadi sebelum pandemi sudah tidak relevan. 

Saat ini, mindset masyarakat telah berubah. Segmentasi baru telah muncul dalam menghadapi pemilihan presiden 2024 mendatang. Segmentasi baru ini sangat terkait dengan mindset masyarakat pasca terkena dampak pandemi. Bagaimana mereka bisa pulih dan hidup bersama pandemi di masa mendatang. 

Hingga akhir 2021 ini, Indonesia telah melakukan berbagai hal dalam menghadapi era new normal. Di era ini, vaksinasi di Indonesia telah begitu gencar dan diharapkan mencapai target. Menteri Keuangan Sri Mulyani sendiri mengatakan bahwa pandemi akan berubah menjadi endemi. Dia mengutip dari pendapat dari 89 persen ilmuwan yang menganggap Covid-19 akan menjadi endemi. Itulah sebabnya langkah menuju kebiasaan baru disiapkan. Intinya adalah mengendalikan penularan Covid-19 dan melindungi masyarakat. 

Catatan WHO sendiri menggambarkan pandemi datang saat berbagai negara memang menghadapi berbagai persoalan ekonomi. Pada tahun 2019, sejumlah negara telah menghadapi beban (maaf, termasuk utang) yang saat didera pandemi harus melakukan pengeluaran terkait kesehatan, sosial dan ekonomi untuk memerangi dampak pandemi. Implikasinya aktivitas ekonomi tertekan sepanjang tahun 2020 dan kemungkinan pemulihan akan lambat pada tahun 2021. Perubahan mindset masyarakat dibanding pra pandemi memang menguat. 

Saat menghadapi pandemi pun mindset itu sudah terbelah. Kyle Davies, senior Vice President & Head of Syndicated Offerings, yang mengkaji persoalan ini membagi mindset masyarakat menjadi 4. Menurutnya, semua orang terkena dampak pandemi, tetapi tidak semua orang menghadapi tantangan yang sama atau merasakan hal yang sama. Untuk lebih memahami pola pikir masyarakat dan dampak emosional dari pandemi, Kyle menyurvei orang-orang di AS dan Kanada dan mengelompokkan mereka ke dalam kelompok berdasarkan perasaan dan sikap mereka. Meski penelitian dilakukan di sana, segmen tersebut tak berbeda di Indonesia. 

Ada empat segmen berbeda yang dihasilkan Kyle. Pertama mindset masyarakat yang khawatir dan rentan terkena pandemi. Kedua, mindset masyarakat yang rentan tapi tetap percaya diri. Ketiga, mindset masyarakat yang skeptis terhadap pandemi. Dan yang keempat mindset masyarakat yang tidak peduli dengan pandemi. Namun meskipun tercipta 4 segmen tersebut, dampak dari pandemi tetap tidak terhindari, terutama dalam perekonomian, yang kemudian berpengaruh pada kehidupan sosial masyarakat. Dampak tersebut akan mengenai semuanya baik yang peduli ataupun tidak. Maupun yang rentan atau yang tidak. 


Berpengaruh ke Kehidupan Politik


Dari berbagai kajian tentang pengaruh kebijakan (government policy) menghadapi pandemi di berbagai negara tidak memungkiri adanya pengaruh sikap politik di masyarakat. Yang menyolok terjadi di awal pandemi ketika isu locdown maupun kebijakan lain kebijakan lain yang diterapkan memunculkan pro dan kontra di masyarakat. Isu ini menghiasi media massa atau pemberitaan di dunia internasional. Saat ini situasinya berbeda. Ketika masalah pandemi itu telah terlewati dengan berbagai catatan di masing-masing negara. 

Saat ini isu yang terkait politik akibat pandemi tidak lagi mempersoalkan masalah lockdown atau yang lainnya, melainkan bagaimana kebijakan negara kedepan dapat membangkitkan perekonomian masyarakat. Itulah sebabnya segmentasi kehidupan politik pun dipersepsikan juga berubah.

 Masyarakat lebih membutuhkan pemimpin yang mampu menjadi guide bagi mereka untuk membangkitkan perekonomian. Sebab, masyarakat harus beradaptasi dengan situasi di era new normal. Berbagai hal diterapkan tidak lagi seperti di masa-masa sebelumnya. Kehidupan perekonomian yang berpengaruh terhadap kehidupan sosial menjadi dampak utama mengapa segmentasi politik masyarakat berubah. Dalam situasi tertentu kehadiran pemimpin yang mampu melakukan recovery ekonomi lebih dibutuhkan oleh masyarakat. 

Menghadapi 2024 mendatang isu ini bisa makin kuat. Apabila di tahun 2019 situasi politik di Indonesia terdikotomi antara "cebong" dan "kadrun" yang notabene terkait dengan persoalan ideologis. Hal ini sebetulnya tidak strategis lagi di masa depan. Ketika kita harus bangkit dari keterpurukan akibat pandemi. Sebab pendikotomian tersebut tidak memecahkan masalah besar yang sedang dihadapi oleh bangsa. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun