Mohon tunggu...
Khafid Aura Kencana
Khafid Aura Kencana Mohon Tunggu... pelajar/mahasiswa -

Just ordinary guy who try to be an extraordinary guy | Communication | UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta 2013 | Blora - Yogyakarta

Selanjutnya

Tutup

Lyfe

Maba: Antara Transisi, Visi, dan Ambisi

23 September 2013   07:44 Diperbarui: 24 Juni 2015   07:31 410
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
1379896912191152815

[caption id="attachment_280803" align="aligncenter" width="616" caption="Transisi dari siswa ke mahasiswa"][/caption]

Mahasiswa baru, identik dengan suatu kepolosan. Bagaimana tidak? Lihat saja, saat pertama kali menapaki kehidupan kampus saja harus melalui step wahid dan paling wajib, apalagi kalau bukan OSPEK. Disini Saya tak akan membahas apa saja yang terkait dengan ospek. Saya disini hanya ingin melihat dari sisi kacamata Saya (maklum berkacamata-red) apa saja yang berkaitan dengan mahasiswa baru apalagi jika mereka adalah perantau. Anda yang sekarang membaca chapter pembuka ini, yang berstatus maba juga seperti Saya, bisa jadi ini adalah cerminan bagi diri Anda. Atau Anda yang telah lama bergelut dalam status ke-mahasiswa-an Anda atau yang telah sukses men-download toga, bisa jadi ini merupakan memori yang mengingatkan Anda pada masa lampau. Dan Saya tegaskan disini, Saya membuat tulisan ini bukan untuk menghakimi Anda-Anda yang memiliki koneksi jaringan yang maaf, lemot dalam men-download toga. Namun ini sebagai cambuk dan cerminan untuk Saya dan juga kita bersama pastinya, bahwa kita bisa mencapai apa yang kita inginkan. Man jadda wa jadda.

Saat kelas XII SMA, apa yang ada di benak Anda? Ingin cepat lulus? Ingin meninggalkan kota yang Anda sudah singgahi selama kurang lebih 17 atau 18 tahun? Atau niat Anda ingin cari jodoh? Beuuhh… Untuk contoh yang terakhir ini forgot it aja yaaa… Satu hal, apa yang terbesit di benak Anda manakala Anda memakai baju putih dan celana abu-abu. Masa-masa terindah? Ngangenin? Atau malah nyebelin?Yep, masa-masa SMA yang manis asem asin itu pasti banyak menorehkan kenangan di hati kita selama tiga tahun. Namun, apakah masih adem ayem saat Anda duduk di jenjang terakhir, yaitu kelas XII? Kelas XII dimana saat itu kita ingin cepat-cepat meninggalkan SMA dengan segala embel-embelnya lalu ambisi kita menapaki jenjang selanjutnya. Masih jelas di pikiran Saya, pergolakan batin saat kebingungan memilih jurusan favorit dan universitas incaran masing-masing.

Jati diri. Ya, dua kata yang menancap jelas di sudut hati dan pikiran saat kita menduduki jenjang terakhir dalam sekolah itu. Waktu itu, Saya dituntut untuk memilih nyawa. Nyawa yang akan membuat perubahan hidup dalam diri Saya. Dan setelah mantap dan tawakkal Alhamdulillah niat itu tercapai. Bagi Saya yang mendapat kesempatan mengenyam ilmu di kota pelajar, itu merupakan kesempatan emas yang tak boleh disia-siakan. Bagaimana tidak, Saya telah mengalahkan banyak pesaing dan berhasil. Kebanggaan tersendiri pastinya.

Namun, apa yang harus dilakukan saat status mahasiswa telah resmi menancap pada diri kita? Senang? Bilang WOW sambil koprol? Atau bilang WOW aja? Untuk kasus Saya kemarin, Saya harus bertransisi. Ya, transisi dari siswa SMA menjadi mahasiswa. Pikiran kita saat SMA yang sebagian besar hanyalah orang yang menjadi nrimo ing pandum, kita ubah menjadi tabur tuai. “Apa yang kau tabur, engkau kan menuai hasilnya”. Saya selalu berusaha untuk mengingat mantera itu. Kita yang hanya malas-malasan di kampus, tak yakin akan mendapatkan tuaian yang sempurna, stagnan. Istilah kasarnya, cuma jalan di tempat.

Untuk selanjutnya, visi. Visi atau tujuan ini pastilah sangat penting dan paling utama dalam dunia perkuliahan. Ibarat sedang menyetir, hanya berleak-leok tak ada tujuan dan tak punya arah, tidak jelas. Saya sendiri Alhamdulillah sudah ada visi dalam kuliah ini setelah bingung menemukannya saat masih SMA kemarin. Untuk kasus kebingungan visi, seharusnya kita malu pada Suzan. Ya, tokoh boneka yang dengan keyakinannya selalu koar-koar dan ceplas-ceplos saat ditanya “Kalau gede mau jadi apa?”. Sepele memang, namun walaupun begitu kenapa kita tidak mengambil segi positifnya meskipun hanya dari sebuah boneka. Namun, belum mendapatkan visi bukanlah suatu hal yang fatal menurut Saya. Sebagai contoh nyata, Saya ada teman baru saat Sospem (Sosialisasi Pembelajaran-red). Sebenarnya, Dia sudah kuliah tahun lalu. Dia mengambil jurusan Matematika kalau Saya tidak salah ingat. Namun karena Dia merasa ada hal yang mengganjal, tidak enak dan merasa jurusan yang diambil bukan jalannya, akhirnya Dia memutuskan untuk keluar dari zona ketidaknyamanannya itu dan memilih untuk pindah ke jurusan lain yang Ia suka. Sekarang Dia mengambil jurusan Sosiologi, satu fakultas dengan Saya. Ini membuktikan, tak ada kata terlambat dalam visi, meskipun harus menjadi beginner kembali, mulai dari awal.

Dan jika kita sudah bertransisi, visi sudah jelas. Apakah yang kita perlukan? Ambisi. Ya, tentu saja ini hal yang mudah untuk kita dapatkan, karena itu didalam kita sendiri. Namun, apa karena mudah kita dapatkan dalam diri kita itu bisa dengan leluasa kita menggunakannya atau mengaplikasikannya? Belum tentu. Memang ambisi itu datang manakala kita sedang dalam keadaan good mood. Dalam keadaan bad mood, memang sulit untuk menumbuhkan ambisi. Penyakit bad feeling seperti putus asa, mudah menyerah, patah semangat dan yang paling mainstream adalah galau itulah yang menghambat ambisi kita. Mau tak mau, harus dihilangkan jika Anda masih menginginkan ambisi itu datang dan membakar semangat Anda. Karena untuk kasus ini, hal yang menyangkut bad feeling adalah berkaitan dengan pribadi masing-masing.

Jika Anda sudah menerapkan ketiga hal tersebut, yakin deh Anda-Anda para mahasiswa dan khususnya maba bisa men-download toga dengan lancar tanpa koneksi lemot. Saya, yang maba juga masih berusaha serius kok dalam men-download toga. Pokoknya dibawa serius tapi jangan serius amat, dibawa santai tapi jangan santai amat. Susah? Tak usah mengeluh begitu. Ingat mantera Saya tadi: “Apa yang kau tabur, engkau kan menuai hasilnya”.

Mohon tunggu...

Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun