Mohon tunggu...
Khabiburrahman Ikhsan
Khabiburrahman Ikhsan Mohon Tunggu... Freelancer - Perbanyaklah membaca karena dengan membaca dapat merusak kebodohanmu :)))

Mahasiswa UIN Maulana Malik Ibrahim Malang, Prodi Perbankan Syariah

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Kelenteng dan Agama Konghucu

29 Maret 2020   23:00 Diperbarui: 29 Maret 2020   23:07 530
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Beberapa hari yang lalu saya melakukan kunjungan ke sebuah kelenteng untuk memenuhi rasa ke-ingin tahuan saya tentang Kelenteng dan bagaimana agama Konghucu itu. Tepatnya pada tanggal 8 maret 2020, saya mengunjungi sebuah kelenteng dengan nama Eng An Kiong di Kota Malang di Jl. R.E. Martadina, Kedungkandang. 

Waktu saat itu saya bertemu dengan Bapak Bunsu Anton Triyono, beliau adalah seorang rohaniawan agama Konghucu dan seorang Humas yang melayani kunjungan tamu kelenteng. Beliau bercerita banyak tentang kelenteng dan agama Konghucu. Sehingga rasa penasaran saya tentang kelenteng dan Agama Konghucu terjawab puas. 

Kelenteng

Bunsu Anton Triyono waktu itu berkata "Kelenteng Berasal dari bahasa jawa murni, Bukan Bahasa Asing". Istilah kelenteng diambil dari suara lonceng,  (zaman dahulu memanggil orang-orang konghucu untuk beribadah menggunakan Lonceng) yang berbunyi "Teng-Teng-Teng", sehingga orang jawa menyebutnya Kelenteng. 

Kelenteng diseluruh dunia dibangun bersandar pada tempat yang lebih tinggi memandang kepada tempat yang lebih rendah. Tujuan kelenteng didirikan ditempat yang lebih tinggi adalah agar mempraktiskan bagi setiap insan. Di malang, tempat yang lebih tinggi berada di semeru, sedangkan tempat yang lebih rendah adalah batu. Sehingga kelenteng di Malang menghadap ke barat. 

Warna pada Kelenteng didominasi warna merah, Bunsu Anton Triyono bercerita kalau dominasi warna merah pada kelenteng bukan merupakan simbol komunis tetapi merah adalah simbol filosofi kehidupan, bahwa tuhan menciptakan manusia diseluruh dunia didukung dengan darah yang berwarna merah. Disamping kehidupan, warna merah pada kelenteng juga bermakna kebahagiaan, rasa syukur.

Khonghucu

Agama Konghucu sudah dikenal didunia sejak lama, Usia Konghucu sudah mencapai 2571 tahun. Sejarah singkatnya pada tahun 551 SM lahir nabi konghucu yang membawakan agama konghucu. 

Agama konghucu di Indonesia tidak diakui pada zaman Orde Baru, pemerintahan Soeharto melarang segala bentuk aktivitas berbau kebudayaaan dan tradisi Tionghoa di Indonesia. Ini menyebabkan banyak pemeluk kepercayaan tradisional Tionghoa menjadi tidak berstatus sebagai pemeluk salah satu dari 5 agama yang diakui. 

Untuk menghindari permasalahan politis (dituduh sebagai atheis dan komunis), pemeluk kepercayaan tadi kemudian diharuskan untuk memeluk salah satu agama yang diakui, mayoritas menjadi pemeluk agama Buddha, Islam, Katolik, atau Kristen. Klenteng yang merupakan tempat ibadah kepercayaan tradisional Tionghoa juga terpaksa mengubah nama dan menaungkan diri menjadi wihara yang merupakan tempat ibadah agama Buddha. 

Setelah Orde Baru, pemeluk Konghucu mulai mendapatkan kembali pengakuan atas identitas mereka sejak masa kepemimpinan presiden KH. Abdurrahman Wahid (Gus Dur) melalui UU No 1/Pn.Ps/1965 yang menyatakan bahwa agama-agama yang banyak pemeluknya di Indonesia antara lain Islam, Kristen, Katholik, Hindu, Buddha dan Khonghucu.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun