Mohon tunggu...
Kezia AmeiliaSaktyani
Kezia AmeiliaSaktyani Mohon Tunggu... Seniman - Pelajar

Semua dimulai dari bawah

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

Sebuah Langkah

24 Februari 2021   02:38 Diperbarui: 24 Februari 2021   02:43 509
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Novel. Sumber ilustrasi: PEXELS/Fotografierende

                "Aku ga kenal sih, cuma tahu aja. Dia bukan orang sembarangan. Pengusaha di berbagai sektor, transportasi, perkebunan, dan yang sedang berkembang sekarang adalah usahanya di bidang makanan. Di sekitar sini ada pusat restorannya." Jelas Arunika.

                Adalvino hanya menyimak. Fikirannya melayang entah kemana. Lagi-lagi Arunika dibuat kebingungan olehnya.

                "Hei! Ini air kelapanya udah dateng!" Leo berteriak dari bawah paying pantai di tepi sana. Arunika kemudian mengajak Adalvino untuk kembali. Mereka menikmati air kelapa muda segar yang diminum langsung dari batok kelapa itu. Semuanya gembira, kecuali Adalvino yang pikirannya sedang hanyut bagai dibawa ombak kedasar laut yang gelap.

                "Vin, aku belum ngabarin ke kamu ya, orang tuaku akhirnya membatalkan niat mereka untuk berpisah." Leo yang duduk di samping Adalvino menyeruput air kelapanya dengan mata cerah.

                "Oh ya? Selamat ya, aku ikut seneng buat kalian berdua." Vino yang mendengar hal itu turut bahagia mengetahui sahabatnya ini kini bisa berwajah ceria. Tentu saja, keluarga yang asalnya sedang berada di ujung tanduk, kini bisa kembali bahagia seperti semula.

                Leo dan Lea kemudian menceritakan semuanya. Tentang orang tuanya yang sadar bahwa mereka tidak bisa egois tanpa memikirkan perasaan anak-anaknya. Tentang orang tua mereka yang sangat bangga melihat anak-anaknya berprestasi. Tentang bagaimana kedua orang tuanya itu ingin agar anak-anaknya bahagia.

                "Kalau kamu gimana Arunika? Apa usaha kamu kemaren bisa bikin orang tua kamu jadi lebih terbuka pikirannya?" Adalvino jadi teringat juga akan masalah yang harus dihadapi oleh Arunika. Arunika tersenyum,

                "Ayahku sih jadi dukung banget. Soalnya dia ternyata diem-diem nyari info gitu tentang cita-citaku buat kerja di NASA. Ayah bilang itu cita-cita keren banget. Dan ternyata perempuannya juga ga sedikit yang kerja disana. Seneng banget deh pokoknya dapet dukungan ayah." Arunika bercerita panjang lebar dengan wajah yang riang.

                "Lalu ibumu?"tanya Adalvino tepat ke intinya tanpa basa-basi. Wajah riang Arunika lenyap. Kini matanya nanar. Bibirnya tersenyum getir

                "Ibu jadi ga larang aku kuliah sih, dia jadi ngijinin. Tapi alasan dia ngijinin aku kuliah bikin hati aku bener-bener kacau," Arunika menarik nafas sebelum meneruskan. "Dia bilang wajahku sudah tersebar dimana-mana sebagai perwakilan Provinsi Bali. Tetangga juga sudah banyak yang tahu. Pasti malu kalau tahu nantinya aku malah tidak diizinkan kuliah." Matanya sayup menunjukan kepedihan.

                Lea memeluk Aru berusaha memberi ketegaran untuknya. Tak terasa waktu berlalu. Sang surya sudah berada di ujung lautan, perlahan tenggelam membuat pantulan bagai lava tumpah di atas laut berombak. Pemandangan matahari terbenan yang indah. Keempat manusia itu duduk berjajar di atas pasir putih Pantai Legian.

HALAMAN :
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun