Mohon tunggu...
Kezia AmeiliaSaktyani
Kezia AmeiliaSaktyani Mohon Tunggu... Seniman - Pelajar

Semua dimulai dari bawah

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

Sebuah Langkah

24 Februari 2021   02:38 Diperbarui: 24 Februari 2021   02:43 509
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Novel. Sumber ilustrasi: PEXELS/Fotografierende

                Arunika ingin bertanya lebih lanjut, tapi ia ingin agar temannya itu bercerita tanpa paksaan. Terdengar Adalvino membuang nafas dengan berat. Wajahnya kembali kosong seperti tadi siang. Ada perasaan sedih yang turut hadir di hatinya saat melihat temanya seperti itu.

                "Mau ke pantai, Vin?" tanya Arunika dengan senyum manisnya.

                "Pantai? Kenapa tiba-tiba? Ini sudah sore Arunika, besok kan kita harus berangkat pagi-pagi." Adalvino mengerutkan alisnya

                "Kita lihat matahari terbenam, toh gak jauh juga dari sini. Ayo sebentar aja kok," Arunika menarik tangan Adalvino dan menggiringnya ke pantai terdekat yang ada disana. Mereka berlari kecil dengan langit oranye di atas mereka. Langit dengan matahari yang mulai menunduk pada bumi.

                Pemandangan pantai di sore hari seperti ini, entah kapan terakhir kali Adalvino melihatnya. Deburan ombak menyapu pasir putih di tepi pantai. Angin kencang yang bertiup memberikan kesejukan tersendiri. Lautan luas dengan cahaya kekuningan membuatnya rindu masa kecilnya. Mereka duduk di atas pasir putih lembut itu.

                "Dulu, waktu aku kecil aku sering di ajak oleh ibuku ke pantai seperti ini," Adalvino tiba-tiba membuka mulutnya dan berbicara. "Bi Ayu juga sering ikut. Kami biasa pergi selama dua hari. Di hari pertama, Ibu selalu ada dan bermain denganku sampai malam. Tapi di keesokan paginya, wanita yang penuh kehangatan itu selalu pergi entah kemana." Adalvino menatap laut dengan senyuman hangat, namun seketika matanya berubah nanar.

                "Kenapa anak kecil suka banget tidur ya?" Adalvino melontarkan pertanyaan dengan sedikit tawa miris.

                "Kata papaku dulu, anak kecil sengaja dikasih ngantuk yang banyak sama Tuhan supaya ga nangis dan rewel terus. Supaya ibu dan ayahnya gak repot." Arunika menjawabnya sambil memandangi langit.

                "Apa aku terlalu merepotkan sampai-sampai ibuku selalu meninggalkanku?" Adalvino bertanya lagi kini dengan suara yang lebih pelan.

                "Ga ada orang tua yang ngerasa repot sama darah dagingnya sendiri, Vino."

                Mendengar itu mata Adalvino terbuka. Entah kenapa perasaannya menjadi campur aduk. Benar. Ia tidak tahu apa masalah orang tuanya, ia juga tidak mengerti kenapa dulu jarang sekali ia bertemu ibunya. Jika memang ibunya merasa kerepotan, tidak mungkin kan ia terus datang dan sabar menghadapinya. Lagipula tak pernah ia lihat ibunya merasa jengkel atau kesal padanya.

HALAMAN :
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun