Mohon tunggu...
Kezia AmeiliaSaktyani
Kezia AmeiliaSaktyani Mohon Tunggu... Seniman - Pelajar

Semua dimulai dari bawah

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

Sebuah Langkah

24 Februari 2021   02:38 Diperbarui: 24 Februari 2021   02:43 509
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Novel. Sumber ilustrasi: PEXELS/Fotografierende

                Terlihat sebuah mobil hitam terparkir disana. Bi Ayu menarik lagi tangan Adalvino, namun kini lebih lembut. Walau masih dirasainya Bi Ayu tetap seperti orang yang sedang dikejar sesuatu. Bi Ayu membuka pintu belakang mobil tersebut lalu menggendong Adalvino dan mendudukan dia disana.

                Seseorang meraih koper dan tas besar yang sedari tadi dibawa oleh Bi Ayu lalu meletakannya di bagasi. Ketika orang itu sedang membereskan bagasi, Bi Ayu menggenggam tangan Adalvino dengan tubuh bergetar.

                "Vino sayang, maafin bibi ya. Maaf bibi ga bisa terus jagain Vino. Maaf bibi gabisa main lagi sama Vino. Sekarang Vino harus ikut sama om supir yang baik ini ya. Tenang aja Vino ga akan dijahatin kok," Bi Ayu mencoba tersenyum walau air mata sudah menumpuk di kelopak matanya.

                "Bi, apa yang terjadi? Vino takut bi, Vino mau pulang aja." Adalvino merengek dengan air mata yang terus mengalir sedari tadi.

                "Vino dengerin bibi. Vino sayang sama bibi kan?" Adalvino mengangguk. "Vino juga sayang sama mama Vino kan?" Adalvino kembali menganggukan kepalanya.

                "Makannya, kalau Adalvino sayang sama bibi sama mama, Vino harus nurut ya, Vino ga boleh nangis. Nanti, kalau Vino sudah besar, aka nada saatnya Vino bakal ngerti sama semua ini. Oke sayang?" Bi Ayu memeluk Adalvino. Yang dipeluk hanya bisa menangis. Lalu pintu mobil pun ditutup, Adalvino menangis dengan kencang saat berpisah dengan Bi Ayu. Tersedu-sedu ia di kursi belakang mobil.

                Dirasainya perjalanan begitu jauh. Ia melihat pantai di kejauhan lewat jendela mobil. Perasaannya mulai tenang. Ia sudah berjanji tidak akan menangis lagi. Ia mengelap matanya dengan punggung tangan lalu melirik ke arah depan, "Om supir," panggilnya.

                "Kenapa dek?" suara supir itu terdengar berat namun lembut.

                "Masih jauh ya om?"

                "Sebentar lagi nyambe kok, sabar ya dek." Supir itu sedikit tersenyum.

                Benar saja, tak lama kemudian sampailah mereka di depan sebuah bangunan mirip rumah berlantai dua dengan atap genteng yang terlihat usang. Adalvino turun dari mobil. Supir yang tadi mengantarnya mengambil koper dan tas dari bagasi lalu membuka pintu gerbang rumah tersebut. Di samping gerbang itu terdapat papan bertuliskan 'Panti Asuhan Philautia.'

HALAMAN :
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun